Pantai itu begitu menenangkan. Warna senja yang semerbak memantul bayangan pada lautan terasa senyap. Tanganmu menggandengku begitu erat, dan aku tak ingin kau melepaskannya.
Aku dan kau berjalan beriringan dipinggir pantai. Sesekali tersenyum satu sama lain tanpa mengatakan sepatah kata pun. Entah sebenarnya mau kemana, tapi aku benar-benar menyukainya.
Pikiranku begitu tenang, dan otakku menyusun kebahagiaan, mimpi-mimpi, dan keinginan lain dengan baik. Jejak kakimu begitu rapi, membentuk jalinan rantai yang kuanggap seperti kisah romantisme kita.
Aku terguncang oleh kesadaran hebat sebab tanganku kau tarik begitu kuat. Kau berlari dengan senyuman terarah padaku. Sampai aku terantuk ikut berlari bersama mu.
Candaan seperti inilah yang kuanggap menjengkelkan. Jengkel tapi menyenangkan. Dan aku menyukainya.
Aku terjatuh karena kau entah sengaja atau tak sengaja melepas genggamanmu begitu saja. Tersungkur di pasir putih yang halus dengan dada duluan mendarat.
"Maafkan aku!" Katamu menjerit.
Aku diam masih menunduk mencium pasir. Kau jongkok disampingku, menggenggam tanganku lagi. Aku mendongak, memperlihatkan wajah memelas padamu.
Kau tersenyum menampakkan deretan gigimu. Bukannya membantuku untuk berdiri kau malah ikut berbaring disampingku.
Aku membenarkan posisiku. Berbaring lurus dipasir pantai yang kemiringan nya cukup nyaman untuk terlentang.
"Lee Taeyong, kau suka pantai?" Tanyamu dengan lembut. Memandangku bak hanya seorang aku lah yang dapat membuatmu merasakan hal tenang semacam ini. Aku tahu betul. Kau menyukaiku.
Bukan.
Kau mencintaiku.
Sudah berulang kali aku mendengarkan kau mengatakan hal yang membuatku malu bukan kepalang itu. Kata-kata sakral yang membuat degupan jantungku tak sehat. Kata-kata sakral yang membuat ku lagi-lagi menyembunyikan wajahku dalam dekapanmu.
Kau tau betul begitu aku merasa malu, yang kulakukan hanyalah bersembunyi. Bersembunyi untuk membuang wajahku yang kekanak-kanakan. Dan kau selalu, siap sedia, ketika aku merasa malu kau merentangkan kedua tanganmu dan memberiku tempat untuk bersembunyi.
Aku merasa nyaman dalam dekapanmu. Merasa aman. Dan tidak ada lagi yang dapat aku minta kecuali kau.
"Iya, aku suka." Lirih kukatakan. Gelap jatuh begitu cepat. Warna oranye yang mendominasi pada langit dan lautan telah hilang menjadi hitam. Hanya rembulan yang menerangi kita berdua. Hembusan angin malam dan pasir putih melengkapi percakapan kita.
"Apa yang kau sukai dari pantai?" Pandanganmu menelisik jauh dalam mataku. Berisyarat ingin mengeruk semua informasi terkait diriku.
"Banyak," Aku menaikkan alis ku, tak membuang tatapan ku sama sekali. Masih bertemu dengan mata sejuk yang membuatku tenang bukan main.
Aku tersenyum selagi kau hanya memberi respon balik dengan mengangkat kedua alis mu. Sinyal lucu yang dapat aku rasakan.
Aku terduduk lalu memandang kedepan. Mencari celah agar tak terlihat salah tingkah di depanmu. Berulang kali menghembuskan napas dengan keras agar kau berhenti menatapku seperti itu. Aku masih bisa merasakannya. Iya, tatapan itu.
Aku memeluk kedua lututku. Menumpukan dagu pada celah dikeduanya. Memandang pasir yang berdesir karena angin.
"Berhentilah memandangku seperti itu," ujar ku. Aku sudah tak bisa menyembunyikannya lagi."Kau butuh tempat bersembunyi?" Kau penggoda yang handal. Dan aku benci itu. Dan semakin aku membencimu semakin aku menginginkan dirimu.
Suara ombak adalah satu-satunya yang memecah perbincangan kita berdua. Bak rasa rindu yang menarik ulur perasaan seseorang. Datang sangat besar mengajak untuk berselancar, tetapi rasa rindu tetaplah sukar untuk dikendalikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wave
Hayran KurguWave; A Jaeyong Fanfiction by shaphireavox Jika rindu adalah ombak, Maka aku tenggelam hari ini