Anna Brixo

2 1 0
                                    

"Sekali kau melepaskannya, maka kau akan kehilangan dia selama-lamanya." [Anna Brixo]

***

Hugara mendatangi rumah Albert ketika lelaki itu sudah terlelap tidur. Waktu yang tepat pikirnya, ia akan mulai menyerap jiwa lelaki saingannya itu. Tidak, ia tidak akan membuat Albert mati dengan mudah, lelaki itu akan dibuatnya lemah dari hari ke hari.

Karena kekuatannya mulai pulih, Hugara membuat dirinya tak terlihat oleh siapapun, perlahan ia mendekati Albert yang tertidur pulas.

"Kau bahkan tak perduli kemana Lianscka, huh? Dia bersamaku, akan selamanya menjadi milikku."

Hugara mulai berubah wujud menjadi mahluk mengerikan, kepalanya membesar dengan mulut bak pusaran angin yang akan menelan apapun. Perlahan ia menghisap kekuatan Albert yang membuat lelaki itu mengejang.

Mahluk mengerikan itu tertawa, melihat rivalnya menderita. "Mulai saat ini tubuhmu akan lemah, kau akan mulai sakit-sakitan!"

Albert terbatuk-batuk, sontak ia terbangun dan menutup mulutnya dengan telapak tangan.

"Sial, mimpiku buruk sekali!" Umpat Albert menetralkan pernafasannya.

Lelaki bertubuh kekar itu berjalan ke kamar mandi, ia akan mencuci mukanya.

Hugara mengikuti Albert, ia akan memberi peringatan agar lelaki itu jera.

Albert membasahi wajahnya di westafel, kemudian menyekanya dengan handuk bersih, namun saat itu melihat ke cermin bukan pantulan wajahnya yang ada di cermin melainkan wajah mahluk mengerikan yang seolah hendak keluar dari dalam kaca. Albert mundur beberapa langkah, ia seperti pernah melihat mahluk itu, tapi dimana?

Enggan berpikir terlalu jauh, Albert meraih alat bantu dengarnya yang tergeletak diatas wastafel, memutuskan lari, ia mengunci kamar mandi dari luar, kemudian berjalan cepat ke luar kamarnya. Namun saat ia melewati tangga, kakinya tiba-tiba tidak bisa digerakkan, Albert mematung di tangga, berkali-kali ia berusaha menggerakkan kakinya namun kakinya seolah di paku.

Lelah dengan usahanya yang terlihat sia-sia, lelaki itu memasang alat bantu dengarnya.

Albert berteriak memanggil adiknya, Anna. Gadis berusia 22 tahun itu terpongoh-pongoh keluar kamarnya...

"Ada apa, Al?" Tanya gadis itu melihat saudara lelakinya berteriak malam-malam.

"Kakiku, sepertinya kakiku kembali kambuh." Albert memilih berbohong, ia tidak mau adiknya ketakutan. "Bisa bantu aku turun?"

Anna Brixo menghela nafas, sejak kehidupan mereka berubah kelakuan saudaranya itu juga ikut berubah. Albert jadi misterius, bahkan terkadang aneh.

Gadis berlesung pipi itu membantu memapah Albert menuruni tangga. Meski agak kesulitan ia tak mengeluh sama sekali.

"Bisakah kau mengantarku ke rumah Henry?" Pinta Albert pada saudara satu-satunya itu.

Anna mendekatkan Albert pada sofa panjang berwarna hijau lumut agar lelaki itu bisa istirahat.

"Selarut ini?"

Albert memikirkan alasan yang tepat agar Anna mau mengantarnya ke rumah Henry.

"Kenapa tidak, dia dokterku."

"Dia dokter THT, Al." Anna mengingatkan.

"Bagaimana lagi, aku tidak mengenal Dokter lainnya." Balas Albert tak mau kalah.

"Kurasa lebih baik kita ke rumah sakit kalau memang menurutmu ada yang salah dengan kakimu." Putus Anna akhirnya.

Namun ketika gadis itu hendak kembali ke kamar untuk mengganti pakaian Albert langsung mencegahnya.

"Tidak ada yang peduli dengan pakaianmu, Anna. Aku sudah tidak tahan, sebaiknya kita pergi sekarang."

Usaha Albert berhasil, Anna mengalah, ia mengambil kunci mobil yang tergeletak di meja dan kembali memapah Albert menuju teras, kemudian gadis itu berlari ke garasi untuk mengeluarkan mobil.

"Bagaimana dengan dompetmu?" Tanya Anna setelah membantu Albert masuk ke dalam mobil.

"Kita ke rumah sakit tempat aku biasa checkup saja. Apa kau tidak mau mengantarku? Kau banyak sekali bertanya." Albert tak mau dibantah.

Anna memilih bungkam, kakaknya itu terkadang bisa jadi sangat menyebalkan dan seenaknya sendiri. Dia jadi penasaran bagaimana rupa gadis yang bisa tahan dengan kakaknya.

Gadis yang sehari-hari sibuk mengurus perusahaan yang dimodali oleh Albert itu memang lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, bukan apa-apa, jarak antara kantornya dan rumah mereka sangat jauh, jadi Anna memilih membeli Apartemen yang jaraknya dekat dengan kantor, ia hanya pulang sekali-kali saja ke rumah.

"Bagaimana perkembangan perusahaan?" Albert memecah kesunyian diantara mereka.

Anna mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang, ia pernah kecelakaan di malam hari karena penglihatannya sangat sensitif dengan lampu sorot mobil dengan arah berlawanan.

"Apa ada masalah?" Albert kembali bertanya.

Anna menggeleng, "semua baik-baik saja, kenapa setiap aku pulang ke rumah kau berfikir ada masalah di kantor?" Ia agak tersinggung.

"Aku hanya bertanya," kilah Albert.

"Oh, Ok. Fine." Anna mengalah. "Bagaimana dengan Lianscka? Aku tidak mendengar kau bercerita tentangnya sejak kemarin."

"Kami selesai." Albert menjawab dengan cukup lugas meski sebagian hatinya terasa sakit.

"Dan kau tidak berusaha mempertahankannya?" Anna sama sekali tak mengerti dengan saudara laki-lakinya itu.

"Saat aku akan mengejarnya kau datang, ingat?"

Gadis itu memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa berdenyut.

"Itu bukan alasan, Al." Anna benar-benar kesal dengan sikap kakaknya itu. "Sekali kau melepaskannya, maka kau akan kehilangan dia selama-lamanya."

Albert terdiam mencerna kata-kata adiknya itu. Anna benar, besok ia akan mencari Lianscka.

Tbc

One Last BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang