Satu menit dalam satu hari

285 15 5
                                    

Seseorang menujuku, laki-laki tampan dengan topi hitam dan kemeja hitam kotak-kotak, lengkap dengan ransel dan sepatu boots yang terlihat lusuh. Kedira Nugraha, nama yang aneh kataku dalam hati, saat kau menyebut namamu sembari menjulurkan tangan.
"Kamu?"
" Hera," kataku. Kau melihat tanganku yang menggenggam buku dan menganggukan kepalamu, matamu seolah berkata, ayo sambut tanganku. Aku menjulurkan tangan untuk menyambut tanganmu.
"Sampai bertemu lagi," aku mengangguk dan bingung.
Sesederhana itu kita berkenalan tanpa kau menanyakan nama lengkapku, aku mahasiswa jurusan apa, semester berapa, atau menanyakan hal hal simpel lainnya.
Aku kembali duduk dan membaca buku di depan taman fakultas, kau pergi dengan sedikit berlari. Duduk dipinggiran taman memang beresiko bertemu orang banyak, tapi selama satu tahun menjadikan tempat ini sebagai tempat favorit di kampus, belum pernah ada yang lewat sambil berkenalan.
***
Esok harinya, ditempat yang sama dan jam yang sama. Kau kembali datang,
"Siang Hera, dari dulu saya mau nyapa tiap lewat depan kamu, tapi dulu saya ga tau nama kamu. Kamu jurusan apa?"
"Aku humas" jawabku.
"Oke, saya buru-buru, bye"
Masih dengan pakaian kemarin, entah kau tak memiliki baju lain atau memiliki banyak baju dengan warna dan bentuk yang sama, kemeja hitam kotak-kotak.
Hari berikutnya kau melontarkan satu pertanya lagi, "Hera, setiap hari kamu duduk disini?"
"Hanya senin sampai jumat saja" lalu kau pergi lagi dengan mengajukan jempol. akhirnya kau mengganti bajunya dengan warna navy tapi tetap motif kotak-kotak.
Hari berikutnya kau melontarkan satu pertanyaan lagi, "besok kita ga akan ketemu disini, karena besok sabtu, boleh saya tau kamu besok ada dimana?"
"Aku mau ke toko buku sebrang kampus, paling baca-baca ditamannya, kamu mau lewat kesana juga?"
"Itu pertanyaan pertama kamu,"
"Pertanyaan itu lebih penting daripada aku nanya hal lain tentang kamu," kataku.
"Besok saya gak akan cuma lewat, mau khusus nemuin kamu, see you," kau melambaikan tangan lalu pergi.
Bahkan aku tidak menyebutkan jam berapa, kemungkinan bertemunya hanya 5%, pikirku. Sebelumnya, aku tak pernah menghiraukan tentangmu, Tuan, mengapa kau so misterius itu. Tak satu informasipun yang aku punya tentangmu, kecuali namamu, Kedira. Tapi sejak pertemuan kita di perpus itu,,,
"Hera, kamu suka baca novel ?" tanyanya. Aku menganggukan kepala tanpa berkata. Kau kembali bertanya,
"Hera, kamu gak mau nanya, apa gitu ? Saya berapa taun, saya jurusan apa, ngapain saya suka liatin kamu dan ngobrol singkat sama kamu, kamu ga mau tau ?"
"Tanpa aku tanya, kamu pasti mau cerita"
"Iya sih, oke saya kasih informasi, bahwasanya laki-laki yang beberapa hari ini menegurmu didepan fakultas itu, namanya Kedira Nugraha, mirip nama pesepak bola terkenal dunia. Dia selalu terburu-buru karena selalu telat masuk kelas. Kedira itu anaknya asik ko, baik lagi, ketampanannya sih standar-lah muka jawa sunda. Emm, Kedira umurnya baru 22 tahun, jurusan jurnalistik semester akhir. Udah, cukup ga?"
Aku melihatmu, sorot matamu, aku seperti tertarik untuk terus mendengarmu. Ku tutup dulu bukuku lalu memperhatikanmu bercerita. Kau mentapku balik dengan sedikit kerutan di dahimu.
"Belum ya? Emm, kedira itu anak kedua dari tiga bersaudara, kakaknya perempuan dan sudah menikah, adiknya laki-laki dan sudah meninggal 5 tahun yang lalu. Ibunya punya usaha cathering dan toko kue, bapaknya bantu ibu, karena sudah tidak bisa berjalan. Cukup ? Ko diem? Oh iya aku tau!"
Kau memandangku aneh, lalu melanjutkan pembicaraan, "pasti kamu mau tau kenapa saya suka liatin kamu dan iseng negur kamu. Alasannya klasik, dan kalo saya bilang, pasti kamu geli dengernya, jadi mending ga usah."
"Lah ko gitu? Kenapa? Aku ga akan geli"
Kau diam dan menarik nafas dalam, aku menunggumu berbicara tapi kau seolah sedang menikmati suasana.
"Emm soalnya, kamu cantik."
Seperti wanita kebanyakan, jika dipuji cantik seketika akan tersipu. Aku diam dan ikut merasakan suasana tenang sore itu. Angin sore berhembus lebih kencang dari biasanya kala itu, seolah mendorongku untuk cepat pulang.
"Aku harus pulang," aku beranjak dari kursi yang bersandar pada tembok samping toko itu.
"Emm aku ga nyangka kamu bakal dateng kesini dan diwaktu yang tepat banget"
"Itu kuasa Tuhan mempertemukan kita hari ini," katamu, beranjak juga dari kursi.
"Hera, kalo besok kita ketemu padahal saya ga tau kamu mau kemana, mungkin itu tanda dari Tuhan kalo kita berjodoh," katamu, lalu pergi meninggalkan aku lebih dulu. Kalimat gombal macam apa itu!
Tuan, aku suka hari itu, tepatnya sabtu sore, dimana aku lebih banyak mendengar kau bicara dari hari-hari sebelumnya. Tuan, sore itu bukan sebuah kencan kan ? Tapi mengapa kau membuat malamku tanpa kantuk. Kau buat aku penasaran atas semua tentangmu. Jika besok kita bertemu, aku yang akan bertanya banyak padamu.
****

Durasi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang