Allison kini berdiri di depan lemari pakaiannya, memilah – milah baju untuk dikenakan pada acara orang tuanya malam ini di rumahnya. Sepulang sekolah, Bibi memang menyampaikan pesan dari kedua orang tua Allison untuknya bersiap – siap karena dirinya adalah tuan rumah. Namun, malas mengusai diri sehingga akibatnya saat ini Allison sedang terburu – buru bersiap.
Ketukan di pintu kamarnya membuat Allison berhenti sejanak. "Iya?"
"Sudah selasai belum, Allison?Itu tamunya sudah mulai datang." Ucap Bibi dari balik pintu.
Allison mendesah. "Iya, sebentar lagi, Bi."
Dengan asal mengambil dress pendek dan mengenakannya dengan cepat, lalu memoles wajah dengan sederhana sebelum keluar kamar.
"Ayo, Allison. Ibu dan Bapak sudah menunggu di bawah."
"Kamu ini lama sekali, tamu – tamu sudah pada datang dari tadi." Geram laki – laki paruh baya saat melihat Allison yang baru memasuki area acara.
"Maaf, Pa." Ucap Allison lirih.
Laki – laki paru baya itu menggeram dan memandang Allison tajam. "Sudah cepat sana ke depan dan sambut tamu yang datang!"
Allison mengangguk dan berjalan kearah yang dimaksud oleh Papanya.
"Allison, ya?" Tanya seorang perempuan yang seumuran Papanya dengan senyum mengembang.
Allison mengangguk bingung seperti mengenali wajah perempuan itu. "Iya, tan."
"Sudah besar ya kamu sekarang." Ucap perempuan itu yang Allison jawab dengan senyum kecil.
"Ah, kamu masih inget enggak sama Fabian?"
Allison membulatkan matanya saat menyadari bahwa perempuan di depannya adalah ibu dari Fabian. Fabian si teman Allison sejak kecil dan orang pertama yang menepati hati Allison seutuhnya atau bisa dikatakan bahwa Fabian adalah cinta pertama Allison yang pergi meninggalkannya sebelum dirinya sempat menyampaikan perasaannya karena Fabian harus mengikuti kedua orang tuanya pergi.
"Astaga, tante Clara! Udah lama banget enggak ketemu."
Perempuan bernama Clara itu terkekeh melihat Allison yang baru menyadari dirinya. "Tante masuk dulu, ya. Kalau kamu mau cari Fabian, dia masih di dalem mobil, mungkin sebentar lagi masuk."
*
Di dalam mobilnya, Fabian menggerutu sebal akan tingkah Mamanya yang memaksanya menemani ke acara teman lamanya. Bukannya Fabian tidak ingin menemani Mamanya, namun dia malas menghadiri acara yang di dalamnya tidak ada yang ia kenal.
Apalagi, sebelum dan selama diperjalanan Mamanya tak berhenti berbicara mengenai acara malam ini. Mamanya selalu mengatakan hal seperti 'Astaga, Mama enggak sabar banget ketemu mereka.' dan 'Yaampun, gimana ya mereka sekarang.' atau malah menyuruh Fabian untuk menaikkan kecepatan mobil karena terlalu semangat menghadiri acara ini.
Setelah menimang – nimang untuk masuk atau hanya berdiam diri di mobil, Fabian memilih opsi masuk walau sangat malas, namun menurutnya, berdiam diri di mobil lebih buruk. Jadilah Fabian melangkah masuk, tetapi perempuan dengan gaun pendek menjuntai tepat dilututnya dengan senyum membingkai wajahnya diberikan pada siapapun yang akan masuk ke dalam rumah membuat Fabian mematung.
Fabian tidak menyangka akan bertemu dengan orang yang menjadi temannya sejak kecil dan orang yang telah mencuri hatinya hingga kini dalam situasi ini. Oh, dan Fabian baru saja sadar kenapa Mamanya sangat semangat menghadiri acara ini. Jika Fabian mengetahui siapa yang mengadakan acara ini, tentu saja dia juga semangat. Lebih semangat mungkin.
Fabian berjalan ke arah perempuan itu dan berhenti tepat di depannya dengan senyum yang memancarkan rindu.
"Hai, Allison." Dua kata yang akhirnya terucap dari Fabian setelah mengamati perubahan pada Allison.
"Al, jangan bilang lo lupa sama gue yang bahkan enggak lupa walaupun lo udah berubah jadi lebih cantik." Ucap Fabian karena tidak mendapatkan respon selain pandangan bertanya.
Allison mengerutkan dahi seraya menarik Fabian menuju taman belakang rumah.
"Serius lo enggak inget?" Tanya Fabian setelah keduanya duduk di bangku taman.
"Gue inget tapi enggak inget,"
Fabian memandang Allison bingung.
"Maksudnya, gue rasanya inget sama lo, tapi – Astaga, Fabian!" Allison menutup mulut dengan telapak tangan, tidak percaya bahwa orang yang di depannya ini adalah si Fabian. Fabian si cinta pertama Allison.
"Akhirnya inget juga," Fabian terkekeh. "Gue kangen banget tau gak."
Allison tersenyum senang seraya mengangguk. "Gue juga, kangen banget. Banget – banget."
Kedua orang yang sudah lama tidak bertemu dan akhirnya dipertemukan kembali itu bercengkarama membahas kehidupan masing – masing. Namun, satu hal yang tidak Allison ceritakan. Kejadian masa lalu dan kehidupan Allison sebagai anak cupu tidak dia ungkapkan.
"Gue harus pulang, nyokap udah nyariin." Ucap Fabian setelah membaca pesan singkat dari Mamanya.
"Tapi, gue masih kangen."
"Tenang aja, gue tinggal deket sini." Fabian menepuk kepala Allison pelan. "Gue duluan, oke?"
Allison mengangguk. "Janji, kita harus ketemuan lagi?"
Fabian tersenyum. "Janji, Allison."
Dua orang itu saling bertukar senyum sebelum Fabian berjalan meninggalkan Allison. Namun, kali ini Allison tidak merasakan ditinggal dalam artian sedih melaikan senang karena akhirnya dia bertemu kembali dengan Fabian.
Mengingat Fabian membuat bayang – bayang masa lalu yang menyenangkan diantara mereka memenuhi fikiran Allison dan membuat sesuatu mengelitik di dalam perutnya. Sesuatu menggelitik yang menyenangkan.
===×===
Ya, masih tetap pendek dan membosankan.
Tapi semoga tetep suka, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl In Fake (on editing)
Teen FictionMasa lalu yang buruk membuat seorang gadis SMA berpura – pura menjadi siswi cupu. Kecupuan membuatnya mudah di-bully dan tidak memiliki teman kecuali sahabat perempuannya sejak SMP. Namun, semua itu berubah sedikit demi sedikit semenjak sekolah meng...