Dia yang Pulang

635 107 11
                                    

Saat bau busuk itu pertama kali muncul, Nurma berusaha untuk tak peduli. Itu cuma bau bangkai. Ia pun kembali menghadapi buku kuliahnya. Ia memang sudah mendapat izin untuk tak masuk kuliah selama seminggu karena alasan berkabung, tapi malam ini ia sengaja membuka salah satu buku berukuran besar yang dibawanya dari Bandung.

Nurma membuka kacamata, lalu memijat-mijat batang hidungnya yang pegal. Ia tidak yakin kalau ia memahami buku Pengantar Akuntansi yang sedang ia baca, rasanya semua kalimat di hadapannya hanya berputar-putar di atas kepala tanpa pernah masuk ke dalam otak. Ia tak peduli, mungkin ia memang membaca buku sekadar untuk mengalihkan pikiran saja. Sayangnya, usaha itu tidak terlalu berhasil, ia masih memikirkan ibunya. Orang-orang bilang ibunya meninggal diterkam binatang buas.

Tapi binatang macam apa yang membunuh Ibu?

Nurma menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ubun-ubun kepalanya terasa seperti dicakar-cakar dari dalam. Ia berusaha untuk tak menangis lagi, sebab sudah tiga hari ini ia menangis sampai air matanya kering. Namun semakin kuat usahanya untuk menahan tangis, kedua kelopak matanya jadi terasa semakin berat. Huruf-huruf di hadapannya menjadi buram dan membesar, lalu samar-samar ia dapat merasakan ujung hidungnya mendarat dengan lembut di atas permukaan kertas.

Denyut jantung Nurma melambat, kesadarannya perlahan-lahan lelap. Ia bisa merasakan angin yang berembus dengan lembut di belakang punggungnya. Lalu ia merasakan kepalanya dibelai-belai, lembut dan hangat. Ia semakin lelap. Tangan itu menyentuh pipinya, mengelusnya, merabanya. Ia merasa mengenali garis-garis keriput di tangan itu. Ia tersentak, lalu menoleh ke belakang. Tak ada siapa-siapa. Mulutnya berusaha menjerit, tapi yang keluar hanya ujaran lemah yang tertahan.

"Ma?"

Nurma berjalan cepat keluar dari kamarnya. Ia merasa kalau sosok ibunya baru saja singgah di situ. Akal sehatnya tidak setuju, tapi perasaannya berkata lain. Ia bergegas menuju kamar ibunya yang belum pernah ia masuki sejak ibunya meninggal tiga hari lalu.

"Ma?" panggil Nurma lagi sambil menyibak tirai yang menutupi kamar ibunya.

Kamar itu gelap. Gorden jendela tertutup rapat. Ia meraih sakelar di dinding, lalu menekannya dengan agak ragu-ragu.

Sebuah lampu neon menyala redup, menyisakan bayangan-bayangan panjang di pojok ruangan. Nurma mengamati seisi kamar. Letak barang-barangnya masih sama seperti dalam ingatannya. Ada sebuah ranjang berukuran besar yang disangga oleh besi berwarna hijau. Sekilas rangka besi berkarat itu terlihat seperti kurung batang, alat untuk mengangkut mayat. Nurma berusaha mengenyahkan khayalan itu. Ia tahu ranjang itu berumur lebih tua dari dirinya. Ranjang itu dibeli saat ibunya sedang hamil muda. Saat itu ayahnya masih hidup. Ibunya menolak untuk mengganti ranjang itu karena ingin mengenang sang suami.

Seprei yang menutupi kasur tampak sedikit kusut di bagian tengah. Ia bisa membayangkan pola di seprei itu tercetak dari bekas tindihan tubuh ibunya. Nurma meraba seprei, lalu perlahan-lahan ia merebahkan diri di atas ranjang itu, meringkuk dan berusaha merasakan hangat tubuh sang ibu yang mungkin masih tersisa. Pada akhirnya, air matanya menetes juga.

Di seberang ranjang, ada sebuah lemari kayu dan cermin rias. Cermin yang dibingkai oleh kayu berukiran khas Jepara itu sudah kusam, bayangan yang dipantulkannya terlihat buram di beberapa sisi. Orang yang ingin menggunakan cermin itu harus menunduk sedikit agar pantulan wajahnya tidak terkena bagian kusam cermin.

Pada meja kecil di depan cermin, tergeletak sebuah sisir bergigi banyak yang lazim dipakai oleh orang-orang berambut keriting. Kalau diperhatikan dengan saksama, ada beberapa helai rambut putih yang tertinggal pada sela-sela sisir itu. Nurma membayangkan, mungkin beberapa menit yang lalu ibunya baru saja datang ke kamar ini, berdiri di depan cermin tua sambil menyisir rambutnya yang penuh uban. Tapi ia tahu itu tidak benar. Rambut itu pasti tertinggal sejak tiga hari lalu.

Setelah Gelap DatangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang