4

1.5K 234 55
                                    

👑 🐻 👑

👑 🐻 👑

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁🍁

Sera duduk di sofa abu-abu di salah satu ruangan, kakinya di sandaran sofa, sementara kepalanya di lantai. Tiga hari berlalu semenjak Jimin mengantarnya ke rumah besar itu, tinggal sendirian bikin Sera kesepian, dia terbiasa hidup dengan puluhan orang di rumah Beomgyu selama bertahun-tahun.

Sera sudah bangun dari pukul lima pagi—dia selalu bangun sepagi itu semenjak di rumah pelacuran—membersihkan rumah, membuat sarapan untuk dirinya sendiri, menyirami tanaman di halaman belakang dan berkebun.

Sore ini Sera bahkan sudah mandi tiga kali, makan, tidur siang, lalu nonton drama tivi, tapi Jimin atau Seokjin belum juga keliatan batang hidungnya. Apa dia dibeli untuk dijadikan pajangan rumah?

Sera berkebun setelah menemukan peralatan dan bibit di gudang penyimpanan di belakang. Dia tidak menyangka kalau tuan barunya punya banyak bibit tanaman dan rempah-rempah, ditambah lagi halaman belakang rumah sangat luas dengan kolam renang dan perapian.

Sera yang hobi bercocok tanam (bahkan rumah Beomgyu penuh dengan berbagai macam tanaman rempah yang ditanam di halaman depan sampai belakang, memagari rumah, termasuk ubi, azalea kuning dan mugunghwa ungu muda) melakukan hal yang sama untuk mengusir kebosanan yang sudah hampir membuatnya mati.

Dia menanam seledri dan daun mint di pot kecil yang dia temukan di gudang perkakas, lalu digantung, berjejer, di depan gudang. Dia juga menanam stroberi dalam kotak-kotak kayu yang berhasil dia buat sendiri, lalu diletakkan ke dalam rumah kaca yang kosong di ujung halaman belakang yang luas itu.

Sera sempat menduga, Beomgyu memberi tahu tuan barunya kalau dia suka berkebun. Mungkin—terserahlah, pikirnya tak acuh. Dia tidak memikirannya, baginya yang penting tidak mati, tidak disiksa, atau dipukuli, itu saja cukup. Sera sudah lama sekali mengasah otaknya untuk tidak berpikir aneh-aneh seperti manusia pada umumnya, dia hanya butuh bernapas dan bertahan hidup.

Dia berguling dari sofa dan menajamkan pendengaran, saat samar-samar mendengar suara klakson mobil. Tergesa-gesa keluar dari ruang santai, berlarian menelusuri selasar, dapur, ruang tengah, ruang depan, dan sampailah dia di depan pintu utama.

Kim Seokjin berdiri menjulang di ambang pintu, mengenakan kemeja putih dilapisi sweater abu-abu. Rambut hitam Seokjin halus dan tertata rapi, kulit wajahnya yang bersih berpendar keperakan di bawah cahaya matahari sore yang jatuh di belakangnya.

"Astaga, kau tampan sekali, Tuan Kim." Sera memuji tanpa sungkan, tapi Seokjin sepertinya tidak mendengar dan meminta Sera mengikuti ke ruang tengah.

Mereka duduk dalam ruangan di antara meja kaca.

Dan ini lah bagian yang Sera suka, saat Seokjin mulai bicara. Suara berat Seokjin yang sedikit serak terdengar lugas, dingin, tapi memabukkan, sungguh memanjakan telinganya.

Tuan Kim dan Sang PelacurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang