Bersamanya

110 7 2
                                    

"Pulang jam berapa ?" aku mendengar pertanyaan itu tanpa salam.

"Beres kuliah jam 3, tapi aku mau diem dulu ditaman ya."

"Iya, maaf ya aku gak bisa nemenin, kalo kerjaanku udah kelar aku langsung ke kosan"

"Iya" jawabku singkat, dan menutup telponnya.

Begitulah, fahmi hanya memiliki waktu malam hari untukku, beberapa siang jika pekerjaannya ringan.

Meski aku mengenal fahmi jauh lebih lama dari mengenalmu, tapi masih dapat ku hitung dua atau tiga kali fahmi menemaniku di taman. Kau lebih banyak menemaniku disini.

Kau tak mencariku Tuan ? Satu minggu sudah aku menjadi milik orang lain. Kau bahkan tak perduli. Mungkin benar jika kau tak pernah berniat menginginkanku.

Sore itu seperti biasa aku membaca buku ditaman. Sembari mengingat seseorang yang lewat sambil kenalan.

Ditempat ini pohon sangat rindang, ditemani lampu taman yang berjajar bercahaya setiap sore. Tempatnya didataran tinggi hingga matahari terbenam selalu terlihat indah disini.

Sosok yang kunanti nanti kali ini ada dihadapanku. Aku berdiri dan menghampirinya, bukan dia yang menghampiriku.

"Kamu kemana aja ?" dengan jengkel aku bertanya.

"Ada, kenapa emang?" tanyamu balik. Sungguh sangat mengesalkan, kau pergi tanpa menunggu jawabanku.

Permainan apa ini Tuan ? Tingkahmu sungguh menjijikan. Ahh mungkin hanya aku yang bodoh, berfikir kau akan benar mencintaiku. Ternyata hanya sebuah permainan.

Tak lama setelah kau melintas dihadapanku. Andre datang dari sebrang jalan taman. Aku langsung menghampirinya, tanpa basa basi aku bertanya "Ndre, kedira kenapa?"

"Emm dia ga kenapa-napa, emang kenapa?"

"Please ndre, aku mau tau."

"Apaan sih, jangan drama deh, orang dia baik-baik aja," jelasnya sinis.

Apa lagi ini? Aku tak bisa mengutarakan kekhawatiranku tentangmu, apa masalah yang menimpamu, atau apa aku melakukan kesalahan?

Aku seperti kebingungan sendiri dihadapan Andre, padahal begitu banyak yang ingin aku ketahui tentangmu. Aku bingung harus mulai darimana, aku bingung harus bagaimana.

***

Tok tok tok ...

"Pasti pacarmu, Ra. Buka tuh,"

"Ko kamu tau?" tanyaku sambil bergegas bangkit dari kasurku.

"Ya menurutmu siapa lagi yang datang jam segini? Kenapa tiap hari banget sih dia kesini?" tanya Marisa sinis.

"Ya sorry, kamu risih ya?"

"Emm, aku maklumi deh kan masih pasangan baru, ciee" aku lega ternyata tak keberatan Marisa terganggu tiap malam. Tapi aku yang sebenarnya merasa terganggu.

Entah bagaimana perasaanku ini, harusnya aku sangat senang dengan kedatangannya. Tapi tidak sama sekali.

"Yang, mau makan?"

"Engga, udah ko." jawabku singkat.

"Gimana hari ini?"

"Emm, lancar ko, tadi aga padet sih mata kuliahnya, capek," keluhku.

Itu pertanyaan yang setiap malam dia tanyakan padaku. Sudah makan belum ? ; mandi engga? ; gimana hari ini ? ; menyenangkan engga? ; dll. Sedikit membosankan, hemm sedikit.

Kadang aku merasa, Fahmi itu membosankan, tidak pernah membuatku merasa tertarik dengan pembicaraannya. Dan selalu memantauku 24 jam full.

"Kamu dingin, Ra." keluhnya.

"Kamu kan udah tau itu dari dulu, Mi."

"Tapi kan sekarang aku pacar kamu, kamu ga pernah merhatiin aku sedikit aja, nanya gimana hari-hariku, atau sekedar ngingetin aku makan."

"Kamu kan udah besar, harusnya tau dong jam makan, masa mesti diingetin sama orang sih, aneh deh kamu," jawabku ketus.

Malam itu berakhir, ahhh. Aku harus lekas tidur, dan mengakhiri hari ini. Hari yang melelahkan, lelah hati.

***

Durasi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang