28

1.4K 206 9
                                    

Aku nggak pernah membayangkan ini.

I mean, pergi berdua dengan Nouri saja sudah membuat akal sehatku terganggu. Apalagi ini. Pulang ke Jogja. Menghadiri kondangan bersama. Seragaman. Dan sekarang, Nouri menginap. Di rumahku.

Aku sudah duluan masuk ke kamarku. Sepertinya, aku perlu berdamai dengan akal sehatku sebentar setelah dari kemarin dihantam kenyataan yang sebenarnya out of reach dan nggak kepikiran, tapi just happened.

Nouri sekarang ada di ruang keluarga. Sore tadi sih, ngobrolin Liverpool bareng Ayah dan Pandu. Kemudian kami magriban berjamaah. Terus dia direcokin Ibu tentang gimana rasanya masuk LINE Today-—yang aku yakin sekali—berujung pada interogasi kecil. Sekarang, aku belum tahu. Pada pukul sembilan malam tadi, Ayah dan Ibu pamit pergi ke rumah Khalila karena masih ada beberapa urusan yang harus diselesaikan. Lucu juga ya, ini yang nikah baru keponakan lho, belum anak sendiri.

Kembali ke peristiwa Nouri menginap.

Seharusnya aku bisa berpikir lebih lurus dan jernih. But, my dear, ini adalah Nouri. Aku sendiri bingung, bagaimana deskripsi yang tepat untuk menggambarkan perasaanku kepada laki-laki konyol ini.

Aku menyukainya? Of course. Nouri itu kayak...apa ya? Boyfriend-nya semua orang. Everyone likes him.

Aku nyaman dengannya? Ugh, kalau aku tidak nyaman, Nouri sudah aku depak pada jauh-jauh hari di awal kami bertemu dulu.

Aku menyayanginya? I've told you. Dia adalah orang yang humble sekaligus lovable. And I think, it isn't just me who can't resist his existense.

Aku mencintainya?

Aku mendadak mulas. Haus. Dan pening.

Aku tidak paham, mencintai seseorang bisa semelelahkan...dan semenyenangkan ini. Aku memang tidak bisa mengakui atau menjelaskannya, pun menunjukan sikap seseorang yang mencintai kepada Nouri secara blak-blakan. Bahkan kalau dikasih duit satu milyar untuk menjelaskan dan menguraikan bagaimana perasaanku terhadap Nouri pun aku tidak mampu.

Tapi. Aku sudah mengakuinya.

At least terhadap diriku sendiri. Okay, itu pengecut. Tapi, ya udah sih? What can I say? I wasn't choosed this way. Without reason, without even wanting to. This is love. Tidak akan pernah bisa diprediksi.

Hah. Ternyata orang yang sedang jatuh cinta itu tidak mau disalahkan, selalu mencari pembenaran atas apa yang sudah dilakukannya. Termasuk memendam perasaannya, atau bahkan...merelakannya.

Di tengah kemelut perang hati dan logika-ku, ponselku tiba-tiba berdering.

Genta is calling.

Wait. Satu lagi hal gila yang dilakukan seseorang ketika sedang jatuh cinta; like there's no one else. Sampai lupa kalau di jagat semesta ini juga diciptakan eksmud luar biasa, berparas Dimas Beck kw super seperti Genta.

"Sarasyita," suara Genta menyeruak.

"Ya?" Balasku gugup. Kenapa juga aku gugup.

"Still got tied by 'seleksi store manager' and stuff?"

Aku sudah pernah bilang belum sih kalau Genta itu punya suara yang dalam dan hangat. Heuf. Gimana ya, menjelaskannya?

Senyumku mekar. "Wawancara dan administrasi sudah kemarin sih," aku menjelaskan. "Doakan yang terbaik saja deh, Ta,"

Genta terkekeh. "Terbaik versimu atau versiku?"

Aku terhenyak. "Kok gitu?"

"Versiku; you passed it, and become the new SM. Versimu?"

Almost Home (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang