Lenta meraba disekitar tempat tidurnya, mencari ponsel yang sedari tadi bernyanyi dengan nyaring. Tanpa melihat siapa yang menghubunginya, Lenta menerima panggilan tersebut, bahkan matanya saja masih terpejam.
"Ya, hallo." Suara serak itu menyapa seseorang yang menelfon Lenta.
"Kita butuh ketemu Len, aku udah di depan rumah kamu." Mendengar suara itu, Lenta buru-buru merubah posisinya, ia duduk bersila dan melihat nama yang ada di layar ponselnya, melihat jam yang tergantung manis di dinding kamarnya. Lenta tak percaya dengan angka yang tertunjuk oleh jarum pendek jam tersebut, ia menggosok kedua matanya, berusaha membersihkan matanya, siapa tahu saja salah lihat, namun yang terjadi, jam itu tetap menunjukkan angka 1.
"Kamu ngapain di bawah? Ini udah pukul satu pagi Laut!" Tanya Lenta sedikit heran. Ia langkahkan kakinya menuju jendela kamarnya, berusaha memastikan kebenaran perkataan Laut tadi. Dan ternyata, benar adanya, di depan pintu gerbangnya terdapat sosok pria yang tengah duduk di atas motornya, menatap ke arah jendela kamarnya.
"Kita butuh ketemu Len, aku nggak mau kamu salah paham." Balas Laut kukuh.
"Aku ke bawah." Lenta memutuskan sambungan telfonnya dan segera berlari menuju lantai bawah, membuka pintu dan buru-buru menuju pintu gerbang rumahnya. "Kamu ngapain sih ke sini? Besok kamu kuliah Laut!" Suara ketus itu membuat Laut menundukkan kepalanya menyesal. Menyesal karena telah menyakiti gadis itu, meski pada kenyataannya ia masih merasa senang karena Lenta masih mau bertemu dengannya.
"Aku nggak perduli, yang terpenting, aku ketemu kamu dulu. Aku mau ngejelasin semuanya Len." Lenta menghembuskan nafasnya berat. Air mata yang sempat berhenti karena tertidur itu kini bersiap untuk keluar kembali. Ia menyandarkan dirinya pada pagar rumahnya, menundukkan kepalanya, ia tak mau terlihat rapuh oleh Laut.
Laut mendekati Lenta, berdiri di hadapan Lenta, ikut menundukkan kepalanya, ia berusaha untuk melihat wajah cantik gadisnya itu. "Aku nggak tahu kenapa bisa sebodoh itu. Duain orang yang aku sayang." Laut tersenyum miris. "Tapi saat lihat Aurora, aku berasa ngelihat kamu. Dia mirip sama kamu, bahkan kepribadiannya pun hampir mirip sama kamu, yang ngebedainnya, dia lebih dewasa di banding kamu." Lenta mengangkat kepalanya mendengar pujian Laut yang ditujukan untuk Aurora, membuat Lenta merasakan sakit yang semakin mendalam.
Laut tertawa kecil dan memberantakkan rambut Lenta dengan penuh sayang, sama seperti yang dilakukannya dulu, tanpa mengurangi rasa yang dulu diberikannya pada gadisnya itu. "Tapi aku lebih suka kamu yang childish, suka kamu yang manja, suka kamu yang cemburuan." Laut tersenyum tipis pada Lenta.
"Jangan pikir mentang-mentang kamu puji-puji aku, aku mau ya balikan sama kamu. Aku tetep mau kita putus." Lenta menyedekapkan kedua tangannya di atas dadanya, berlaku angkuh di depan pria yang jelas-jelas masih ada di hatinya.
"Yah, padahal baru aja mau ngajak baikan." Laut dengan nadanya yang jenaka berusaha mengubah suasana yang tercipta menjadi lebih bersahabat. Ya, ia tahu Lenta bukanlah tipekal gadis yang mudah dirayu, terlebih saat Lenta diselingkuhi, gadis itu tak akan mau kembali dengan pria yang menyelingkuhinya itu.
"Baikan sana sama Aurora!" Ketus Lenta membuat Laut kembali tertawa dan mengacak rambut Lenta dengan gemas.
"Aku juga udah putus sama Aurora." Balas Laut yang membuat Lenta memutar bola matanya kesal.
"Dasar cowok, giliran udah ketahuan aja langsung deh yang disayang dibaik-baikin, giliran yang jadi simpenan aja dibuang!" Cibir Lenta yang membuat Laut tertawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance Relationship
RomanceMohon Maaf cerita ini akan dihapus untuk diperbaiki secara penulisannya. Jadi nanti akan di publish kembali setelah rapi semuanya. terima kasih :) ---------------------- Lenta harus menahan rasa rindunya pada Laut yang kuliah di Bandung dan ia di Ja...