BAB 8

39 2 1
                                    

Keesokan harinya

Gia sedang memakai dasinya. Tiba tiba dia mendengar suara motor Gio. Gia pun mengintip dari jendela kamarnya. Dia melihat Gio yang sedang memakai helmnya. Tak lama Gio pergi dari rumahnya. Gia hanya menghela nafasnya.

Dia merasa hampa sekarang. Dia merasakan kehilangan momen bareng Gio. Dia pun segera mengambil tasnya. Lalu pergi dari kamarnya.

Di sekolah

Gia sedang duduk di kursinya. Dia menatap sebelahnya. Bangku itu kosong, biasanya juga ada Gio disana sambil bercanda bareng teman temannya. Tapi kini hanya tinggal tasnya doang. Dia pun menghela nafasnya. Kali ini dia memang merasa sendiri.

Istirahat

Gia masih mengerjakan tugas. Dila pun menatap Gia.

"Gia kantin yuk!" ajak Dila.

"Gak deh Dila. Gue lagi ngerjain tugas." jawab Gia.

"Ya udah deh gue pergi kekantin dulu ya."

"Ya."

Dila hanya memandang Gia. Dia tau sekarang kenapa Gia sedikit berubah. Masalahnya itu, Gio.

Dila pun segera pergi dari kelasnya. Gia menatap kepergian Dila.

"Maaf Dila. Alasan gue adalah ingin hindari Gio. Gue gak ingin terjadi sesuatu sama hubungan mereka. Cukup dengan gue menjauh seperti ini, gue rasa ini yang terbaik." ucapnya dalam hati.

Gia pun mulai kembali mengerjakan tugasnya.

###

Beberapa bulan kemudian...

Di sekolah

Gia sedang mengobrol dengan Dila. Gio masuk ke kelasnya. Dia duduk di tempatnya. Gia hanya terus mengobrol tanpa mau melihat dirinya. Gio merasa heran. Lalu dia memanggil Gia.

"Gia...?"

Gia berbalik menatap Gio. Gia hanya menatapnya. "Ada apa?" tanyanya.

"Hmm... Lo.." ucapnya tergantung ketika terdengar bel masuk berbunyi.

Saat Gio ingin melanjutkan berbicara, Gia sudah sibuk dengan buku pelajaran. Akhirnya Gio pun terdiam. Tak lama kelas pun dimulai.

Istirahat...

Gia sedang mengerjakan catatan. Gio menatap kearah Gia. Saat dia mau bicara, tiba tiba datanglah teman teman mereka. Gio pun mengurungkan niatnya itu.

Tak lama, Tiwi masuk ke kelas Gio. Semua menatap Tiwi penasaran. Gia melihat Tiwi masuk. Lalu dia mengalihkan pandangannya. Dia mulai menulis catatannya lagi.

Tiwi tersenyum ke Gio. Lalu Gio berdiri. Mereka jalan beriringan menuju ke luar kelas. Gia melihat itu semua. Tapi, dia langsung mengalihkan lagi pandangannya. Tapi, hatinya tak selaras dengan jalan fikirannya. Bohong kalau dia tak mengakui dirinya sedikit cemburu dan sakit hati. Gia hanya bisa menghela nafasnya.

Pulang sekolah..

Gio sedang duduk di motornya. Tiwi pun langsung menghampirinya. Gio langsung tersenyum menatap Tiwi.

"Kita jadikan jalan jalannya?" tanya Tiwi.

"Bisa besok gak. Soalnya aku mau pulang bareng Gia. Udah lama aku gak pulang bareng dia. Kamu bisa pulang sendirikan?" ucap Gio.

Tiwi langsung cemberut. Lalu dia melipatkan tangannya. "Gia lagi. Gia lagi. Gia lagi. Sampai kapan sih! Kamu tau gak, kita ini pacaran. Kenapa kamu masih mentingin si Gia dibanding aku pacar kamu?" ucap Tiwi marah.

"Maaf Tiwi. Soalnya kita udah lama gak ngobrol. Dia kayak selalu menghindari aku. Kamu  taukan, Gia itu udah aku anggap sebagai adik aku. Jadi... tolong pengertian kamu." jawab Gio.

"Aku gak mau. Kamu itu milik aku. Pacar aku. Titik!" ucap Tiwi.

Gio pun menghela nafasnya. "Yaudah. Ayo kita jalan jalan." ucap Gio pasrah.

"Gitu dong." jawab Tiwi.

Gio sedikit jengkel dengan Tiwi. Ternyata selama ini dia salah menganggap Tiwi itu baik, nyatanya enggak sama sekali. Tiwi itu egois, mau menang sendiri dan masalah yang lainnya. Gio bukanlah pengecut kalau masalah dengan Tiwi, dia malas aja buat masalah baru. Lebih baik dia mengalah.

Tapi, ini keterlaluan. Tiwi terlalu cemburuan menyangkut dengan Gia. Disaat Gio ingin menemui sahabatnya, dia malah gak diberikan izin. Tapi Gio gak pernah marah saat melihatnya bertemu dengan teman cowoknya. Gio sudah muak dengan ini semua. Dia sudah muak!

Malam harinya..

Gio menghubungi Gia. Sambungan telepon terdengar. Lalu tak lama telepon diangkat.

"Halo, ada apa?"

Sungguh Gio kangen suara Gia yang seperti ini. "Bisa kita bicara. Gue kangen lo." ucap Gio.

Terdengar suara diseberang telepon sunyi. "Oh... Yaudah. Di tempat biasa aja. Oke."

"Ya." jawab Gio.

Sambungan teputus. Gio pun segera bersiap.

Di taman
Di tempat warung sate

Gio masih menatap Gia dengan tatapan kerinduan. Udah lama sejak dirinya terakhir kali menatap Gia seperti ini. Sejak pacaran dengan Tiwi, perhatiannya hanya tercurahkan untuk Tiwi. Dia gak sadar kalau dia masih punya sahabat yang selalu ada untuknya tapi malah dirinya yang tak selalu ada untuknya. Gio pun menghela nafasnya.

Gia menatap Gio. Dari raut wajahnya sepertinya dirinya banyak pikiran. Gia pun bertanya,

"Kenapa ajak kesini? Biasanyakan lo malah asyik ajak jalan sama Tiwi. Tapi, kayaknya ada masalah ya?"

"Ya. Gue baru sadar sekarang kalau ada orang yang gue abaikan. Dia berarti banget untuk gue. Tapi, karena gue terlalu bodoh, dia cukup menderita di posisinya." jawab Gio sambil memandang Gia lekat.

Gia bingung dengan ucapan Gio. "Maksud lo?" tanyanya.

Gio tersenyum. "Lo sadar gak sih kita udah beberapa bulan gak kayak gini. Sejak gue jadian, lo menjauh perlahan lahan. Apa lo masih marah?" tanya Gio.

"Gue gak marah kok. Cuma gue tau diri. Gak seharusnya hubungan kita seperti lo sebelum punya pacar, ya harus berubahlah. Kenapa, pacar lo cemburu?"

"Mungkin." jawab Gio.

"O.. yaiyalah gue juga kali cemburu kalau ada diposisi dia. Karena itulah gue jauh dari lo. Supaya kalian bakalan bahagia. Eh.. taunya sama aja." ucap Gia sambil tertawa.

Gio hanya tersenyum. Mereka pun terdiam kembali.

"Gue kayaknya mau putus sama dia, Gia." ucap Gio tiba tiba.

Gia mentap Gio heran. Gio juga menatap Gia.

"Kenapa?" tanya Gia.

Gio menghela nafasnya. "Dia egois, cemburuan, gak mau ngalah dan lainnya. Bahkan dia gak tau kalau gue tau dia selingkuh dibelakang gue. Sebab itu, gue udah gak tahan lagi." ucap Gio.

Gia menatapnya. Gia pun mengusap pungung Gio.

"Udahlah. Kalau itu jalan yng terbaik buat lo, lakukanlah. Tapi, lo pertimbangin lagi kalau perlu. Oke. Jangan sedih gitu dong. Ingat ada gue disamping lo." ucap Gia menenangkan Gio.

Gio tersenyum menatap Gia. Gia juga tersenyum. Lalu Gio mencubit gemas pipi Gia. Gio tertawa kencang sedangkan Gia cemberut. Lalu tak lama Gia pun tertawa.

Gio yakin apa yang akan dia pilih akhirnya adalah keputusan terbaik.

###

Vote dan komentarnya ya...

Gio dan GiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang