Part 4

81 3 0
                                    



Mereka Diam

"Menatap semua itu, seperti mimpi bagiku"

Keluar satu langkah dari rumah adalah hal yang berharga bagiku, saat aku turun dari atas pagar, aku melihat keindahan alam di depan mataku. Aku menarik napas merasakan sejuknya udara luar, hangatnya matahari pagi, semua ini seperti mimpi bagiku.

Aku berlari menjauh dari rumah itu. Aku sendiri ngga tahu kemana akan pergi, dan sejauh mana aku akan berjalan, yang pasti sangat jauh dari rumah itu. Setelah aku berjalan dan berlari cukup jauh, aku memandang semua orang yang ada di sekitarku, mereka memandangku dengan sangat keheranan, akupun begitu menatap mereka, karena mereka terlihat asing bagiku. ku menikmati setiap langkah yang aku lewati, menatap semua yang bisa dilihat oleh mataku.

Langkah kakiku membawaku pada sebuah jalan raya yang penuh sesak dengan kendaraan, baru kali ini aku benar-benar melihat jalan raya sekalian sama kendaraannya langsung di depan mataku, biasanya Cuma dari tv. Aku terus berjalan dan berhenti pada sebuah warung makan di pinggir kota, aku merasa lapar karena sejak pagi aku belum makan apapun.

Aku semakin lemas dan lelah, ternyata keluar dari rumah dan tidak punya tempat tinggal bukanlah hal yang bagus, tapi itu semua lebih baik daripada aku terus disiksa oleh ayahku. Aku melihat sebuah danau di pinggir jalan, aku langsung menuju ke tempat tersebut. Mataku tak henti-hentinya menatap keindahan yang tergambar jelas di hadapanku, walaupun di pinggir kota tapi danau ini benar-benar kelihatan indah, tanpa berpikir panjang aku langsung turun ke danau itu dan menikmati air yang di tanami banyak bunga-bunga kecil. Aku menari-nari riang di dalam kolam danau itu sambil menyiram-nyiramkan air ketubuhku dengan tanganku. Tanpa aku sadari apa yang kulakukan itu mengundang banyak perhatian orang di sekitar danau, mereka semua melihat ku dengan sangat aneh, mereka bilang aku ini orang gila.

Aku heran, apa yang salah dari yang ku lakukan, sampai dua orang laki-laki dengan seragam coklat muda menarikku ku dari dalam kolam danau, dan membawaku dengan mobil yang aneh, mobil itu bagian belakangnya terbuka dan ada tempat duduk yang luas. Aku dibawa ke sebuah kantor. Mereka menyuguhkanku dengan banyak pertanyaan.

"Apa yang kamu lakukan di danau itu?"

"Aku hanya main air saja"

"Apa kamu tidak tau telah merusak fasilitas kota"

"Emang kalian siapa? Memang kalian yang sudah membuat taman itu?"

"Kami ini petugas keamanan kota, kami yang bertugas menjaga keamanan kota. Kami akan ijinkan kamu untuk pergi, tapi kamu tidak boleh melakukan itu lagi."

"Baik pak"

Aku pergi dari tempat itu, aku semakin bingung mau kemana.Sudah seharian ini, aku belum makan, dan tidak tau mau tidur dimana karena aku tidak punya tempat tinggal setelah keluar dari rumah. Aku di bawah pohon yang besar, aku duduk melepas rasa lelah ku dan lapar yang ngga bisa di ajak kompromi. Aku melihat daun dan ranting di atas kepalaku, apa mungkin mereka mendengar dan tahu yang ku rasakan, tapi kenapa diam saja? Hmmm siapa yang bisa mendengarku, semua yang ku alami, dan semua yang ku ucapkan ataupun yang ku simpan dalam hati.

Matahari sudah hampir pergi, aku cepat pergi dan mencari tempat untuk bisa tidur malam ini, aku masih berpikir, apakah ada yang mendengarku dan tahu yang ku rasakan. Tiba-tiba saja ada seekor anjing yang melintas di hadapan ku, aku bertanya padanya "Hey, apa kau tahu yang aku rasakan?" si anjing itu terus menatapku dan melihatku dengan aneh, aku terus memperhatikan wajahnya, dan aku bertanya lagi "Kamu tahu yah, aku lapar, kamu bisa bagi aku makan?" si anjing terus diam saja, akupun berdiri tegak "Dasar anjing bodoh, dia hanya diam saja". Tiba-tiba si anjing menggonggong dan ingin memakan ku.Aku langsung lari tanpa mikir panjang lagi, semakin cepat akau lari, dia malah bisa lari lebih cepat dariku. Aku minta tolong sama semua orang yang aku temui di depanku, mereka juga diam saja sama seperti ibu dan ayahku atau semua orang yang ada di rumahku. Lama-kelamaan aku semakin ngos-ngosan, tapi si anjing itu terus lari dan mengejarku, ini ngga adil harusnya dia diam saat aku diam dan berlari lagi saat akusudah ingin lari lagi. Tidak ada pilihan lagi, aku langsung nyebur ke kolam lagi, walaupun aku takut di omelin sama bapak-bapak seragam coklat itu. Tapi aku sudah cape lari mulu.

Tragisnya, si anjing malah nungguin aku di pinggir kolam, mau sampe kapan aku terus-terusan di dalam sini, hari sudah hampir gelap. Saat hari benar-benar sudah gelap, si anjing pergi meninggalkan ku, mungkin dia sudah lelah menunggu. Akupun menarik napas lega, dan merebahkan tubuhku yang sudah kuyup di pinggir danau. Aku sudah tidak punya jalan lagi, semuanya terlihat buntu. Aku menatap langit yang terlihat sangat indah kala itu, aku menatap mereka secara langsung tanpa merasa terpenjara lagi, jeruji besiku sudah pergi jauh dari hidupku.

Rembulan itu seolah tersenyum padaku dengan sinarnya yang indah, bintang-bintang berkelip seolah menari dengan gemerlap cahayanya.Mereka semua seperti sedang menghibur diriku dari segala kedukaan yang selama ini aku rasakan.Tapi mereka tetap diam saja padaku, tolonglah sapa aku, aku ingin bicara. Hmmm, aku ingin bersandar pada sebuah penopang yang kuat, aku ingin bebagi kelelahan ku agar aku tak merasakan nya sendiri. Aku terus menatap dua cahaya yang selalu diam tanpa memberiku arti apa-apa, tiba-tiba saja aku melihat wajah ibuku tergambar jelas di langit yang gelap itu, wajahnya di hiasi lingkaran cahaya oleh bintang dan bulan, senyum ibu benar-benar menawan hatiku saat itu. Aku merindukannya, tanpa aku sadari air mata menetes dari dua kelopak mataku, ibu bicaralah, aku janji akan dengar cerita ibu. Atau aku saja yang bercerita.Aku mengalami banyak petualangan hari ini, aku lelah bu merasakan semua yang tak pernah aku rasakan sebelumnya, aku berjalan tanpa perlindungan dan tanpa arah yang jelas, aku mohon jawab bu, jangan lagi pura-pura tuli atau bisu.Dia diam, mereka diam, semuanya diam. Dunia ini sudah benar-benar tuli dan bisu. Aku menangis dalam kegelapan yang nyata di sekelilingku, aku bisa saja berteriak mengatakan semua pemberontakan dalam hidupku, tapi semua itu sudah tidak aku inginkan lagi, tidak akan pernah ada orang yang mendengarku, bahkan bayangan seorang ibu saja tidak sudi lagi mendengarku, mereka semua hidup dalam kepayahan, punya telinga tapi tak mau mendengar. Batinku terombang-ambing dalam lautan yang luas dan tak berujung, tak mengerti apa yang aku rasakan, aku hanya menangis dalam sakit di dalam hatiku.

Suasana malam terlihat menakutkan, tapi tak lebih menakutkan dari wajah ayah ketika marah dan memukulku. Aku mencintaimu yah, tapi tak bisa di pungkiri bahwa aku menyimpan kebencian yang telah menyatu dalam setiap luka yang kau buat sendiri.

Aku menghela napas panjang, itu lebih membuatku merasa tenang, karena aku merasa membuang sesak yang sangat dalam di dadaku, itu semua sudah lebih baik walaupun sakit itu akan datang kembali disaat aku tidak mau dia datang, dan dia akan terus menghantui disaat aku berjalan dalam lorong kesepian jiwaku.

Aku menatap kembali indahnya rembulan dengan pikiran positif, bahwa aku bisa bersinar seindah sinarnya, dan tertawa bahagia seperti bintang-bintang itu.

Seuntai TasbihWhere stories live. Discover now