Lalat dan Bangkai

9 1 0
                                    

"Kemanapun kamu pergi aromamu akan selalu bisa ku hidu. Karena aku lalat dan kau bangkai." [Hugara B]

***

Lianscka tau betul yang di depannya saat ini bukan Albert, selain panggilan untuk dirinya yang berbeda, warna irish matanya pun bukanlah irish mata manusia pada umumnya. Tubuh Lianscka seketika menegang. Kakinya seakan menjadi batu, tak dapat digerakkan.

Ingin rasanya ia berteriak, tapi tak ada satu suara pun yang keluar dari tenggorokannya. Kemampuan bicaranya hilang total. Lianscka benar-benar ingin menangis, ia tidak mau menjadi bisu. Airmatanya perlahan menetes.

"Sssttt... Jangan menangis, Sayang." Lelaki yang menyerupai Albert itu mengelus lembut pipi Lianscka. "Harusnya kamu bahagia, aku kembali untukmu."

Airmata gadis itu semakin deras, antara ketakutan dan merasa bodoh, jelas-jelas beberapa bulan yang lalu ia sudah menyingkirkan mahluk itu dari hidupnya, tapi ternyata mahluk itu tidak benar-benar mati.

"Sebaiknya kita mencari tempat untuk melepas rindu, Sayang. Aku mencium aroma busuk lelaki tunarungu itu ke arah sini." Lelaki itu menggendong paksa Lianscka, dan secepat kilat pergi menjauh dari rumah Albert.

***

Lianscka mengenali tempat mereka berada saat ini, di sebuah Villa tua milik mendiang ibunya. Bisa dibilang tempat ini hanya ia dan ibunya yang tau, bahkan Alfred saja tak pernah tau kalau istrinya mempunyai Villa rahasia.

Gadis itu masih berusaha menggerakkan tubuhnya, tapi nihil, tubuhnya sama sekali tak bergerak.

"Kamu tau, Sayang. Disinilah aku pertama kali bertemu Mariah."

Mendengar fakta itu jantung Lianscka seperti ditusuk. Mariah? Kenapa ibunya tak pernah bercerita apapun? Atau mahluk ini kembali memperdayainya?

"Tidak, aku tidak membual. Tapi, yaa sekarang memang bukan waktu yang tepat menceritakan kisah itu." Lelaki itu membaringkan tubuh Lianscka di atas ranjang, membelai pipi gadis itu lembut.

"Aku merindukanmu, Sayang. Tidakkah kau merindukan aku?" Tanyanya sendu.

Lianscka menutup matanya rapat, ia hanya bisa pasrah ketika bibir lelaki itu mulai menciumi sudut bibirnya, bukan ciuman menuntut, melainkan sebuah ciuman lembut penuh kerinduan.

Lelaki itu memperdalam ciumannya, sesekali lidahnya memaksa masuk menjelajahi mulut Lianscka. Aroma mint mendominasi ciumannya, tangannya mulai menjamah leher jenjang gadis itu, Lianscka tanpa sadar mengeluarkan lenguhan tertahan. Membuat bibir lelaki itu mengulas senyum tipis.

"Panggil namaku dan katakan kau menginginkannya, Sayang. Katakan!" Perintah lelaki itu seperti hipnotis.

"Hugara, aku menginginkanmu."

Entah datang darimana, suara gadis itu kembali keluar.

Lelaki yang dipanggil Lianscka dengan nama Hugara itu sumringah. Kali ini ia menangkup tangan kirinya di belakang leher gadis itu, menghisap lembut bibir atas dan bawahnya. Sedangkan tangan kanannya membuka satu persatu kancing pada gaun Lianscka hingga bagian dadanya terbuka lebar.

Entah setan darimana yang membuat Lianscka kembali mengeluarkan kata-kata yang sama sekali tidak ia inginkan keluar dari bibirnya.

"Lucuti gaunku, Hugara. Aku ingin menikmati cumbuanmu di tubuhku."

Gadis itu ingin sekali memotong lidahnya, apa-apaan, itu sama sekali bukan keinginannya. Ia hanya ingin pergi dari sini. Atau kalau perlu ia mati saja.

Hugara semakin kegirangan mendengar kata-kata gadis itu, memang begitulah kemauannya.

"As your wish, Baby."

Kali ini Hugara mulai bertindak liar, dengan tergesa-gesa ia melucuti gaun gadis itu, kemudian menjamah tiap jengkal tubuh sintal gadis yang selama ini ia inginkan.

"Aku akan menghapus jejak si batu itu dari tubuhmu, Sayang. Akan ku buat kau hanya mengingat sentuhanku."

***

Lianscka menggerakkan tubuhnya perlahan, setelah kemarin seharian ia tak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali, pagi ini ia bangun dengan tubuh seperti habis dipukuli orang, sakit dan nyeri di beberapa bagian.

Di sebelahnya Hugara masih terlelap tidur, tampak tubuh lelaki itu sama sekali tak terbungkus selimut, Lianscka melirik tubuhnya sendiri, selimut tebal menutupi tubuhnya hingga bagian dada, gadis itu terkesiap menyadari apa yang terjadi kemarin malam.

Perlahan ia menuruni ranjang, berjalan tertatih ke kamar mandi, bagian sensitifnya terasa perih dan terbakar membuat gadis itu mengigit bibir bawahnya menahan sakit.

Ia menyalakan shower, membiarkan tubuh polosnya diguyur air dari shower. Gadis itu meringkuk dan mulai menangis. Sekeras apapun wataknya, ia hanyalah gadis lemah, kejadian kemarin malam adalah sebuah pelecehan baginya.

Banyak pertanyaan yang berputar di otaknya, namun ia sama sekali tak menemukan jawaban pasti.

Kenapa mahluk itu menginginkannya? Sebenarnya mahluk apa Hugara itu? Kenapa ia bisa menyerupai orang-orang yang Lianscka sukai? Dan apa hubungan mahluk itu dengan ibunya?

One Last BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang