Waktu Tenang

6 1 0
                                    

"Semoga mahluk itu mendapatkan mangsa baru agar melupakanku sebagai mangsanya." [Lianscka MB]

***

Fodor tidak berdusta saat mengatakan Lianscka bisa makan apa saja yang ia mau saat mereka sudah sampai di Villa keluarganya. Kenyataannya saat mereka tiba Lianscka langsung dibawa ke ruang makan dan dihadapkan pada satu meja penuh makanan kesukaannya.

Meski sudah satu tahun berlalu sejak hubungan mereka kandas, Fodor masih mengingat makanan kesukaan gadis itu, kebanyakan berupa makanan berbahan dasar seafood yang memang mudah di dapat di sekitar Villa keluarga Fodor.

"Bagaimana? Kau puas?" Fodor menyeringai penuh kemenangan.

Lianscka acuh, ia langsung berjalan ke westafel yang berada di sudut ruang makan, kemudian mencuci tangannya hingga bersih. Ia akan memakan apapun yang bisa masuk ke perutnya.

Fodor masih mengulas senyum sumringah, ia tak berniat makan, hanya saja melihat gadis pujaannya makan mungkin akan menjadi tontonan yang menarik.

"Kau tidak makan?" Lianscka bertanya dengan mulut penuh daging kepiting.

Fodor menggeleng, mengangsurkan segelas air putih pada Lianscka yang disambut cengiran tak bersalah oleh gadis itu.

"Terimakasih,"

"Makanlah, aku tak terlalu suka seafood." Jelas Fodor agak bergidik melihat Lianscka mulai meraih piring kedua, kali ini gadis itu bersiap menyantap satu lobster besar.

"Ini enak," puji Lianscka. Gadis itu menambahkan beberapa sendok daging tuna ke dalam piringnya.

"Kau bisa makan semuanya kalau kau mau," Fodor mulai merasa mual melihat nafsu makan Lianscka yang seperti orang kesetanan.

"Oh, Oke..."

"Aku mau mandi dulu, kau bisa menggunakan kamar di sebelah kanan tangga sebagai kamarmu selama disini." Fodor berlalu pergi tanpa melihat lagi bagaimana reaksi gadis itu.

Lianscka tak mau ambil pusing, ia kembali meneruskan makannya, mengambil dua cumi goreng tepung dan menyantapnya sekaligus.

"Emmm, ini juga enak..."

***

Malam sudah mulai larut akan tetapi mata Lianscka sama sekali tak bisa terpejam, ia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar pantai, gaunnya yang cukup tipis tak membuat gadis itu kedinginan sama sekali, dari kejauhan Fodor terlihat menyusulnya, lelaki berperawakan kurus itu berlari-lari kecil mendekati Lianscka.

"Tidak bisa tidur, huh?" Fodor menyapa sambil mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.

"Yup." Jawab Lianscka singkat.

"Mau kutunjukkan tempat bagus?" Tawar Fodor, tangannya terulur hendak merangkul gadis bergaun sifon itu.

Mata Lianscka berbinar antusias, "Tentu."

Fodor memutuskan menggenggam tangan gadis yang tingginya hanya sebatas bahu lelaki itu. Lianscka tak mempermasalahkannya. Mereka berjalan ke arah mercusuar yang sudah lama tak digunakan, menaiki tangga bangunan itu hingga ke puncaknya.

"Ini indah," gumam Lianscka melihat pemandangan lampu-lampu kapal nelayan di lautan. Fodor mengangguk.

"Diatas juga indah, bintangnya tak begitu banyak, tapi langit cukup cerah." Fodor menunjuk ke langit, "Itu bintang yang paling aku sukai,"

Lianscka mengikuti arah telunjuk lelaki jangkung itu.

"Bintang kejora, terlalu mainstream..." Cibir Lianscka.

One Last BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang