Part 2

22.8K 1.2K 94
                                    

Emily sedang bersenandung ria sambil mendengarkan lagu lagu yang diputar di Ponselnya sambil membersihkan karpet tebal diruang nonton apartementnya. Mulutnya terus saja mengeluarkan lirik lirik lagu untuk mengikuti alunan musik itu, sampai akhirnya nyanyiannya terhenti karena deringan telepon masuk diponselnya. Emily melihat Caller ID di layar ponselnya dan senyuman langsung saja mengembang di bibirnya "Hallo Mom" katanya riang

"Em, nanti siang kau datang mengunjungi rumah bukan? Sesuai janjimu."

Emily menganggukan kepalanya sambil tersenyum "Yes Mom."

"aku harapa kau tidak membatalkannya lagi" Emily tertawa saat mendengar suara mengancam ibunya.

"Yayaya, itu tidak akan terjadi lagi" jawabnya.

"Kau tahu, ayahmu sudah hampir gila karena begitu merindukanmu"

"Lalu, kenapa tidak kalian saja yang datang mengunjungiku?"

"Cih, kau tahu bagaimana sifat ayahmu. Dia terlalu gengsi mendatangimu untuk hanya sekedar melepas rindu. Katanya, kau yang harus datang mengunjunginya"

"Ah, ayah. Selalu saja seperti itu"

"Sudahlah. Jangan lupa janjimu oke? Ibu tutup telponnya! Bye Em"

"Bye Mom"

Emily melihat layar ponselnya sekali lagi lalu menaruhnya diatas meja. Dia kembali meraih vacum cleaner nya tetapi belum sempat dia menyalakan penyedot debu itu bel apartemennya berbunyi, Emily mengeram kesal "Siapa sih itu? Kalau begini pekerjaanku tidak akan selesai"

Emily mengentakkan kakinya sambil menyumpahi siapa saja yang berada dibalik pintu apartemennya. Dia sudah tidak peduli dengan intercom, bodoh sekali siapa diluar. Kalau saja ketika dia membuka pintu yang muncul adalah wajah sahabatnya berserta pacarnya, ingatkan dia untuk menjambak rambut indah sahabatnya itu sampai plontos.

Emily membuka pintu sambil bersekap satu tangan, bersiap untuk memarahi siapa saja itu, tetapi belum sempat suaranya keluar dari bibirnya tubuh Emily membeku. Bagaimana bisa?

***

Emily Pov

"Sialan, ternyata memang kau" aku membulatkan mataku saat melihat siapa yang berdiri didepan pintu apartemenku, kakiku secara otomatis mengambil langkah mundur kebelakang. Bagaimana mungkin?

"Ap-apa ya-yang kau lakukan disi-sini?" aku bertanya gagap. Dia benar benar membuatku kaget setengah mati.

Kakinya maju untuk masuk kedalam apartemenku membuatku tersadar kalau seharusnya tadi aku mengunci pintunya.

"Kau berbohong padaku!" Mark berkata dengan sedikit keras.

Aku menggelengkan kepalaku, cukup takut hanya melihatnya diapartementku.

"Ke-keluar"

"Kenapa kau berbohong kepadaku?!" dia berteriak kali ini.

"Ti-tidak" aku menjawabnya.

Dia mengeram "Kau sudah tertangkap sayang, berbohong tidak ada gunanya lagi untukmu"

"Ka-kau, keluar dari disini!" teriakku ketika melihatnya semakin mendekat. "Jika kau menyentuhku sesenti saja, aku akan memanggil petugas keamanan"

"Kenapa kau berbohong?"

Aku menggelengkan kepalaku tidak ingin mendengarkan kata katanya, aku menunjuk pintu "Keluar!" kataku dengan tegas

"Tidak! Sebelum kau jelaskan padaku kenapa kau berbohong Emily? Kau tahu aku paling benci jika seseorang berbohong kepadaku?"

Aku kembali mengambil langkah mundur saat dia maju kearahku lagi, aku tidak punya pilihan apa apa lagi, jika aku mundur aku hanya akan menyentuh dinding dan sofa.

Don't Leave MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang