14

1.4K 173 14
                                    

Bunyi pintu berdebam membuat Ify yang tengah mencari ponselnya terlonjak. Tubuhnya sontak berputar menghadap pintu dan mendapati wajah buruk rupa milik Via. Bibirnya tersenyum jahil, sepertinya niat untuk mencomblangkan Via dengan pria berperawakan khas Korea itu membuat moodnya buruk.

"Bagaimana harimu?" tanya Ify basa-basi.

Via mendelik, "Ini semua ulahmu!" tuding Via. "Jika bukan karena kau aku takkan mau berurusan dengan orang lain yang sejenis dengan Daniel," keluhnya.

"Bukannya kau pernah bercerita kalau Daniel cukup mengesankan?" balas Ify menggoda.

Bola mata Via berputar dan manik mata itu jelas menusuk pandangan Ify, "Aku pastikan kau akan menikah dengan Ryo. Lihat saja kau!" ancam Via.

"Kau mengutukku?" tanya Ify ngeri. Kata-kata orang yang teraniaya biasanya lebih mujarab.

"Iya! Pergi dari pandanganku atau akan kujadikan kau kudapanku malam ini!" seru Via galak.

Ify mendengus, "Apa jeleknya Alvin? Dia lumayan ramah," gumam Ify. Dia kembali pada kegiatannya namun yang didapat justru hanya bulatan kertas sampah milik Rio yang lupa dia buang. "Untuk apa aku menyimpan benda ini?"

Didorong dengan rasa penasaran yang tinggi sejak lahir. Tanpa rasa canggung dibukanya kertas sampah itu, matanya membeku seketika. Sketsa dari samping seorang gadis yang rambutnya dikuncir. Mirip dengannya, hanya saja, mengapa gadis ini juga tengah memegang buku gambar? Apakah ini benar dirinya? Tapi kapan dia pernah melakukan hal ini? Bakat ibunya sebagai pelukis sama sekali tak mengalir di tubuhnya.

Mungkinkah?

***

"Ryo menggambarnya?" tanyanya untuk kedua kali. "Kau yakin?"

"Aku memang tak bisa melukis, tapi aku masih bisa mengenali mana sketsa wajahku dan sketsa wajah orang lain. Haruskah kita bertemu untuk membahas hal ini?"

Daniel terdiam. Apa harus malam ini? Otaknya benar-benar sedang penat dan tak ingin membahas apa pun yang menyangkut masalah pribadi mau pun pekerjaannya. "Jangan malam ini," sahutnya singkat.

"Besok?" kejar Ify. Masalah ini benar-benar mengganggunya, "mungkinkah ini lukisan wajah gadis Ryo di masa lalu?"

"Kurasa Rio takkan membuang waktu untuk hal semacam itu setelah kau dekat dengannya," jawab Daniel. Sebenarnya hanya untuk menenangkan dirinya sendiri.

"Tak ada yang bisa membaca hati seseorang sekali pun orang itu adalah saudaranya," ucap Ify sarkastis. "Kalau begitu aku tunggu teleponmu. Kita tetap harus bertemu dalam waktu dekat ini, kututup, ya, biayanya pasti sudah membengkak."

Mata Daniel menyipit, "Untuk apa khawatir? Aku yang membayar tagihannya," ketus Daniel. Rupanya si penelepon tak sempat mendengarkan. Sial, beraninya gadis itu menyindirnya.

Daniel menerawang jauh, membayangkan perubahan apa saja yang sudah dimiliki Ryo sekarang. Andai...

Drrt... Ddrrrt... Ponselnya kembali bergetar, satu pesan masuk.

Apa kau tdk ingin tau bgimana Ryo skrg? Pastikan terlebih dhulu jk kau sdh memulai mencari adikku. Kau tahu? Aku tdk bkerja scr cuma2

Diakhir pesan, Daniel melihat foto Ryo yang dia yakini diambil secara diam-diam oleh Ify. Ryo mulai berubah, tawanya, sorot matanya. Gadis itu rupanya hampir menyelesaikan tugas.

Jemari Daniel bermain di atas layar sentuh ponselnya, mencari nama seorang kepercayaannya. "Shin? Kau masih ingat dengan gadis yang kutugasi untuk mengawasi Ryo? Cari informasi selengkap mungkin tentang keluarganya, lalu, temukan adiknya yang hilang."

Tubuh Daniel terasa membeku. Wajahnya pun mendadak menjadi pucat dan pikirannya kosong. Hal gila semacam apa ini? Kenapa bisa terjadi?!

"Ka-kau yakin? Ada begitu banyak orang di Tokyo, apa kau tak salah orang?" tanya Daniel gusar. "Kenapa baru memberitahuku sekarang!?" seru Daniel pada asistennya.

***

Ify berdiri saat melihat orang yang ditunggunya telah datang. Mungkin bukan tempat yang tepat untuk dijadikan sebagai lokasi untuk membicarakan suatu hal yang begitu rahasia. Tapi bukankah ada pepatah berbunyi: tempat yang paling berbahaya, juga merupakan tempat yang paling aman?

"Kau sudah lama menunggu?"

Ify hanya menggeleng sopan, "Aku berpikir semalaman, apa kau juga pernah mengajak Ryo pergi keluar seperti ini?" tanya Ify langsung tanpa menunggu.

"Itu urusan pribadi. Kenapa kau ingin tahu?"

Terlalu ikut campur, Ify sangat mengerti. Hanya saja saat ini Ify mulai memahami apa yang dirasakan Ryo. Pria itu hanya...

"Aku ingin meralat ucapanku."

Alis Ify terangkat, "Tentang?"

"Aku tidak mengizinkanmu untuk sekedar jatuh cinta pada adikku."

Tubuh mungilnya seolah ditiup oleh angin dari kutub utara. Begitu dingin dan membekukan. Namun, inilah yang harus terjadi. Kerja adalah kerja. Cinta adalah cinta. Kasta adalah kasta. Ify tak lebih dari seorang imigran menyedihkan yang luntang-lantung mencari adiknya di negeri orang, Ify sadar betul akan hal itu. Dan jatuh cinta di saat menjalankan misi pada objek pekerjaannya adalah suatu hal yang haram hukumnya!

"Aku tak perlu izinmu karena aku memang tak berminat untuk itu," sahut Ify tenang.

"Kau yakin? Sekarang sorot matamu seolah ingin menerkamku dengan air mata," ejek Daniel. "Jangan terlalu kaku, jadi serahkan saja lukisan adikku."

Entah iblis apa yang sudah meracuni otaknya, tapi Ify sangat tak ingin lukisan yang Ryo berikan ini berpindah tangan pada kakaknya yang baru disadari Ify. Orang ini benar-benar egois!

"Lukisannya yang Ryo buat, seperti gambaran wajahku. Apa gadis masa lalu Ryo itu mirip denganku? Karena itulah kau memilihku untuk tugas ini," kata Ify memancing emosi Daniel yang biasanya terjaga begitu rapi.

"KUBILANG INI BUKAN URUSANMU!"

Bibir Ify tersenyum meremehkan, "Dari sinilah Ryo mendapatkan emosinya yang meletup-letup. Daniel oniisan, mohon pengertianmu. Mulai sekarang, demi berjalannya rencana. Aku akan melakukan semua hal sesuai dengan caraku, tenang saja. Semuanya masih dalam tujuan yang sama: Ryo akan kembali menjadi adik yang patuh padamu."

Daniel baru saja hendak membuka mulut ketika ponsel Ify berbunyi, "Ryo menelepon, kurasa dia membutuhkanku. Oh, iya, untuk jaga-jaga. Biarkan aku yang menyimpannya. Kau tak ingin dia curiga, kan? Oniisan..."

Ify pergi begitu saja, diamenghiraukan deru napas Daniel yang sudah seperti banteng dalam matador. Orangitu mungkin saat ini ingin sekali menerjang tubuhnya kemudian melumatnya sampaihabis. Sampai tamat!    


BERSAMBUNG

Pembaca yang baik hati, selalu meninggalkan jejak, berupa bintang (vote) dan atau komentar.

The Plan - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang