27

1.5K 241 5
                                    

"Jadi, gimana tadi wawancaranya?"

Aku menghela nafas suntuk. Dinginnya AC mobil ini tidak sanggup menyejukkan hati dan pikiranku.

"Lumayan," jawabku.

Nouri mengecek spion tengahnya sebentar. Kemudian menoleh kepadaku. "Lumayan...tidak sesuai harapan?"

Sesuai perkataannya, sepulang dari 'warung', aku dijemput selepas magrib dan sekarang kami ada di perjalanan pulang. Nggg..nggak tahu juga sih, mau langsung pulang atau tidak. Yang jelas, hari ini benar-benar membuat mood dan badanku berantakan.

Aku mengangguk. "Been there for almost 5 years, bayangin, Ri. Dan mungkin ditambah kontrak seumur hidup kalau aku lolos tes store manager ini."

"Bisa nggak, kalau disalah-salahin? Semacam untuk mengurangi poin penilaian, hehe,"

Aku mendengus. "Awalnya aku juga berpikiran begitu, cuma ntar dikiranya lima tahun aku ngapain aja. Bisa sih, cuma...kurang profesional."

"Iya," Nouri menyetujui. "Aku kasih quotes panjang-panjang buat optimisme-mu juga kayaknya nggak mempan sih."

Aku spontan terkekeh. "Always gone gagging kalau sama kamu."

"Nggak juga."

"Yakin? Bukannya Nouri itu contains 10% serius, dan 90% lawak, ya?"

Nouri mendengus, tampak tidak terima. "Yang humoris kan idaman, Ta," elaknya.

"Yeuuu.. pembelaan,"

"Emang mau, cowok muka tegang, terlalu tenang, dan senyum jarang?"

"Kalau bentuknya kayak Rangga AADC sih masih bisa diterima dengan baik,"

Nouri terbahak. "Berat woy, Nicholas Saputra,"

Aku ikut terkekeh. Murah juga ya aku, jokes beginian doang, mood seharian bisa langsung plus-plus. Jadi bingung mau berterima kasih ke Nouri atau Nicholas Saputra.

"Nah! Ini dia advantages-nya jadi cowok humoris, Ta!" Nouri sedikit berseru. "In the end, at least, tidak ada yang membiarkan orang-orang di sekitarnya lupa untuk tersenyum atau nggak punya alasan untuk tertawa."

Aku mengulum senyum geli. "Nice try."

"Ini beneran, Ya Rabb.." Nouri mulai pasrah.

Tawaku justru semakin menjadi. "Percayaaa.." balasku. "Disadvantages-nya?"

Cowok di sampingku tampak bergeming.

"Masa nggak ada ruginya!" Aku pura-pura tidak terima.

"Ya itu...dianggapnya bercandaan terus, padahal udah di titik paling serius."

Hening sebentar.

Aku juga enggan memberikan komentar.

Nouri berdeham.

"Wow. That's quite deep." Aku mencoba membuat suasana lebih cair. "Pengalaman apa gimana, nih?"

Dia diam sebentar. "Lumayan,"

Hening lagi.

"Mungkin kalau masih awal 20-an okay-okay aja ya, Ri, kelihatannya. Tapi kalau udah masuk 26 ke atas, agak gimana gitu ya kalau masih suka celelean?"

"Mama sama Naomi sampai udah jengah kasih tau aku untuk jangan kebanyakkan cengar-cengir nggak jelas dan pasang tampang selengean." Ujar Nouri, lebih seperti mengadu.

Aku menahan senyum. "Somehow, pasti ada beberapa orang yang okay with it; tampang selengean dan celetukkan ajaib-mu."

"Kamu yang mana?" Nouri beralih menatapku.

Almost Home (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang