Part 5

84 2 0
                                    


Tiara Yang Bersinar

"Seseorang yang berhati malaikat"

Mataku terbuka, dan melihat cahaya yang sangat terang. Ternyata itu hangatnya sang surya yang sudah membangunkan ku.

"Hey, kamu sudah bangun?" seorang perempuan menatapku dan duduk di sampingku

"Kamu siapa?" aku mengusap mataku dan duduk di hadapannya

"Namaku Tiara, aku tadi liat kamu tidur disini. Emangnya kamu ngga punya tempat tinggal?"

(Menggelengkan kepalaku)

"Ikut aja yuk ke rumah ku!" tiara langsung membangunkan ku dan mengajakku berjalan ke rumahnya.

Aku merasa malu sekaligus aneh melihat tiara. Dia sama sekali tidak mengenalku tapi hatinya begitu lembut sehingga mengajak ku yang kotor dan menjijikan ini ke rumahnya, hatinya benar-benar seperti malaikat yang bersinar terang seperti cahaya.

Aku malu melihat tiara yang sangat tertutup dengan kerudungnya yang panjang, panjang kerudungnya hampir sampai memenuhi tubuhnya, belum lagi wajahnya yang tertutup dengan kain berwarna hitam, yang terlihat hanya matanya saja.Aku tidak sanggup memperkirakan betapa cantiknya seseorang yang saat ini masih menggenggam tanganku yang kotor ini, bahkan dia terus menuntunku seperti adiknya sendiri.

Aku sudah sampai di depan rumah tiara, rumahnya tidak terlalu jauh dari danau itu, rumahnya cukup mewah dan luas. Tiara terus mengetuk pintu dan memanggil ibunya dengan panggilan bunda, sudah sangat terdengar bahwa mereka adalah keluarga yang harmonis.Sementara aku hanya diam di belakangnya.

Tidak berapa lama kemudian pintupun terbuka, aku melihat seorang ibu yang masih kelihatan muda dan aku juga melihat bahwa tiara dan ibunya sudah seperti teman, ibu tiara kelihatan sangat manis dengan jilbabnya yang sama panjang hanya saja dia tidak memakai kain hitam di wajahnya seperti tiara.

Ibu tiara menyambut ku dengan sangat baik, ternyata di dunia yang kejam seperti ini masih ada keluarga yng sangat baik seperti tiara dan ibunya.Aku langsung di persilahkan untuk masuk ke kamar tamu, kamar yang cukup luas untuk ku tidur sendiri di sini, di kamar ini juga terdapat kamar mandi sendiri, dan ada lemari yang besar serta meja rias yang tertata banyak peralatan hias.

Tidak berapa lama aku selesai membersihkan tubuhku, aku duduk di meja rias dan melihat diriku yang jauh dari keluarga yang menyambutku saat ini. Tapi kenapa mereka mau menerimaku? Apa mereka seperti orang-orang di rumahku? Tapi ayahku sama sekali tidak membayar mereka, lantas kenapa mereka membantuku, apa alasannya?. Tiba-tiba saja pintu di ketuk, ternyata itu tiara yang ingin mengajaku makan bersama di meja makan nya.

Seumur hidupku baru kali ini aku merasakan hangatnya suasana meja makan, kami banyak bercerita, bergurau dan bercanda tawa, walaupun aku baru datang beberapa jam yang lalu tapi mereka benar-benar seperti keluarga bagiku. Ibu tiara memintaku untuk memanggilnya bunda, mereka hanya tinggal berdua karena ayah tiara sudah meninggal sejak dia berumur 15 tahun. Tapi ayah tiara benar-benar meninggalkan kehidupan yang layak untuk tiara dan bunda, mereka di tinggalkan dengan dua perusahaan besar yang berdiri kokoh dan megah di Jakarta ini, itulah sebabnya bunda tak pernah meninggalkan tiara untuk urusan apapun karena kedua perusahaan itu sudah di pegang oleh orang-orang kepercayaan ayahnya tiara yang setia sampai saat ini. Dan yang lebih hebat lagi, bahwa ayah tiara mampu meninggalkan tiara dengan prilaku yang sangat baik, mungkin hati malaikat yang bersinar seperti mutiara itu adalah warisan berharga dari ayahnya.

Wajah tiara terlihat sangat putih bersih saat dia tidak memakai kain hitam itu, hidungnya mancung dengan bulu mata yang lentik dan alis yang tebal. Mungkin karena dia menutup hampir semua tubuhnya, itulah sebabnya tubuhnya terlihat sangat putih dan bersih tanpa ada cacat sedikitpun. Tapi kenapa dia harus menutup semua kecantikannya bahkan hampir tak ada yang terlihat hanya matanya saja.

"Dinar, ke kamarku yuk! Aku mau kasih lihat ke kamu sesuatu"

Akupun mengiyakan, dan kami berdua meninggalkan bunda yang masih duduk di meja makan.

"Hati-hati dinar, di kamar tiara banyak kecoanya, karena dia anak yang males"

"Bundaaaaaaa" memeluk bundanya dan langsung pergi.

Aku tersenyum sekaligus iri melihat kebersamaan mereka, apa kabar dengan ibu?. Bu, andai kita bisa sedekat ini, aku pasti akan berpikir ribuan kali sebelum pergi meninggalkan ibu.

Aku benar-benar terpukau melihat kamar tiara, di sini banyak lukisan arab yang aku tidak mengerti maksudnya, kamarnya berwarna biru yang indah dan ada kamar mandinya juga, lemari yang sangat besar dan mewah, ada meja belajar dan ada meja rias nya juga. Aku ingin bertanya tentang tulisan-tulisan arab itu tapi aku malu dan lebih memilih mengurungkan niat ku itu.

Tiara mengajaku duduk di kasurnya yang besar dan empuk, tiara berbaring di atas kasurnya, dia bercerita tentang 3 tahun yang lalu ayahnya meninggal, berarti usia tiara saat ini 18 tahun, hanya beda 2 tahun denganku.

"Saat itu usiaku 15 tahun, aku sangat bahagia melihat bunda datang menjemputku, karena sudah bertahun-tahun bunda meninggalkanku di pesantren. Saat itu aku sedang bermain dengan teman-teman sekamarku, karena saat itu jam nya kami untuk istirahat. Aku tertawa riang, dan bergurau dengan mereka. Saat ustadzah memanggilku untuk bertemu dengan bunda, aku lari-lari bahagia karena saat itu memang bukan waktunya orang tua untuk melihat anaknya di pesantren. Biasanya hanya di izinkan untuk membesuk setiap tiga bulan sekali atau setahun sekali untuk mengajaknya pulang saat hari raya idul fitri. Tapi saat itu bunda ingin membawaku pulang, aku kecewa kenapa ayah tidak ikut menjemputku, tapi aku juga bahagia karena aku bisa bertemu dan langsung memeluk ayah. Tapi ternyata yang terjadi tak seperti yang ku bayangkan, ibu langsung memelukku dan menangis di pundakku saat kami masih dalam mobil, apa yang terjadi aku sendiri ngga ngerti, ibu memintaku untuk tetap kuat dan ikhlas. Ternyata ayah sedang terbaring lemah di rumah sakit, tubuh ayah benar-benar kaku dan dingin, kata ibu ayah ingin melihat ku, tapi saat aku datang ternyata ayah sudah tiada.Tubuh ayah ditutup dengan kain putih. Aku merasa separuh jiwaku sudah hilang, laki-laki yang paling aku cintai setelah Rasulullah, pergi meninggalkan ku. Kakiku sampai tidak lagi sanggup untuk berdiri, aku tak berdaya dalam pelukan ibuku sambil terus memanggil nama ayah di pusarannya, berharap dia akan bangun setelah melihatku. Tapi semua itu sudah menjadi takdir, dan aku yakin ayah ku akan bahagia di sana"

Tiara bercerita banyak tentang kehidupannya sambil meneteskan air mata, tiara bangun dan duduk sambil tersenyum melihatku, katanya aku ini sudah di anggap seperti adiknya walaupun belum lama di kenalnya. Aku langsung duduk dan memeluknya, aku berusaha menghapus air mata yang sudah banyak membasahi pipinya. Aku janji pada diriku untuk menjadikannya sebagai kakak ku dan menemaninya dalam apapun keadaannya, aku janji untuk bisa selalu menjaganya.

"Sekarang ayo cerita, kenapa kamu bisa tidur di tepi danau?" menghapus air matanya sambil tersenyum.

Rasanya tak salah kalau aku juga menceritakan bagaimana pahitnya hidupku, toh tiara sudah aku anggap seperti saudaraku sendiri. Tiara memperhatikanku dan terus menyimak ceritaku dengan baik, aku pun merasa nyaman karena seorang kakak yang berhati malaikat ini adalah orang pertama yang mau mendengar ceritaku. Dia mengusap pundakku yang hanya tertunduk karena tak kuasa menahan tangis.

"Setidaknya, kamu pernah merasakan betapa hangatnya pelukan ayah" aku tersenyum menatap tiara dan tiara tersenyum melihat ku.Kami saling menatap dan tersenyum, kami merasa beruntung karena kami dapat bertemu dan saling mengenal. Tanpa terasa lamanya kami bercerita, terdengar suara adzan.

Seuntai TasbihWhere stories live. Discover now