Mimpi Buruk

365 8 1
                                    

" Jangan pernah menganggap mimpi buruk hanya sekedar bunga tidur, karena bisa saja mimpi buruk adalah sebuah peringatan agar berhati-hati menghadapi hari esok." [Lianscka MB]

***

 "TIDAK...PERGIII!! JANGAN GANGGU AKU.   PERGIII!!"

 Sekelebat bayangan hitam mendekatiku, perlahan wujudnya mulai kentara jelas, membentuk sosok mengerikan bermata merah.

 Bagaimana tidak, dari lobang kedua matanya darah kental mengalir deras bak pancuran.

 "To...long, tolong jauhi aku. Jangan ganggu aku!"

 Aku bersujud di depan mahluk mengerikan itu, mahluk itu sama sekali tidak menapak di lantai, hanya saja daging kakinya perlahan rontok dan jatuh. Bau busuk menyebar ke seluruh ruangan, membuat perutku mual dan ingin muntah.

 "Kau jijik, ya?" Mahluk itu menyeringai mengerikan, mulutnya melebar sepuluh kali lipat. Dan...kepalanya...kepalanya juga ikut membesar, membuat mahluk itu bertambah mengerikan.

 "Dulu...kau selalu menunggu-nunggu bibirku melumat bibirmu, kenapa sekarang kau menatapnya jijik?! Ayo cium aku, bukankah wajahku sekarang bertambah tampan?"

 Mahluk mengerikan itu mengangkat tubuhku, membuatku ikut melayang sepertinya.

 Shit! Dalam kondisi seperti ini kenapa otakku buntu? Biasanya aku selalu bisa menggunakan akal licikku untuk lari dari masalah.

 "Ayolah, Sayang...cium aku," kegilaan mahluk mengerikan itu semakin menjadi-jadi. Mana mungkin aku sanggup mencium bibirnya yang lebih mirip sayatan luka yang lebar.

 Kulirik mahluk itu dari sudut mataku, mencoba mengingat apa aku pernah mengenal mahluk itu.

“Kenapa kau melihatku dari sudut matamu, Lianscka? Kau jijik? Ayolah Lianscka, jangan siksa birahiku. Aku merindukan bibir lembutmu. Cium aku, Sayang.”

Merindukan bibirku katanya? Apa aku pernah berciuman dengannya? Dia saja bukan manusia, tapi...apa mungkin dia pernah menjadi manusia? Hugara!

Aku hanya membisu, percuma berbicara. Mahluk ini bahkan lebih tuli dari masa-masa hidupnya.

  “Sayang, apa kau tak merindukan pergumulan kita?”

Cihh! Dulu aku memang menyukaimu, menyukai tubuhmu yang kekar dengan dada bidang yang nyaman. Sekarang jangankan bercumbu denganmu, menatap wajahmu saja aku tak kuasa. Mahluk laknat!

 Diturunkannya tubuhku yang beberapa menit yang lalu melawan gravitasi bumi—melayang.

"Bisakah kita mengulangi erangan-erangan dan desahan kenikmatan itu sekali lagi, Sayang? Ayolah..." pelasnya dengan ekspresi yang semakin menjijikkan.

 Aku mengalihkan wajahku, tapi seketika itu juga tulang-tulang jemari mahluk itu membelai wajahku, setengah memaksa agar aku kembali menatap tampangnya yang menakutkan.

 Tulang-tulang? Ya, jemarinya sudah tidak mempunyai kulit dan daging sama sekali.

 "Kau tidak mau, ya?" pertanyaannya terdengar menyayat.

One Last BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang