#sorryfortypo
Author Pov
Suara musik yang bertendam keras sama sekali tidak menganggu duduk tenang Mark. Duduk dikursi bar ditemani botol-botol Brendy yang kosong diatas meja. Dia terlihat sangat menyedihkan dan kusut, kancing bagian atas bajunya dibiarkan terbuka, dasinya mengantung tidak karuan diatas leher, satu kamejanya dibiarkan keluar sedangkan yang lain masuk didalam celana kerja mahalnya, dia benar-benar tidak terlihat seperti seorang CEO yang sukses dan keadaan itu sudah berlangsung cukup lama. Entah berapa lama, Mark bahkan tidak tahu hari apa sekarang ini.
Mark mengangkat gelas kemulutnya dan menggeram marah saat hanya es yang meluncur dibibirnya, dia memindai botol-botol Brendy diatas meja dan semuanya sudah kosong di habiskannya, dia menghantam gelas kaca itu diatas meja dengan keras membuat semua orang yang berada di meja bar menatap langsung padanya.
"Bawa minuman sialan itu kesini!" teriaknya.
Orang-orang disana bergidik ngeri melihatnya, pemandangan orang mabuk yang marah merupakan hal biasa bagi orang-orang yang berada dibar, tentu saja, tetapi satu hal yang membuat mereka merasa ngeri, botol-botol alkohol sudah menumpuk diatas meja pria itu dan ini baru tiga jam semenjak kedatangannya ke bar.
Bartender memberikan botol minuman baru kepada Mark dan dengan kasar ia mengambilnya lalu meneguknya dengan tegukan besar tanpa repot-repot menuangkannya kedalam gelas yang sedikit retak akibat hantamannya tadi. Mata dan wajahnya sudah memerah, tubuhnya berteriak menolak mencerna minuman keras itu lagi tetapi Mark sama sekali tidak peduli, bahkan jika akhirnya itu akan membunuhnya.
"Aku tidak mau melihatmu lagi. Jangan pernah menemuiku lagi! Melihatmu terlalu menyakitkan untukku!"
Mark menutup matanya dengan sedih saat potongan-potongan adegan dan kata-kata Emily Jumat malam kembali menghantuinya, dia menjatuhkan wajahnya diatas meja lalu membiarkan kedua lengannya menutupinya.
"Kau tidak tahu bagaimana sakitnya diriku, bagimana menderitanya diriku karenamu"
"Kau adalah segalanya bagiku saat itu dan kau menghancurkannya"
Dia menggeleng dengan sedih, dia bisa merasakan betapa sakitnya gadis itu, tubuhnya terlihat rapuh walaupun dia berteriak sekuat tenaga kepada Mark, tangannya yang mengepal disamping tubuhnya, air mata pedih yang memenuhi pipinya. Ya Tuhan, dia benar-benar mengacau.
Mark menarik dasinya yang sudah kusut dengan kasar lalu menjalankan tangannya kerambutnya yang berantakan dengan frustasi, dia ingin menemui gadis itu dia ingin menemui Emily-nya,"Jangan pernah menemuiku lagi"
Tapi kata-kata yang dikeluarkan gadis itu membuatnya takut, dia takut akan ada kata-kata yang lebih menyakitkan yang akan gadis itu keluarkan dari bibir manisnya untuk membuatnya pergi dan tidak menganggunya, dia tidak mau. Dia tidak mau.
Mark meneguk kembali minumannya dan menumpahkan sebagian dibajunya, tidak repot-repot untuk membersihkan, dia tidak peduli.
Sebuah tangan dengan kuku panjang melintasi dibelakangnya dan menuju bagian depan tubuhnya, tangan Mark dengan sigap menangkap tangan itu.
"Pergi!"Gadis dengan lipstick merah pelacur itu menyeringai padanya, dia melepaskan tangannya dari genggaman tangan Mark lalu membiarkannya menelusui sisi kanan leher Mark kukunya yang panjang mengores leher Mark dan wanita itu mendekatkan mulutnya ditelinga "Kau basah sayang, sebaiknya kita melepaskan bajumu disuatu tempat" bisiknya dengan lembut.
Darah naik dikepala Mark, bulu badannya berdiri karena kemarahan yang meluap, dia merengut tangan wanita lipstick merah itu dari lehernya dengan cengkraman kuat.
"Jangan cari masalah denganku!" dia meludah
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Leave Me
RomanceEmily Osment sudah pernah merasakan yang namanya sakit hati selama hidupnya. Itu terjadi ketika dia baru saja masuk perguruan tinggi. Dia memergoki kekasihnya sedang asik berhubungan bercinta di tempat tinggal kekasihnya. Tujuannya ialah ingin membe...