Aku terbangun dengan kaget, duduk tegak di tempat tidur, dan mengerutkan kening ketika aku menyadari bahwa aku sendirian. Mataku menyesuaikan diri dengan suasana gelap kamar. Dimana aku? Aku langsung terjaga saat itu juga. Ah, benar aku dirumah Mark. Aku melirik jam disamping tempat tidur dan mendesah pasrah saat kuliat jarum jam menujuk angka 5 disana. Berbaring terlentang diatas kasur, aku menatap langit-langit kamar ini. Aku mendesah panjang, aku tahu rencana Mark si brengsek seperti apa. Dia akan menahanku untuk satu malam lagi disini. Aku mengeryitkan dahiku saat kurasakan sengatan sakit hati yang tiba-tiba muncul di dadaku membuatku tertawa miris rasanya seperti deja vu. Bahkan sampai saat inipun dia masih licik. Aku tahu kalau baju yang dia katakan untukku tidak akan datang hingga besok pagi. Dia sudah pernah melakukan ini sebelumnya.
5 tahun lalu
"Tinggallah untuk satu malam" aku mengerutkan dahi pada kata-kata itu. Aku memiringkan kepalaku kesisi lain masih menatapnya dengan aneh. Aku mendengus dengan pelan kearahnya mencoba untuk tidak tertawa terhadap kata-katanya. Apa? Bermalam untuk satu malam lagi?
Kami bahkan hampir menjadi orang asing walaupun kenyataannya orang tua kami bersahabat dan tidak jarang kami bertemu hanya untuk sekedar makan malam bersama. Aku tidak mengenal pria ini setidaknya-tidak secara pribadi. Dan tentu saja aku tidak akan bermalam di apartementnya untuk malam ini lagi, hampir 24 jam aku disini tidak pernah melihat dunia luar hanya karena menunggu baju yang dia janjikan.
Aku tahu, aku cukup berterima kasih padanya karena sudah membawaku kesini ketika aku tidak sadarkan diri karena Alkohol. Vanessa dan teman-temannya yang berlebihan sudah berhasil membuatku mabuk tadi malam."Emily?" Mark memanggil namaku ketika aku hanya terdiam ditempatku. Aku tersenyum sopan "Aku rasa aku tidak bisa melakukan itu" ucapku sesopan mungkin. "Aku hanya perlu baju yang kau pesan Mark dan aku akan mengganti uangmu saat aku tiba diapartementku."
Dia memesan baju untukku karena tidak mungkin menggunakan baju yang terkena muntah menjijikan di keranjang kotor kamar mandinya. Dia mengangkat alisnya "Kau hanya bermalam tidak ada yang lain" dia menyeringai dan bel apartementnya berbunyi. Dia mengeryit lalu tersenyum kearahku "Kuharap kau menyukai masakan China" dia bangkit menuju pintu dan kembali dengan dua paper bag berisi makanan.
"Aku tidak punya pembantu yang siap setiap hari. Jadi hanya ini yang bisa kulakukan untuk makan malam" dia mengangkat bahunya dan menuju kearah dapur. Mark meletakan paper bag makanan diatas meja dan aku dengan kesopanan yang sudah orang tuaku tanamkan mengajukan diri untuk membantunya menyiapkan makan malam kami.
"Jangan. Biar aku saja, bawa saja pantatmu itu ketempat duduk dan diam disana" aku memerah pada kata-katanya. Dia pasti sudah sering mengatakan itu pada gadis lain karena dia sama sekali tidak malu saat mengatakannya.Dia menyiapkan dua piring dan mengeluarkan makanan dari tempatnya, Dia memberiku sumpit dan aku mengigit bibirku dengan gugup. Aku tidak tahu cara menggunakan benda panjang itu.
"Makanlah" perintahnya saat aku tidak juga memakan makan malam kami. Aku menyipitkan mataku dan bergerak tidak nyaman dikursiku.
"Hmm Mark?""Ya"
"Aku butuh garpu" aku tersenyum malu pada tatapannya yang menatapku heran "Aku tidak bisa menggunakan sumpit dengan benar"
Dia melemparkan kepalanya kebelakang tertawa keras dan aku merasa tersinggung oleh tawanya itu. Pria menyebalkan, apa salahnya jika tidak bisa menggunakan sumpit? Sumpit hanya untuk orang China.
"Jangan menertawakanku" aku cemberut kearahnya dan sebisa mungkin dia mengendalikan suara tawanya itu "Oke-oke. Maafkan aku" dia bangkit dari kursinya dan memberikan garpu padaku. Aku berterima kasih padanya dan mulai makan makananku.
"Ini Lezat" Aku tersenyum kearahnya "Bagus jika kau menyukainya. Habiskan makananmu" aku mengangguk dan melihatnya berjalan menuju kulkas dan mengambil jus jeruk dan air mineral. Mark duduk kembali di kursinya dan memberiku minum. Aku mengucapkan terima kasih padanya dan langsung meminum jus jerukku. "Seriusan Emily, jangan lakukan itu lagi"
Aku mengeryitkan dahiku "Apa?" dia menggelengkan kepalanya sedikit kesal lalu menatapku dengan serius "Aku punya asumsi kalau kau tidak bisa menoleransi alkohol yang masuk kedalam tubuhmu?" aku mengangguk membenarkan, Alkohol membuatku lemah dan karena alasan itulah aku disini.
"Jangan minum alkohol lagi. Setidaknya jangan ketika aku tidak ada didekatmu" aku membuka mulutku dan kembali mencoba memproses kata-katanya lagi. Sepertinya pria ini jago membuatku berpikir karena mulutnya. Aku menggelengkan kepalaku dan mengangguk setuju, aku tidak tahu apa yang akan aku katakan. Lagi pula aku tidak akan menyentuh minuman itu lagi; jadi pria disampingku ini tidak perlu ada disekitarku lagi. Aku sekarang penasaran kenapa dia begitu semangat ingin membuatku terjebak di apartementnya yang indah. Aku tahu dia tidak akan melakukan hal aneh padaku, mengingat orang tua kami yang akrab. Dia akan khawatir aku akan melapor pada orang tuaku.
Apa aku akan melakukan itu? Tentu tidak. Aku bukan anak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Leave Me
RomansaEmily Osment sudah pernah merasakan yang namanya sakit hati selama hidupnya. Itu terjadi ketika dia baru saja masuk perguruan tinggi. Dia memergoki kekasihnya sedang asik berhubungan bercinta di tempat tinggal kekasihnya. Tujuannya ialah ingin membe...