9

1.8K 180 26
                                    

Via tersenyum geli. Sudah berkali-kali dilihatnya Ify yang selalu berusaha menurunkan rok seragamnya agar lebih turun dan menutupi bagian atas pahanya yang mulus selama dia tinggal di sini. Namun sepertinya gadis itu masih tak ingin berhenti usaha.

"Ify, sudah kubilang itu sia-sia. Lebih baik kau mencoba untuk membiasakan diri dengan rokmu itu." Via benar-benar tak tahan untuk tidak komentar. Melihat usaha Ify selama berminggu-minggu membuatnya gerah juga.

"Kau bilang ini rok!?" jerit Ify. "Ini pakaian dalam! Lihat saja bagaimana pahaku ini terlihat!" serunya sambil menunjuk-nunjuk bagian tubuhnya yang selama ini tertutupi celana jeans semata kaki.

"Memangnya seberapa pendek ukuran rokmu di Jakarta?" tanya Via penasaran. Dia memang sudah lama meninggalkan kota kelahirannya itu demi mengejar beasiswa.

Ify menunjuk bagian bawah lututnya, "Harus lima sentimeter di bawah lutut dan lihat apa yang kupakai sekarang. Kalau di Jakarta aku pasti sudah dikejar-kejar petugas BP dan menjadi daftar siswa brutal!"

Rok yang dikenakan Ify memang selayaknya rok murid Senior High lainnya di Jepang. Tujuh belas sampai dua puluh satu sentimeter di atas lutut. Sementara rok yang Ify kenakan sekarang ukurannya dua puluh sentimeter di atas lutut. Mungkin memang begitu pendek untuk ukuran anak yang patuh aturan sekolah saat di Jakarta.

Tapi bagaimana pun juga, ini bukan di Jakarta.

"Sadarlah Ify, kau tidak sedang di Jakarta. Jadi santai saja dan bersikap sewajarnya. Kau justru akan semakin populer jika terus nekat menurunkan rokmu itu saat berjalan. Atau menutupinya dengan buku catatan." Via lantas bangun dari duduknya di sofa bulat dan mengambil tas. Dia berjalan mendekati pintu.

"Tunggu dulu, Via!"

Via berdecak, "Cepatlah, nanti kita terlambat masuk kelas."

Ify menyambar tasnya segera dan meletakkan di bagian depan roknya. Seperti yang sudah-sudah, Ify akan menjadi siaga satu jika sudah memakai seragam bagian bawahnya ini. Telapak tangan kirinya akan dia taruh di belakang dan terus menempel pada bagian bawah roknya. Meminimalisir kesempatan orang lain mengintip hak privasinya.

***

"Apa-apaan ini?" gumam Via setengah berbisik. Ify yang memang tengah mengintip buku catatan Via pun mengangkat wajahnya dengan mimik bertanya. "Anak itu kenapa bisa masuk ke kelas ini?"

Ify mengernyit, "Anak itu?"

Via mengangguk, matanya masih menatap ke arah depan. "Iya, anak itu."

Ify yang merasa penasaran akhirnya membalikan tubuh mengikuti arah pandang Via yang tengah dia belakangi. Dilihatnya seorang siswa yang baru saja masuk dan menjadi objek pengamatan seisi kelas. Dia pun memicingkan matanya. Menajamkan penglihatan dan didapatinya setiap lekukan wajah yang begitu familier.

"Daniel?" gumam Ify tak yakin. Dia putar lagi tubuhnya ke arah tempat duduk Via. Dilihatnya Via yang tengah menatap sosok itu dengan bengis. "Dia siapa? Kenapa kau menatapnya seperti itu?"

Via mendesis, terlihat sekali betapa bencinya Via dengan si anak baru itu.

"Ryo Tennouji, laki-laki menyebalkan yang sok berkuasa. Arhs... Ingin sekali rasanya meninju wajah arogannya itu," balas Via dengan wajah yang memerah.

Glek! Ify menelan ludah. Sepertinya sosok yang harus didekatinya itu benar-benar seorang drakula. Buktinya sekarang suasana kelas begitu hening dan menegangkan. Berbeda sekali dengan sebelumnya, bising dan terkadang berjatuhan meteor kertas dari berbagai arah.

The Plan - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang