6

2.6K 284 1
                                    

"Overall, dia gimana?"

Siang ini, aku, Golby dan Salma memilih untuk makan siang di warung penyet seberang mall. Aku hari ini libur, sih, Salma hanya mampir ke kantornya sebentar untuk ambil draft, sementara Golby harus kembali ke warung pukul setengah dua nanti. Ya, cukup berisik untuk ngobrol-ngobrol disini, tapi sambal khas penyet ini benar-benar membuatku nggak masalah.

Aku masih mendesis kepedasan. "Good," tukasku. Kemudian melahap lalapanku.

"Udah? Good doang? Apa kek," Golby protes.

Sumpah, ini enak parah sambalnya, sayang banget kalau acara melahapku harus tersendat-sendat hanya karena meladeni si idiot Golby.

"Kalo Dovan gimana, Ta?" tanya Golby lagi. Kali ini, ganti cowok. "Kapan ketemuan?" imbuhnya.

Aku menggeleng. Langsung berasa pahit sambal penyetnya. "Nggak tahu," jawabku malas, kemudian menyeruput es teh-ku. "Udah putus 'kan, nikah juga batal, keluarga juga udah ketemu, maaf-maafan juga udah, apaan lagi,"

Iya, beberapa hari setelah kejadian tentang hotel itu, aku pulang lagi ke Yogyakarta. Sesampainya disana, aku berbicara jujur kepada Ayah, Ibu, dan Pandu. No doubt, kedua orang tua ku mencak-mencak, sementara aku hanya terus-terusan terisak sambil dipeluk erat oleh Pandu. Siangnya aku sampai, malamnya Dovan sekeluarga datang ke rumah Yogyakarta.

Suasana ketika keluarga Dovan tiba ke kediamanku di Yogyakarta benar-benar menegangkan. Aku diceritain Pandu sih. Aku benar-benar nggak ada niat untuk ikut membahas dan harus bertatapan lagi dengan si brengsek Dovan.

Setelah segala bentuk, kata maaf dan penyesalan disampaikan dari Dovan dan segala amarah Ayah yang tertahan untuk menghajar Dovan saat itu juga, keluarga itu pulang. Mungkin masalah kedua keluarga terlihat selesai, tapi tidak denganku dan Dovan. Aku masih enggan untuk bertemu dengannya. 4 bulan sebelum menikah dan kejadian sial itu yang aku dapatkan.

Golby dan Salma saling berpandangan.

Hening sebentar.

"Menjaga tali silaturahmi-nya yang belum," celetuk Golby tiba-tiba. "Lo boleh putus sebagai pacar, tapi nggak boleh yang namanya putus hubungan silaturahmi," omel Golby. "Serius, kalo lo ketahuan Ummi gue, bisa diarak lo ke rumah si Dovan sambil bawa kurma sekarung," imbuhnya yang malah membuatku dan Salma terkekeh.

Aku berdeham. "Kalau kamu jadi aku, kamu masih sudi menjaga tali silaturahim dengan si brengsek itu?" elakku.

"O-ow. Aku nggak ikut-ikut kalau yang ini," ujar Salma.

"Ya, gue paham emang si Dovan adalah sebrengsek-brengseknya human being. Tapi, ya, seenggaknya lo ketemuan gitu? Betah benar kena terror? Nggak lihat tuh anak-anak warung pada bingung mau naruh bunga lah, cokelat lah, boneka lah, kemana lagi?"

Aku mendengus. "Ntar aja,"

"Kamu mau ada pacar baru dulu ya sebelum ketemuan? Supaya pas ketemu, nggak nahas-nahas amat?" giliran Salma yang serimpet.

"Hah. Apa-apaan," protesku.

Spontan Golby terkekeh. "Gue bantuin deh kalau mau cepat-cepat resmi sama si eks-mud,"

Aku mencipratkan air kobokan ke arah Golby. "Mulutmu ya, By. Cuci dulu sini sama kobokan biar beneran dikit kalau ngomong,"

"Makanya, kelarin dulu deh ini sama si Dovan, baru lanjut ke mas eks-mud nya," Salma belum menyerah. "Jangan lama-lama kalau mau ketemuan,"

"Iya, jadian dulu sama Genta. Baru deh ketemuan," tambah Golby.

Astaga.

Parah.

Almost Home (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang