Chapter 17 | Drowning

160 9 1
                                    

“I don’t need any wings to fly, just him right beside me.”

Matahari menembus jendela, menghasilkan cahaya silau yang membangunkanku dari mimpi indah bersama Luke. Ketukan di pintu kamar membuatku menggeram, menutup wajah dengan selimut.

“Zee! Bangun Zee!” Tidak mendengar jawaban yang ia inginkan, Toby menggedor-gedor pintunya. “Zia! Bangunlah! Astaga!”

“God damn it! Fuck off! Ini hari sabtu, apa yang kau inginkan?!” Raungku dengan suara yang masih serak.

“Sienna akan datang hari ini. Luke juga, bukan? Kau bangunlah dan bersiap-siap, hari sudah mulai siang!”

“Aku tidak peduli!” Jawabku sebelum sempat berpikir. Tunggu, Sienna?

“Cepat bangun, atau aku akan bernyanyi!” Ancam Toby. Oh God.

Masih sangat mengantuk, aku memejamkan mataku, lagi, yang seperti memiliki lemnya tersendiri, lalu menggumam, “Masa bodoh!”

Toby berdehem untuk membersihkan tenggorokannya. “Zia and Luke sitting on a bike... H-u-g-g-i-n-g. First come love-” Argh. Mulai lagi.

“Hentikan! Aku bangun, aku bangun!” Ujarku sambil mengucek mata. Suara tawa Toby terdengar menjauh, bersamaan dengan kakiku yang turun ke lantai.

Aku berjoget kecil saat menggosok gigi, setelah itu mencuci wajah dengan sabun pembersih muka. Ah, rasanya segar sekali. Kutatap pantulan di cermin dengan senyuman lebar. Hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan. Sienna, Luke, aku tidak sabar ada kejutan apa lagi selanjutnya.

Tanpa menunggu lama, aku menyalakan shower air hangat untuk mandi. Setelah selesai dan berpakaian, turun ke bawah untuk sarapan. Saat mencapai anak tangga paling bawah, aku mendengar suara tawa Toby bersama seorang gadis. Bersamaan dengan itu kakiku melangkah ke arah dapur dengan cepat.

“Hey Zee, pancake?” Sapa gadis berambut cokelat terang bergelombang, yang wajahnya sudah sangat familiar.

“Sienna! Kemana saja kau?” Kataku, berlari lalu—secara tidak sengaja—menubruk Sienna, memeluknya erat. “Damn, I miss you!” Gadis berumur delapan belas tahun itu tertawa kecil mendengar celotehku.

“Me too! Sorry sist, I’ve been busy.” Entah mengapa aku suka caranya memanggilku ‘sist’, dan nama-nama panggilan lucu lainnya. Ia gadis yang sangat manis.

“Toby menghabiskan malam sabtu menonton drama televisi, kau tahu. Seharusnya kau menemaninya.” Aku melepas pelukanku, mengamati gadis di hadapanku dari atas hingga bawah. Sienna sangat cantik dengan dress floral yang dipadukan dengan jaket denim dan sepatu boots warna tan, berhak tinggi. Ia sangat feminin hari ini.

“Oh benarkah?” Tanya Sienna, di jawab dengan anggukan kepala dan bibir yang di majukan oleh Toby. Ia terlihat lebih kekanak-kanakan saat ada kekasihnya.

“Maafkan aku.” Sienna mencubit pipi Toby dengan bibir yang ikut di majukan. Dasar pasangan sok imut. “Lalu kenapa kau tidak menelefonku?” Tanyanya lagi dengan alis terangkat.

“Aku takut mengganggumu belajar.” Jawab Toby sambil menggaruk belakang kepalanya.

“Siapa yang belajar di Jum’at malam, bodoh!” Kataku pada kakakku, membuat Sienna terkekeh.

“Maaf, maaf.” Toby tercengir.

“Dasar kau ini.” Sienna mencubit pipi Toby pelan. Lalu mengisi tiga piring dengan pancake.

“Bagaimana kuliahmu?” Aku bertanya sambil menuangkan saus blueberry botolan ke piring berisi tiga lembar pancake yang Sienna berikan, mengambil posisi duduk di kursi meja makan.

Perfect FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang