Chapter 11

1.2K 66 1
                                    

"Bisa nggak sih lo lembut dikit ke gua"

"Nggak!!"

"Kalau lo nggak mau nikah sama gua, gua sumpahin lo jadi gadis tua!!"

Airin yang semula berjalan menjauhi Dominio mengerem mendadak lalu berbalik menatap kesal pria jangkung tersebut, tanpa aba-aba Airin mengambil kaleng bekas softdrink lalu melemparkannya ke arah Dominio.

"Oke yes!!!"

Airin menepuk dadanya bangga karena lemparannya tepat sasaran, Jinan yang melihat hal tersebut hanya menggeleng pasrah Airin dan Dominio tidak lebih seperti kucing dan anjing yang selalu bertengkar dia tidak habis pikir apa jadinya jika mereka berumah tangga mungkin setiap hari ada satu lusin piring yang pecah.

Jinan menatap dari luar, setiap melihat gaun pengantin tersebut ia merasa sedih dia tidak tahu mengapa ia seperti itu tapi ia yakin ini pasti ada kaitan dengan kematiannya.

"Lo baik-baik aja kan?"

Airin berdiri di sampingnya ikut menatap gaun yang terpasang di sebuah manekin.

"Entah kenapa gua ngerasa sedih tiap ngeliat gaun ini"

"Apa mungkin lo adalah calon pengantin yang mati sebelum acara pernikahan? Kalau benar mungkin gaun ini bisa kasih sedikit petunjuk"

Airin segera masuk ke dalam butik lagi bertanya kepada si pelayan tadi tentang gaun yang di pajang.

"Benar 3 minggu yang lalu ada seorang wanita yang datang ke butik kami dan memesan gaun tersebut tapi entah kenapa pihak keluarga tiba-tiba membatalkan pesanan "

"Dibatalin? Kenapa pihak keluarga tiba-tiba ngebatalin pesanannya"

"Keluarga tidak ingin menjelaskan alasannya mereka hanya membatalkan dan mengganti uang kompensansi"

"Bisa liat daftar pengunjung pada hari itu nggak mbak?"

"Maaf tapi kami tidak bisa, itu privasi pelanggan kami"

Pelayan itu segera berlalu, Airin menatap Jinan yang tampaknya kecewa padahal sedikit lagi dia akan tahu identitas dirinya yang sebenarnya.

"Udah nggak apa-apa"

Mereka segera keluar, Jinan bertanya kemana Dominio pergi tapi Airin malah menjawabnya dengan asal "udah gua usir pake jampi-jampi".

Hari ini mereka memutuskan untuk pulang ke rumah, Airin berjalan mencari halte bus yang searah dengan jalan ke rumahnya. Airin memandang langit, mendung tapi kali ini mendungnya beda. Dia menatap dari arah barat semburat warna ke-emasan dan dari timur sekelebat awan hitam yang menggulung, Airin menggidikkan bahu tanda tidak peduli mungkin cuman fenomena alam yang biasa sampai matanya menatap seorang anak kecil di seberang jalan yang tengah menatapnya juga. Airin terus menatap anak yang memegang boneka itu sampai ia melihat sesuatu, sesuatu yang tidak biasa yang berada di belakang anak kecil bergaun merah.

"Dek awas!!!!"

Airin berteriak yang membuat beberapa orang sedang menunggu di halte menatapnya aneh. Airin sadar bayangan hitam anak itu bukanlah bayangan kematian melainkan roh jahat yang berusaha mencelakainya. Airin berlari yang membuat pengguna jalan yang tengah lalu-lalang mengerem mendadak untuk menghindari kecelakaan, beberapa orang bahkan meneriakinya dengan wanita gila tapi persetan dengan semua itu Airin hanya ingin menyelamatkan gadis kecil.

Tepat saat Airin memeluk tubuh gadis kecil itu sebuah petir menyambar tubuhnya yang membuat dirinya terpental sambil terus memeluk erat untuk memastikan tubuh mungil yang ia peluk tidak kenapa-napa.

Ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya tapi itu tidak lama karena ia segera bangun dan mendapati kerumunan orang di dekatnya.

"Mbak ini sudah gila yah?"

"Untung lo cewek, kalau nggak udah gua gamprat"

"Dasar cewek aneh!"

Begitulah kata-kata yang orang lontarkan untuknya, tidak ada yang bertanya apakah ia baik-baik saja sampai sebuah tangan terulur Airin menatap dan bisa ia temukan di antara kerumunan orang yang memakinya ada satu orang yang tersenyum dan itu Devian.

Airin mengelus puncak kepala gadis kecil yang sedang ia pangku berusaha menenangkan agar gadis itu tidak menangis.

"Lo ngapain tadi guling-guling di jalanan?"

Tanya Devian sesaat ia meletakkan kopi espresso-nya.

"Lo nggak liat apa gua tersambar petir Dev"

Devian tertawa mungkin sanking lucunya ia bahkan memegang perutnya.

"Duh Airin! Gimana mau petir orang tadi cuacanya cerah dan kalau lo emang tersambar petir badan lo udah gosong daritadi"

Airin berusaha mencerna apa yang barusan Devian katakan, ia berpikir yang di katakan Devian mungkin betul karena lihat? Ia dan tubuhnya baik-baik saja. Airin menghela napas, lagi dan lagi ia mengalami sesuatu yang buruk dan soal masalah petir itu memang terjadi hanya saja manusia normal seperti Devian tidak bisa melihat hal gaib yang ia alami dan menganggapnya sebagai lelucon yang menggelikan.

"Adik kecil, nama kamu siapa?"

"Quinza"

Airin tersenyum dan Devian malah menganga tidak percaya dengan perubahan Airin. Dia tidak bisa menemukan sosok Airin yang seperti biasa berbicara keras dan mungkin tidak ada lembut-lembutnya sama sekali tapi saat ia di hadapkan oleh anak kecil dia bersikap keibuan yang penuh kasih sayang.

"Kamu kok main di jalan, orang tua kamu kemana?"

Quinza tidak menjawab melainkan terus mengelus rambut boneka yang sedari tadi ia mainkan. Airin menatap boneka bergaun putih sambil terus mencari apa yang salah sampai ia terlonjak kaget saat mata boneka itu berputar menatapnya penuh dengan dendam.

"Hentikan atau kau akan menyesal!"

The Doll : The Terror of DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang