Menghilang lagi

127 9 2
                                    

# menghilang lagi

Belum juga kau katakan sayang. Kau datang dan pergi sesukamu. Tanpa pamit tanpa permisi.

Dulu aku terbiasa tanpamu di hari minggu, lalu kau buat langkah kita beriringan setiap hari. Meski tak selalu bersama sepanjang hari, tapi melihatmu beberapa menit saja membuatku bahagia.

Kau membuatku terbiasa akan kehadiranmu yang nyata. Entah apa lagi yang kau lakukan, hingga pergi lagi tanpa kabar.

Bisakah kau pergi dengan memberi pengertian, katakan kau akan kembali dan buat ku tenang. Tak bisakah kau seperti itu, Tuan?

Apa sulitnya menghubungiku lalu katakan kau tak bisa menemuiku. Apa sulitnya aku yang lebih dulu bertanya!? ahzz itu sulit untukku.

Gengsiku besar!

Apa lebih besar dari rasa sayangku padamu ?

mungkin!

Peperangan dalam pikiranku selalu seperti itu, hingga akhirnya gengsiku selalu menang.

Menunggu, itu saja yang bisa kulakukan.
meski Marisa selalu mengingatkanku, bahwa wanitapun perlu berjuang. Aku selalu mengabaikannya.

Kadang aku berpikir Marisa benar, tapi tetap saja tak kulakukan.

"Cinta itu bukan sebuah perjuangan laki-laki. itu perjuangan wanita dan laki-laki untuk bersama. berdua, bukan sendiri," jelasnya.

Bahkan aku tak pernah bertanya balik ketika kau bertanya, apakah aku baik-baik saja. Aku tak pernah menghampirimu, memberikanmu kopi dan roti kesukaanmu, seperti selalu kau bawakan greentea kesukaanku.

Aku tak pernah mengucapkan selamat pagi lebih dulu. meski kau selalu kesiangan mengucapkannya.

Apa aku terlalu dingin?
Wanita dingin ?

Tapi Tuan, bukan berarti aku tak memperdulikanmu. Mungkin aku hanya tak tau bagaimana caranya, bagaimana membuatmu tau aku selalu bahagia melihatmu, bagaimana resahnya aku ketika kau tak ada.

Apa kali ini menghilangnya dirimu adalah salahku.

"Dalam hal apapun, sebenarnya, tidak dihargai adalah alasan utama mengapa seseorang pergi, Meski bukan itu kata yang diucap ketika ditanya mengapa."

Maafkan aku tuan.

#Kau mengabarinya

Bagaimana bisa ini terjadi? padahal kemarin kita begitu dekat, Tuan. Harus bagaimana aku mengetahui tentangmu?

Ku bunuh mati rasa gengsiku untuk menghubungimu. Tapi tak ada jawaban. Ku coba berulang kali dengan harapan kau akan mengangkat telponku. Tapi kali ini kau benar-benar mematikan telponmu.

Andre!
Seharian aku mencarinya tak kutemukan juga, bahkan ku cari hingga ke acara rapat mahasiswa jurnalistik. Kuberanikan diri untuk mencari Andre.
Tak ada juga.

Apa mungkin kau sedang bersama andre? lalu pada siapa lagi aku bertanya sendangkan hanya andre yang bisa kutanyai.

Tak banyak orang yang mengenal ku, aku hanya serpihan kecil mahasiswa, bukan seperti mereka yang berbaris didepan dengan menyuguhkan prestasi dan sensasi. Begitu pun denganmu. Tak banyak orang yang mengenal kami, berlebih memperhatikan kami, dan kami tak butuh itu.

ira !
Apa aku harus bertanya padanya?
Hari-hari berlalu, tak sengaja ku melihat sosok Ira, wajah yang sama dengan foto yang pernah ku lihat di sosial mediamu. Ira sivia.

ku hampiri dia setelah lama memperhatikannya.
"Ka Ira ?"

"Iya siapa?"

"Aku Hera ka, anak humas, maaf ka, kaka tau ka Andre dan ka Dira ada dimana?"

"Kamu kenal mereka? kalo Andre sih emang terkenal, lah kamu kenal sama si kodok."

"Kodok ?"

"Iya kedira, itu nama panggilan kesayangan aja. kamu mau apa nanyain mereka?"
sedikit kaget, kenapa Ira masih memanggilmu begitu.

"Emm engga ka, ada perlu aja, katanya mereka mau minjem buku-buku aku, tapi susah dihubungi."

"Ohh, mereka berdua lagi diluar kota, ada bisnis katanya, dua hari yang lalu Dira nelpon."

Ah gila! bukankah dua hari yang lalu aku menelponmu, Tuan ? Kau lebih memberi kabar padanya daripada aku ?

Wajar, kalian bertahun-tahun bersama. Sedangkan aku, hanya orang baru yang masih mempelajari hidup bersamamu.

Durasi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang