Semalam Allison tidur dengan senyum menghiasi wajahnya. Setiap mengingat kejadian selama di pasar malam membuat Allison tertawa. Walaupun niat mereka untuk jalan dan bersenang – senang harus batal karena gangguan dari banci, tetapi Allison tetap bahagia.
Rona merah memenuhi pipi Allison saat mengingat setiap peristiwa yang ia dan Fabian lalui.
"Al, cepetan dong!" Ucap suara dari balik pintu disertai ketukan tidak sabar.
Allison tersenyum. Mengetahui siapa yang meneriaki dan mengetuk pintunya dengan kecepatan konsatan. "Sabar, Lili."
"Yaampun, Al, nanti telat terus Charlotte ngapa – ngapain lo gimana?"
Allison mendengus saat mendengar nama Charlotte. Orang itu membuat suasana hati Allison yang sedang berbunga – bunga berubah suram.
Allison meraih tasnya dan membuka pintu. Tepat di depan kamarnya, Lili berdiri dengan muka masam dan kaki kanan mengetuk – ngetuk ubin dengan tidak sabar.
"Lama banget sih," Sembur Lili. "Lo tau kan, kalau dateng telat pasti bakal ketemu si nenek sihir."
"Iya—"
"Gue itu khawatir sama lo, Allison." Potong Lili dengan muka yang mulai melembut.
Allison menghela nafas. Dia tahu bahwa sahabatnya ini sangat perhatian dan selalu mengkhawatirkan keadaannya. Allison merasa bersalah selalu menambah beban fikiran sahabatnya.
"Sori, Li. Sori udah buat lo khawatir, sori udah nambahin beban fikiran lo." Ucap Allison.
Kini giliran Lili yang menghela nafas. "Bukan salah lo, Al, ini kemauan gue dan emang tugasnya sahabat buat peduli sama sahabatnya, kan?" Lili merangkul Allison.
Sepasang sahabat itu berjalan menuju meja makan dengan senyum di masing – masing wajah.
"Kita makan roti di jalan aja, nanti telat." Ucap Lili yang baru mengolesi seembar roti tawar.
Allison mengangguk dan mengikuti apa yang Lili lakukan.
Setelah selesai mengoles roti masing – masing, Lili dan Allison berjalan menuju mobil Lili yang telah terparkir di depan rumahnya. Kedua orang itu memasuki mobil dengan Lili yang menyetir.
"Ngebut ya, Li." Ucap Allison yang baru saja melihat jam di pergelangan tangannya.
"Yaiyalah, lagian lo sih lama banget." Ucapan Lili hanya di balas dengan kekehan dari Allison.
Sekitar dua puluh lima menit, Lili dan Allison telah sampai di sekolah dengan keadaan selamat berhubung tadi Lili benar – benar mengebut.
Sekeluarnya Allison dan Lili dari mobil, Allison tak henti – hentinya mengomel karena Lili mengendarai mobilnya sangat mengerikan. Sedangkan Lili hanya terkekeh atau tersenyum mendengar setiap omelan yang diberikan sahabatanya.
*
Bel istirahat berdering membuat setiap siswa – siswi yang mendengarnya berteriak kegirangan. Namun, guru yang berada di kelas Allison belum menutup pelajarannya.
"Karena kalian sudah kelas dua belas berarti harus rajin – rajin belajar. Maka dari itu, sekolah membuat kelompok belajar yang terdiri dari dua orang, dan pembagian kelompok dapat kalian lihat di papan pengumuman," Ucap guru. "Baiklah, saya tutup pelajaran siang ini. Selamat beristirahat anak – anak."
Setelah guru itu keluar kelas, berbagai perkataan tentang siapa yang akan menjadi teman sekolompok memenuhi penjuru kelas.
"Yaampun – yaampun, gue bakal sekelompok sama siapa ya?" Ucap Lili heboh di sebelah Allison.
"Ya, lo liat papan pengumuman biar tau, Lili."
Lili memukul keningnya pelan. "Ah, bener. Kalau gitu gue liat dulu!" tanpa menunggu balasan dari Allison, Lili sudah berjalan keluar kelas dengan semangat. Allison tersenyum kecil melihat tingkah sahabatnya.
Tidak sampai sepuluh menit, Lili telah kembali dengan senyum mengembang. Dan Allison punya firasat bahwa Lili sedang senang dan akan mengoceh tanpa henti.
"Gue tebak—"
"Gue sekelompok sama Bara." Potong Lili tak memperdulikan kelanjutan ucapan Allison.
"Dan gue—"
"Lo sama Deo," Lagi, Lili memotong ucapan Allison. "Gue seneng banget bisa sekelompok sama dia, Al. Bayangin gue dan Bara berdua belajar bareng, Berdua, Al."
Allison memutar bola matanya. Tepat seperti apa yang Allison prekdisikan.
"Oh, ya, Deo itu satu kelas sama kita?" Tanya Allison. Dia merasa pernah mendengar nama Deo, namun karena Allison tidak memperhatikan muka – muka di kelasnya jadilah dia hanya tau bahwa ada siswa bernama Deo tanpa mengetahui mukanya.
Lili menoleh dengan muka tidak percaya. "Lo enggak tahu Deo?"
Allison menggeleng. "Gue emang pernah denger namanya, tapi gue enggak tahu yang mana orangnya."
Lili menggelengkan kepalanya dengan heran. "Al, lo udah keterlaluan. Deo itu temen sekelas kita dan lo bahakan enggak tahu yang mana, hebat."
"Atau lo jangan – jangan enggak tahu nama anak sekelas?"
Allison menaikkan bahunya. "Beberapa gue tahu, itu juga kalau pernah sekelompok sama gue."
Lili menghela nafasnya. "Lo harus memperhatikan sekitar, lo enggak boleh berubah sejauh ini Al."
*
Di sisi lain, Deo, Bara, dan Fabian duduk bersama di meja kanti sekolah.
"Gila, temen sekelompok gue Lili." Bara tersenyum lebar pada teman – temannya.
"Emang kenapa kalau Lili?"
Bara memutar bola matanya. "Bukannya gue pernah bilang kalau gue suka sama dia?"
Deo mengangguk. "Iya, tapi lo juga pernah bilang kalau lo udah enggak suka sama Lili semenjak lo tahu kalau si Lili temenan sama Alli."
Untuk kedua kalinya Bara memutar kedua bola mata. "Gue kan cuma bercanda waktu itu."
Deo hanya mendengus mendengar jawaban Bara.
"Kalau lo sekelompok sama siapa, De?" Tanya Fabian.
"Gue sama Alli." Jawab Deo santai, tetapi teman – temannya tidak menanggapi sesantai Deo.
"Lo sama si cupu?"
"Iya," Deo mengangguk. "Jangan gitu, Bar, dia kan sahabat gebetan lo."
Bara mendengus terang – terangan. "Gue lupa fakta itu."
"Tapi gue akan menerima Alli sebagai sahabat Lili jika itu demi Lili."
Fabian dan Deo memutar bola mata bosan. "Dan ke-alay-an Bara dimulai."
"Kalau lo sama siapa, Fab?"
Fabian menaikkan kedua pundaknya acuh. "Belum tau, gue belum liat papan pengumuman."
===×===
Masih tetap pendekkkk.
Fabian sama siapa hayo??
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl In Fake (on editing)
Teen FictionMasa lalu yang buruk membuat seorang gadis SMA berpura – pura menjadi siswi cupu. Kecupuan membuatnya mudah di-bully dan tidak memiliki teman kecuali sahabat perempuannya sejak SMP. Namun, semua itu berubah sedikit demi sedikit semenjak sekolah meng...