"Sat," panggil Shani membuat Satria membuka kaca helmnya. "Kalau kita mampir ke caffe dulu bagaimana?"
Satria mengangguk. "Siap!" Ia pun memutar kembali laju motornya, mengubah jalan yang bisa ia lewati jika mengantar Shani pulang. Lantas memberhentikan motornya saat mereka berdua sudah sampai di caffe yang tidak begitu jauh dari rumah Shani.
Setelah menunggu hampir sepuluh menit, akhirnya pesanan mereka sampai. Ritme jantung Shani seketika jadi tidak beraturan. Ia gugup. Tidak tahu harus mulai dari mana sekarang.
Satria memandangi wajah Shani yang terlihat gugup. Gadis itu terus saja memutar matanya ke segala arah. Seperti takut untuk menatap wajahnya. "Shan," panggilnya, membuat Shani sedikit tersentak. "Lo kenapa? Kok kaya bingung gitu sih?"
Shani menggigit bawah bibirnya. Menarik nafas dalam sebelum menceritakan hal yang Rima katakan tadi siang. "Tadi Ibu lo nemuin gue, Sat."
Satria yang sedang meminum minumannya lansung terbatuk-batuk. Shani mengambil tisu dan langsung menyerahkannya pada Satria. Cowok itu segera mengambilnya dan membersihkan tetesan air yang tercecer dari mulutnya. "Jangan bercanda, Shan. Ga lucu."
Shani menegak ludah yang tertahan di teggorokannya. Menggeleng. "Gue ga bercanda, Sat. Gue serius," Shani membernarkan posisinya. Mengubah wajahnya seserius mungkin. "Ibu lo nikah dengan Ayahnya Yui karena permintaan Ayah lo, Shan."
Satria menatap Shani datar. Tak lama ia tertawa. Membuat Shani menatapnya bingung. Memangnya apa yang lucu dengan ucapannya tadi? Sepertinya tidak lucu sama sekali. "Lo kok sekarang jadi suka bercanda gitu sih, Shan."
Shani menggaruk rambutnya bingung. Aneh sekali rasanya dengan sikap Satria sekarang. "Gue ga lagi bercanda, Sat. Itu hal yang di bicarakan Ibu lo tadi sama gue tadi siang, Sat. Dia minta buat gue ngasih tau kebenaran itu," Shani diam sejenak. "Tapi untuk kelajutannya gue ga tahu. Katanya nanti Ibu lo sendiri yang akan menceritakannya. Dan dia minta gue bilang ke lo, buat lo untuk tidak menghindarinya jika kalian bertemu nanti."
Satria diam beberapa detik. Tak lama ia pun bangkit dan langsung mengambil tasnya, "Ayo pulang."
"Eh, tapi?" Shani menyeringai bingung. Bahkan minumannya sama sekali belum ia sentuh, dan sekarang Satria mengajaknya pulang.
"Udah, ayo." Satria meraih lengan Shani, manarik paksa agar gadis itu mengikutinya.
***
Setelah mengantar Shani pulang, Satria langsung membelokan motornya lagi munuju kediaman Seno, Ayahnya Yui. Ia tahu alamat itu dari Sheila. Ia sengaja menelfon Sheila dan meminta alamat rumah Yui. Ia harus menghentikan semuanya hari ini juga.
Matahari mulai tumbah ke barat. Satria dengan cepat membelah jalan yang terlihat padat. Menyalip setiap mobil yang melaju di depannya. Setelah sampai, ia pun langsung memakirkan motornya dan masuk ke dalam rumah bercat Cream di hadapannya.
"Satria?!" Yui berseru kaget saat membuka pintu rumahnya. "Ngapain lo kesini?"
"Mana Ibu lo? Gue mau bicara sama dia," balas Satria tanpa basa-basi lagi.
Yui membukakan pintu lebih lebar. Memberi celah agar Satria bisa masuk kedalam rumahnya. "Sebentar gue panggil Mami dulu. Lo tunggu sini aja," Yui berlari kecil manaiki anak tangga. Memberarkan Satria menunggu sendirian di ruang tamunya.
Satria mengepal jemarinya kuat-kuat. Ia tidak peduli lagi dengan semuanya. Yang sekarang ia butuhkan hanya sebuah penjelasan. Kejelasan yang membuat hubungan Ia dan Rima jadi seperti ini.
Rima menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Tidak lama kemudian Yui datang dengan segelas minuman. Memberikannya pada Satria. Satria mengalihkan matanya, sekarang ia sama sekali tidak tertarik dengan keberadaan minuman itu. Mungkin akan lebih baik jika minuman itu tidak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Miracle
Novela Juvenil"Jaman sekarang emangnya masih ada yang percaya keajaiban?" Kata-kata itu terlintas di fikiran seorang gadis berumur 16 tahun, gadis yang selalu mencari keajaiban tapi tak kunjung ia dapatkan. Keajaiban yang menghantarkan sebuah takdir baru dalam ke...