Pergi

6 1 0
                                    

"Untuk saat ini sebaiknya memang aku pergi." [Lianscka MB]

***

Hugara terbangun beberapa jam kemudian, ia tidak mendapati Lianscka di manapun, dengan sigap ia meraih celananya dan berjalan cepat ke lantai bawah. Syukurlah ia menemukan gadis itu tengah membaca buku di teras belakang.

Hugara menghampirinya, ia mendapati wajah gadis itu terlihat sangat pucat, ahh Hugara lupa, gadis itu pasti kehilangan tenaga yang cukup banyak karena pergumulan mereka semalam, walaupun ia yang mendominasi tetap saja tenaga gadis itu terkuras mengimbangi permainan Hugara yang tak bisa berhenti meski sudah beberapa kali mendapat klimaks.

"Mau kucarikan makanan, Sayang? Kau butuh tenaga untuk percintaan kita selanjutnya."

Lianscka menggeleng lemah, buku di tangannya ia letakkan di atas meja, meraih secangkir kopi yang sudah kehilangan kehangatannya dan menyesapnya perlahan.

Hugara berlutut di depan gadis itu, menggenggam tangan mungilnya, "Apa kau masih marah padaku? Apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu memaafkan ku, Sayang?"

Meski mahluk itu menyerupai Albert, tapi sikap mereka sama sekali tak sama.

Lianscka menggeleng, "Aku budakmu 'kan? Kenapa kau harus peduli apa yang kurasa?" Kata-katanya lembut tapi tajam dan menusuk.

Hugara menyeringai, ia tidak tersinggung sama sekali, bahkan ia merasa senang bukan kepalang, gadis itu mengakui dirinya sebagai budak.

"Kau bukan budakku, Sayang. Kau ratuku. Hanya kau yang bisa memberikan aku kepuasan, tubuhmu seperti candu, bagaimana mungkin aku menjadikanmu budakku." Hugara merayu.

"Budak seks?" Lianscka mendengus.

"Kau juga menikmatinya, bahkan kau berkali-kali klimaks, Sayang." Kali ini lelaki itu tersenyum sinis.

"Kau memaksaku, ingat?" Lianscka menutupi perasaan malunya.

"Bagaimana jika kita melakukannya kali ini tanpa paksaan?" Hugara mengerling mesum.

Lianscka tak menjawab. Gila saja, bagian sensitifnya bahkan masih terasa nyeri, dan mahluk itu ingin menidurinya lagi? Ia bisa mati.

"Tidak sekarang, Sayang. Kau butuh makan dan istirahat. Aku akan membeli makanan, apa ada yang kau butuhkan lainnya?"

Sebenarnya jika saja Hugara manusia seutuhnya, gadis itu mungkin akan lebih memilih bersamanya ketimbang Albert yang tak bisa memperlakukan wanita dengan manis.

"Tak perlu, kau takkan bisa mendapatkan apa yang aku mau." Tolak Lianscka.

Otaknya mulai merancang ide agar ia bisa pergi dari sini.

"Katakan, katakan apa yang kau butuhkan, Sayang." Hugara memaksa.

"Aku ingin mobilku."

"Kau tak perlu mobil saat bersamaku, Sayang. Aku bisa membawamu kemanapun yang kau mau."

"Aku sudah menduganya, kau tak akan bisa memberikan apa yang aku mau." Lianscka menolehkan wajahnya ke arah lain.

"Aku tidak akan mengambil resiko, Sayang. Jika ada kendaraan disini kau pasti akan pergi."

Gadis itu masih bergeming.

"Aku akan membeli makanan, kuharap kau tak berniat melarikan diri dariku karena kemanapun kamu pergi aku pasti akan menemukanmu."

Hugara berjalan meninggalkan Lianscka yang masih mematung, riak-riak airmata mulai berhamburan keluar dari sudut matanya.

Ia tak pernah selemah ini sebelumnya, tapi berhadapan dengan mahluk ini benar-benar membuatnya tak berdaya.

***

Matahari sudah cukup tinggi ketika Hugara kembali dari luar, ia mendapati gadisnya tengah tertidur pulas di tempat dimana ia meninggalkan gadis itu tadi.

Hugara meletakkan plastik berisi makanan cepat saji di atas meja. Ia membelai lembut wajah gadis itu, kemudian mengangkat dan membawanya ke kamar.

Gadis itu butuh istirahat, ia bisa menghangatkan makanan nanti.

Namun saat Hugara berbalik, gadis itu membuka matanya, ia tidak benar-benar tidur, ia hanya ingin menghindari lelaki itu.

Hugara berjalan ke luar rumah, karena tenaganya hari ini cukup baik, ia bermaksud melakukan rencananya untuk menghisap jiwa Albert perlahan, ia ingin membuat Si Batu itu menderita.

Sementara itu Lianscka mencari dimana keberadaan handphone nya, ia ingat sekali kemarin menyelipkan handphone ke saku gaunnya sebelum Hugara datang dan membawa gadis itu secara paksa.

Lianscka menemukan handphonenya tergeletak di karpet tak jauh dari ranjang, pastilah handphone itu terjatuh saat Hugara melucuti pakaiannya semalam.

Gadis itu mengecek handphonenya yang ternyata masih menyala, ada beberapa panggilan tak terjawab dari Albert, ayahnya dan Fodor?

Lianscka mendial nomor telpon Fodor, saat ini hanya lelaki itu lah yang bisa ia manfaatkan untuk membawanya pergi dari sini.

"What's up, Lee?"

"Hanya merindukanmu," balas gadis itu singkat.

"Seperti bukan kau," kelakar lelaki itu diseberang sana.

"Oke...okee... Begini, aku sedang berada di Villa ibuku, bisakah kau menjemputku? Aku mati kebosanan disini." Keluh Lianscka terdengar prustasi.

"Dimana? Aku akan menjemputmu segera."

Yang dipikiran Fodor hanyalah Lianscka ke Villa itu bersama ayahnya, kemudian ayahnya meninggalkan gadis itu disana seorang diri. Jadi lelaki itu dengan suka rela menjemput gadis itu, yaa siapa tau ia bisa kembali mengambil hati gadis yang pernah dekat dengannya itu.

Lianscka menyebutkan alamat Villanya, Fodor menyanggupi menjemput gadis itu dalam satu jam karena jaraknya yang memang lumayan jauh.

Meski agak pesimis, Lianscka hanya berharap Fodor bisa datang sebelum Hugara kembali.

***

Sepertinya keberuntungan kali ini berpihak padanya, sudah satu jam lebih Hugara belum juga kembali, dari kejauhan terdengar bunyi mobil sport memasuki pekarangan Villa, Lianscka yakin itu Fodor, gadis itu segera berlari menuruni tangga dan berjalan keluar rumah. Fodor membuka pintu mobil yang langsung di sambut gadis itu dengan pelukan.

"Aku senang kau disini. Bisakah kita pergi sekarang?" Lianscka tak bisa menyembunyikan raut bahagianya.

Satu langkah lagi ia akan terbebas dari mahluk bernama Hugara itu.

Fodor mengangguk dan membukakan pintu mobil untuk Lianscka, segera saja gadis itu masuk. Fodor menghidupkan kembali mesin mobil dan kembali membelah jalanan yang tadi di lewatinya.

---------------  Tbc      -------------

Sebenarnya sedih sih, viewers One Last Breath sedikit banget, yang vote juga hampir gak ada, tapi gapapa deh aku tetep lanjutin OLB...

One Last BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang