Ep. 7

5.8K 946 179
                                    

Alunan musik klasik tahun '80-an memenuhi penjuru ruangan gelap tersebut. Seorang wanita berdiri tegap memandang keluar jendela yang masih gemerlap oleh lampu kota. Jemarinya bergerak menyentuh jendela, seolah ingin menggapai gemerlap di hadapannya.

Perlahan bibirnya bergerak, berbisik lirih entah pada siapa. "Sayangku, aku mendapatkannya. Puck yang membuatmu pergi dariku."

--

Sehun mengernyit, menatap kaca spion yang menampakkan sosok Hwa Ri. Gadis itu menjadi diam setelah melihat isi ponselnya.

Merasa hening, Sehun memulai membuka obrolan. "Bagaimana sekolahmu hari ini?"

"Bagus," jawab Hwa Ri tanpa menoleh. Suaranya lemah. Sama sekali tidak seperti Hwa Ri yang biasanya.

Sehun berdeham, kembali membuka mulutnya untuk berbicara. "Oh, bagus kalau begitu."

Hening kembali menyergap. Sehun masih bisa melihat sorot mata sendu gadis itu. Ia sama sekali tidak dapat menafsirkan arti sorot itu.

Sehun baru saja akan kembali membuka mulut untuk memecah keheningan ketika Hwa Ri menyela terlebih dahulu.

"Bisa mampir ke ATM sebentar? Ada yang harus kuperiksa."

--

Kalau ia bisa bertanya pada Tuhan, maka akan ada banyak hal yang akan ia tanyakan. Ia butuh jawaban, kenapa ia dilahirkan? Kenapa hidupnya terasa pahit? Kenapa, kenapa, dan kenapa. Sayangnya, Tuhan meyuruhnya mengikuti alur, takdir dan skenario yang Dia buat untuknya yang bahkan tanpa persetujuannya.

Begitulah ia merasa seperti boneka. Hidupnya ini sudah terorganisir dari lama. Lantas, untuk apa sebuah usaha?

Hwa Ri mendecih, menatap saldo di rekeningnya yang bertambah. Ia tidak peenah meminta, tapi pamannya itu sudah seperti stalker yang barangkali bisa memantau jumlah saldo di rekeningnya.

Pamannya adalah sosok yang paling ia benci di dunia ini (walaupun kadang ia benci pada Tuhan, ibunya selalu berpesan untuk mencintai Tuhan. Persetan, tapi tetap ia jalani).

Kejadian dua tahun silam membuatnya meyakini bahwa pamannya adalah pengecut. Jika saja pamannya adalah seorang yang pintar, mungkin orang tuanya tetap hidup dan menikmati waktu bersamanya.

Tapi pamannya itu memang dungu atau mungkin saja licik.

Lelaki itu membiarkan kedua orang tuanya terbunuh dan kini memegang perusahaan milik orang tuanya.

Bisa saja 'kan pria licik itu berniat mengambil sahamnya dan mengelabuhinya agar ia menjadi gadis paling sengsara seperti Cinderella.

Oh, yang benar saja, sekalipun akhirnya Cinderella hidup bahagia, siapa yang mau menjalani kehidupan susah seperti itu?

Hwa Ri memutus perdebatan dalam otaknya, menghembuskan napas panjang sebelum akhirnya bergerak keluar dari dalam ATM dan mendapati Sehun tengah berdiri disamping mobilnya dengan gaya layaknya model majalah vogue (atau ini hanya pemikirannya saja?) seraya menenteng kantung plastik berisi minuman.

Sehun melambaikan tangannya seraya memasang senyum tampan, menyuruhnya datang mendekat.

Demi Tuhan, rasanya ada sesuatu yang salah, tiba-tiba saja jantungnya berdentum keras dan sesuatu yang panas menjalar ke pipinya.

"Hei Cheon! Mau tetap di situ? Aku punya coklat panas," ujar Sehun lantang, membuatnya lantas gelagapan.

Hwa Ri mengusap tengkuknya canggung kemudian melangkahkan kakinya mendekat.

別 の 世 界Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang