Chapter 9: Truth
Dentingan pisau yang beradu lantai itu memenuhi pendengaran Luhan. Pandangan mata lelaki itu bergerak gelisah tapi tertuju pada satu titik, yakni pada tubuh Sehun yang tergeletak tak berdaya dengan darah yang mengalir dari perut. Melihat begitu banyak darah yang berceceran bahkan mengalir menuju kakinya, Luhan mual seketika. Tubuhnya terlonjak ke belakang, berusaha menghindari aliran darah Sehun. Jantung Luhan berdetak kencang hingga Luhan pikir mampu menghancurkan tulang rusuknya. Nafas Luhan memburu tapi sebentar-sebentar tercekat lalu memburu lagi. Tangannya bergetar hebat, tidak. Tapi seluruh tubuhnya. Luhan ambruk hingga duduk bersimpuh. Tangannya terangkat untuk menyadarkannya jika darah Sehun mengotorinya di sana. Warna merah itu seakan menunjukkan bukti jika Luhan baru saja membunuh seseorang.Membunuh?
Luhan merasa pening seketika. Dalam sejekap ketakutan menguasai dirinya hingga tak menyadari Kris yang lari tergopoh-gopoh menghampiri sosok Sehun. Luhan seakan tuli, ia bahkan tidak mendengar percakapan atau langkah kaki anak buah Sehun ketika meninggalkannya sendirian di sana. Luhan kalut, ia mulai menyalahkan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia membunuh seseorang terlebih orang itu adalah Sehun?
Dalam kebisuan Luhan memeluk tubuhnya sendiri. Berusaha menghentikan getaran yang terasa mengganggu seluruh sendi tubuhnya. Tapi tak lama Luhan menjerit. Darah Sehun sekarang tak hanya berada di tangannya melainkan juga di lengan dan juga dadanya. Luhan mengusap-usapnya dengan panik, ia ingin menghilangkan noda merah mengerikan itu dari sweater putihnya. Luhan menangis, berteriak. Frustasi karna warna merah itu seakan mengejek dirinya jika sebesar apapun usahan Luhan untuk menghilangkan jejak kejahatannya tetap takkan mampu merubah warna itu kembali putih. Luhan berteriak sekali lagi, kali ini ia melepas sweaternya lalu melemparnya jauh-jauh. Rasa dingin langsung menerjang tubuh telanjangnya. Luhan menggigil, ia menatap sekitar dengan gelisah. Lalu ketika pandangannya mendapati Chanyeol, Luhan beringsut ke arah kursi sambil menggeleng keras.
Chanyeol menatap iba pada keadaan Luhan. Remaja itu pasti mengalami syok dan trauma berat akan kejadian tadi. "Tenanglah Luhan, Sehun selamat. Pria bodoh itu tidak mati dan itu artinya kau tidak membunuh siapapun."
Chanyeol bisa melihat kelegaan yang mendalam dari diri Luhan. Bahu kecil itu merosot turun dengan getaran tubuh yang berkurang. Sorot matanya yang gelisah mulai tenang secara perlahan. Ketika dirasa yakin bahwa Luhan sudah merasa lebih baik. Chanyeol menghampiri lelaki mungil itu dan menyampirkan mantel tebalnya. Pandangan Luhan mengarah padanya, sorot mata itu berharap penuh akan suatu kepastian. Chanyeol tersenyum sambil menghapus noda darah di pipi Luhan.
"Sehun baik-baik saja. Dia akan sadar sebentar lagi. Dia masih hidup, Luhan."
Tetesan demi tetesan air keluar dari mata rusa milik Luhan. chanyeol membiarkan Luhan menangis, lelaki mungil itu menangis keras seakan membuang seluruh beban ketakutan yang tadi dirasakannya. Chanyeol mengeluarkan sapu tangan lalu dengan telaten menghilangkan noda darah di tangan Luhan.
Luhan memperhatikan itu, ia menatap penuh perhatian tangan Chanyeol yang dengan sabar mengusap setiap jari-jarinya. "A-aku tidak melakukannya." Luhan mendapatkan suaranya kembali ketika kehangatan tangan Chanyeol mulai terserap tubuhnya.
"Aku tahu."
Chanyeol selesai dengan pekerjaannya. Ia membantu Luhan berdiri, menuntun lelaki itu untuk duduk di bangku taman lalu memakaikan dengan benar mantelnya ke tubuh Luhan. "Ini bukan salahmu ataupun salah Sehun. Kalian terjebak disituasi yang sulit ini karena aku dan aku minta maaf akan hal itu. Kau tahu jika Ketua besar begitu menginginkan kalian berpisah. Jadi dia memanfaatkan rasa cintaku pada Yoona untuk menjalankan rencananya. Aku tahu aku salah tapi Sehun pasti juga akan melakukan hal yang sama jika jadi aku." Chanyeol mengambil nafas sejenak sebelum meneruskan, "Luhan, mungkin kau akan membenci Sehun setelah ini. Tapi aku mohon satu hal padamu. Bisakah kau tidak menunjukkannya pada Sehun? Bisakah kau tetap bersikap peduli padanya? Bisakah kau tidak menjauhinya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Way
FanfictionRepost dari ffn cerita favorit aku Mafia hun and high schooler han