Beberapa bulan kemudian...
Tiiiin.
Bunyi klakson panjang terdengar sampai ke dalam kamar Alodia. Tak lama kemudian, suara-suara khas remaja menyusul belakangan. Alodia segera keluar kamar untuk menemui ketiga sahabatnya. Hari ini kan, hari Minggu, jadwal teman-temannya main ke rumah.
Berikut ini nama ketiga temannya yang menurutnya gokil abis.
Ada Nina Andriana, asli orang betawi. Orangnya asyik dan ceriwis gitu. Oya, Nina suka banget sama monyet, loh. Waktu tahu Edgar punya monyet aja, dia langsung datang buat foto bareng. Soalnya, di rumah, Nina juga punya monyet. Betina, namanya Cassandra. Nina mau nunjukin foto Mumun ke monyetnya, siapa tahu mereka cocok jadi bisa dijodohin. Sayangnya, Edgar nggak setuju. Katanya, Mumun masih di bawah umur. Edgar kuatir Mumun belum siap berumah tangga. Mungkin Edgar lupa kalau Mumun bukan manusia.
Selain Nina, ada Atika Febriyulia, cewek baper-an sepanjang masa. Iya, anaknya suka baper gitu. Apalagi setiap ketemu Bang Dika. Kan katanya Atika suka, sejak SD malah. Pas tahu Bang Dika punya pacar, Atika sampai nggak mau keluar kamar, loh. Kerjanya makan cokelat sambil dengerin lagu-lagu mellow nan galau, khususnya lagu Minang.
Sampai detik ini, Atika rupanya masih menyimpan sedikit harapan buat bisa menjadi orang yang istimewa bagi Bang Dika. Yah, kita doakan saja, deh.
Dibanding Nina dan Atika, yang paling dekat dengan Alodia adalah Kara Adinda. Cewek itu rada pendiam, pemalu, dan agak tertutup. Kara punya wajah bule karena papanya asli orang Perancis, sementara mamanya orang Sunda. Di antara mereka, Kara doang yang punya otak encer, yang lain beku kayak gunung es.
"Gaaaar, ayolah kita jodohin si Mumun sama monyetnya Kakak. Lu payah banget sih, Gar!" seru Nina pada Edgar yang ketika dihampirinya sedang asyik makan.
"Bukan payah, kan Edgar udah bilang, kalo si Mumun masih kecil. Makan aja masih Edgar yang nafkahi. Nanti kalo mereka nikah, si Cassandra mau makan apa?"
"Ya pisanglah, Oon!" sahut Alodia dari kursi seberang. Karena Ayah dan Bunda sedang tidak ada, Alodia bebas buat ngomong sembarangan sama Edgar.
"Kalian tuh kenapa sih, kalau ketemu yang diomongin monyeeet mulu?" ujar Atika. Cewek bertubuh tinggi itu duduk di sebelah Alodia sambil celingukan, mencari-cari sosok Dika.
"Eh, Nyuk, Abang ganteng mana?" katanya pada Alodia. Unyuk adalah nama panggilan yang mereka buat sendiri untuk Alodia.
Alodia menggeleng. "Masih tidur, kali."
"Ih, mau deh jadi gulingnyaaa!"
"Gila."
"Om sama Tante mana, Nyuk?" tanya Kara.
"Kayaknya pada pergi, deh. Gue baru keluar kamar soalnya, hehehe."
Kara membalas dengan senyuman, setelahnya dia cuma duduk diam sambil menyimak obrolan Edgar dan Nina yang absurd.
"Kenapa harus Mumun sih, Kak? Kan masih banyak monyet di luar sana."
"Iye, gue tau, keles. Tapi, cuma Mumun yang cocok sama Cassandra. Warna bulunya juga bisa sama-an gitu. Itu tandanya, mereka jodoh!"
"Ya udah, tapi ada syaratnya. Mau nggak?" Edgar menelan suapan terakhirnya lalu serius menatap Nina.
"Apaan?"
"Si Cassandra harus ganti nama jadi Mimin! Gimana?"
Nina langsung menggebrak meja, entah pertanda apa. "Oke, Bosque! Nggak masalah, yang penting mereka kawin!"
Edgar mengangguk lantas beranjak sambil membawa piring makannya ke dapur.
"Tapi, Gar, entar kalo mereka udah kawin, tinggalnya di mana?" tanya Nina, setengah teriak.
"LDR aja dulu."
"Eh, kapunduang, monyet aja pake istilah LDR," kata Atika, nggak habis pikir.
"Hahaha, pada sakit jiwa," tambah Alodia.
"Woi, besok ketemuan di mana nih?" tanya Nina.
"Di sekolah aja, deh. Besok gue nggak bawa motor, mau dibawa Nyonya ke Bank," sahut Atika.
"Kita pergi bareng, ya, Nyuk?"
Alodia menoleh menatap Kara. "Dianterin Pak Asep, ya?"
Kara anak orang kaya, sehari-harinya biasa naik mobil mewah. Sejak berteman dengan mereka bertiga aja hidupnya jadi kayak rakyat jelata.
"Naik motor. Besok gue jemput, ya?"
"Emangnya lo udah dibolehin bawa motor?" tanya Alodia.
Selama ini, pulang dan pergi sekolah Kara selalu di antar-jemput Pak Asep, supir pribadi keluarganya. Pun kalau mau nongkrong bareng teman-temannya. Belakangan ini sih dia lagi belajar naik motor sama Atika. Meski sempat jatuh dan nabrak bebek orang sampai mati, akhirnya perjuangan Kara nggak sia-sia.
"Mami pernah janji, katanya kalo gue udah SMA, dibolehin bawa motor sendiri, hehehe."
"Sip! Besok chat aja ya kalo udah pada sampe."
"Terus yang jemput gue siapaaa?" teriak Atika.
"Makanya punya pacar, biar bisa dijadiin ojek!" seru Bang Dika yang tahu-tahu sudah nongol dan menghampiri meja makan.
Atika langsung mati gaya tuh.
"Atau kalau nggak, cari temen yang rasa pacar, hehehe. Kan lumayan bisa bermanfaat," kata Dika seraya mengambil roti tawar dan mengolesinya dengan selai cokelat.
"Hahaha, yang ada gebetan rasa baper, Bang," balas Atika.
"Kalo baper, makan."
"Itu laper, Bang."
"Hahaha."
Habis ketawa nggak jelas gitu, Dika langsung pergi lagi ke kamarnya. Padahal kan Atika masih pengen lihat anunya. Mukanya itu loh, kayak ada manis-manisnya gitu.
"Besok gue jemput, deh!" Nina bersuara lagi.
"Gitu dong! Hehehe."
Tak lama kemudian, mereka pindah ke halaman belakang rumah Alodia. Di sana ada paviliun, tempat mereka biasanya duduk sambil ngobrol ini dan itu.
"Nyuk," kata Kara, "semalam Kak Danola kirim pesan ke LINE gue, loh."
Alodia yang tadinya lagi sibuk nyariin kutu Atika, langsung menengok Kara. "Sumpah? Dia bilang apa?" tanyanya.
"Nanya lo masuk SMA mana, doang. Gue bilang aja kita satu sekolah sama dia."
Alodia mendecakkan lidah, kesal. "Ngapain sih dia masih tanya-tanya gue. Males banget besok ketemu dia."
"Dia kan, cuma nanya. Ge-er banget sih lo!" Atika yang menjawab.
"Ah, bete gue sama lo!" Alodia langsung menjambak-jambak rambut Atika lalu menoyornya.
"Untung gue manusia, bukan Barbie. Kan serem kalo digituin tiba-tiba kepala gue copot!" kata Atika enteng.
Alodia lantas mendengus. Besok hari pertama MOS di SMA Kalang Kabut. Gimana kalau nanti dia ketemu Danola?
Alodia memang belum move on, tapi dianya takut bawa perasaan gitu pas lihat Danola. Mana udah lama nggak ketemu lagi, ada rasa kangen sih, sedikit.
"Ceileh, dianya galau," goda Atika.
"Nggak, ya!"
"Hahaha, lihat tuh muka lo udah merah kayak pantat si Mumun!"
"Berisik lo, Badak!"
Kara diam-diam tersenyum melihat rona merah di pipi Alodia. Entah kenapa, Kara berharap Alodia sama mantannya itu bisa balikan suatu hari nanti. Bukan apa-apa, menurutnya mereka itu cocok. Sama-sama cakep, lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Oranye
Genç Kurgu"Karena setiap kita, hanya punya satu kali masa remaja" Selamat membaca. Dan, selamat datang kembali untuk kamu yang sudah pernah singgah di sini.