Aku tergopoh-gopoh menaiki bukit dengan susah payah menuju kepuncak.
Tak terasa diriku sudah berada didalam gereja yang tidak terlalu besar bangunannya dan tak merasa asing dengan suasana ini entah dimana. Terlihat sesosok gadis remaja duduk pada bangku kedua dari depan sedang khusyuk berdoa.
Aku melangkah mendekatinya. Setibanya, aku sadar bahwa gadis remaja itu adalah Shania Junianantha. Shania menyadari kehadiranku.
"Shan, gimana rasanya mati?" Tanyaku.
Shania tersenyum.
Kemudian ia mengucapkan satu kalimat yang singkat namun sarat makna. Namun aku tak dapat mendengarnya dengan jelas.
Braaaaakk...
Aaauuu..
Kurasakan sakit pada sekujur tubuhku dan menyadari bahwa aku sudah berada dilantai akibat terjatuh dari kasurku. Veranda pun terlonjak kaget saat melihatku meringis kesakitan dan segera membantu bangkit dari jatuhku.
"Mimpi itu lagi?"tanyanya sambil menyodorkan segelas air hangat padaku.
"Iya Kak" jawabku setelah meminum air pemberian Veranda, kekasihku yang lebih tua setahun dariku.
"Ini uda yang kesekian kali kamu begini Gre. Kita harus cari tau" ucap Veranda padaku.
"Ngga usah Kak" ucapku sambil menghapus keringat dingin yang mengalir dipelipisku.
"Baiklah"
Tiba-tiba Kak Veranda mencoba mengikis jarak antara bibir ini yang tak terasa sudah saling melumat. Aku pun terbawa suasana untuk menjadi lebih. Aah aku tau Kak Veranda sengaja menciumku setiap kali aku mengalami hal ini. Namun hal itu percuma, karna...
"Kenapa? Dia lagi.. sial" tanya Kak Veranda saat aku melepas ciuman tersebut.
"Eeh bukan itu Kak. Umm ini masih pagi Kak. Aku belum sikat gigi hehehe.." jawabku agar tak membuat Kak Veranda khawatir. Ini alasanku yang basi walau sebenarnya Kak Veranda tahu.
"Yakin? Yasudah, sekarang kamu mandi terus kita sarapan bareng. Okeh.." ajak Kak Veranda sambil mengelus pipiku dengan lembut.
"Siap capten" ucapku sambil memberikan hormat dan senyuman manis padanya.
Ekpresiku langsung berubah kusut dan merosotkan badan pada dinding kamar mandi. Maafkan aku Kak Veranda. Karena setiap kita bercinta entah mengapa sekelebat bayangan Shania selalu muncul dikepalaku.
.
.
.
."Kelak akan ada hari dimana kau begitu merindukanku, namun tak bisa lagi kau temukan. Dimanapun itu kecuali dalam ingatanmu"
-Shania Junianantha
.
.
.
.Tap tap tap..
Kulangkahkan kakiku menelusuri koridor sekolahku asramaku terdahulu bersama Kak Veranda. Tidak banyak yang berubah dari sekolah asrama ini setelah setahun berlalu kelulusanku dan tidak banyak perkembangan juga misteri kematian salah satu temanku yang sering hadir mimpiku, Shania Junianantha.
Setibanya aku dan Kak Veranda sekarang sudah berada didepan pintu kantor kepala sekolah dimana mami Kak Veranda berada.
"Mami.." tegur Kak Veranda pada Ibu kepala sekolah.
"Hei sayang. Sudah lama ga main kesini" ibu dan anak saling berpelukan.
"Mami, omongan kita ditelpon gimana" ucap Kak veranda to do point.
Mata mami Kak Veranda saling bertemu dengan mataku sejenak.
"Nak Gracia mungkin arti mimpi itu kamu disuruh tinggalin Ve" ucap mami Kak Veranda serius.