3

3.1K 243 21
                                    

Ify hanya bisa menundukkan kepalanya. Kepulan asap yang begitu menggoda perutnya dari sepiring nasi kari di hadapannya sedari tadi hanya bisa dia abaikan. Terlalu takut rasanya menyentuh makanan itu di depan Kazune.

Kazune menatap datar Ify, kemudian dia mendesah napasnya diam-diam. "Kau tak berniat makan?"

Ify menggelengkan kepalanya pelan, "Aku... Aku kira Oniisan masih marah padaku," jawabnya parau.

Kazune mendecak, dia ulurkan tangannya dan menyentuh kedua tangan Ify yang saling tergenggam di atas meja. Dingin.

"Apa kau gila?! Kau tak tahu sekarang sedang musim apa?! Kau turis teraneh yang pernah kutemui, pergi keluar di saat musim dingin setidaknya kau pakai syal, penutup telinga atau apa pun yang lebih tebal. Lekas makan, atau aku akan lebih marah lagi padamu."

Ify menelan ludah, baru kali ini dia dimarahi oleh orang asing. Tidak, dia sama sekali tidak merasa benci akan hal itu, hanya saja dia merasa seperti sedang dimarahi oleh kakak kandungnya. Kakak yang mengkhawatirkan adiknya.

"Maafkan aku, Oniisan," ucap Ify kelu. Dia pun segera menyentuh sendok dan garpu yang berada di sebelah kanan piring saji. Perut Ify yang sudah berdisko sejak tadi akhirnya bersorak gembira. Bumbu kari dengan sentuhan rasa shoyu dan saus tomat yang bertemu dengan nasi pulen begitu memanjakan lidah dan perut Ify yang hanya diisi dua nasi kepal untuk sarapan tadi pagi. Ify mengunyah daging sapi beserta nasi dengan gembira. Rasanya sekilas mirip dengan semur hanya saja kuahnya lebih kental.

"Kau suka dengan Kari?" tanya Kazune penasaran. Melihat ekspresi bahagia Ify saat menikmati suap demi suap makanannya menggelitik hati kecil Kazune. Benar-benar kekanakan.

Ify mengangguk bersemangat. Dia melemparkan senyum dengan deretan gigi bagian atasnya yang dibehel. "Tentu."

"Maaf tadi pagi kau hanya sarapan dengan nasi kepal. Adikku terbiasa menyiapkan itu sekaligus untuk bekal makan siangku."

Ify menggeleng, "Aku sama sekali tak keberatan, kenyataan bahwa sampai sekarang aku masih selalu merepotkanmu saja sudah membuatku malu. Ditambah lagi kau membantuku menukarkan uang tadi, sebelumnya bahkan kau menyelamatkanku dari misscommunication dengan warga lokal. Ahh... Aku tak tahu sampai kapan aku akan hidup sebagai benalumu, Kazune oniisan," katanya disela kunyahan. Ify menyesap kuah karinya sampai tak bersisa.

Kazune menatap Ify takjub, bahkan dirinya yang pria saja sampai kalah cepat daripada Ify dalam menghabiskan makanan. "Sebenarnya apa yang membawamu sampai sejauh ini, Ify-chan?"

Ify mengelap bibirnya dengan punggung tangan. Kazune yang melihat itu lagi-lagi hanya bisa membatin. Gadis jorok.

"Aku hanya mengikuti wasiat ibuku," ucapnya sedih.

"Wasiat?" tanya Kazune ragu, "dia... Maksudku, Ibumu, dia sudah meninggal?"

Ify mengangguk sedih, tapi sedetik kemudian dia menatap Kazune dengan tatapan yang biasanya. Ceria. "Iya, dia memintaku untuk datang ke sini. Mencari Ayah dan adikku."

Sebelah alis Kazune naik, dia menegakkan duduknya yang sejak tadi bersandar pada sandaran kursi. "Kau sendirian? Gadis berumur tujuh belas tahun pergi ke Tokyo hanya seorang diri?" tanya Kazune terperangah.

"Aku tak punya alasan untuk tidak menjalankan wasiat ibuku, lagipula, di sini atau pun di Jakarta sama saja. Aku tak punya siapa pun untuk dimintai tolong. Bersyukur aku bertemu denganmu Oniisan," ucap Ify yang diakhiri dengan senyum penuh rasa syukur. "Kau benar-benar baik padaku."

The Plan - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang