Petikan gitar mengiringi suasana hangat malam ini. Mereka semua bernyanyi ria. Di tengah-tengah mereka terdapat kobaran api yang menyala; api unggun.
Alan terduduk dibatang pohon kelapa dengan secangkir kopi panas mengebul di tangannya. Hellen menghampiri Alan
"Kau kenapa? —Terlihat kacau. Kalau butuh teman cerita, aku bersedia." Alan melirik sekilas wanita itu lalu mendengus.
"Sya—"
"Alan."
"O-oke, maaf. A-alan... Izinkan aku memperbaiki semuanya. Setidaknya, aku ingin menjadi sahabatmu." ujar Hellen lirih.
Alan tak menghiraukan perkataan Hellen. Ia sudah terlalu muak dengan semuanya. Dia type orang yang tak mudah melupakan sebuah kejadian. Apalagi kejadian yang membuatnya terluka. Alan tahu, itu adalah bagian dari dirinya yang tak baik. Tapi, mau bagaimana lagi? Sangat sulit menghilangkan sifat itu.
"Bisakah kau melupakan kejadian itu?" Alan melirik tajam Hellen. Bagaimana wanita itu dengan mudahnya mengatakan seolah-olah kejadian itu hanyalah kejadian kecil. Hellen yang menyadari ada yang salah dengan ucapannya segera memberi penjelasan, "Ma-maksudku... Aku hilaf waktu itu. Dan... Aku sadar bahwa hatiku masih terikat padamu. Aku rasa kau pun begitu. Ku mohon, maafkan aku..! Bersikaplah sebagaimana mestinya. Ak—"
"Inilah sikap yang semestinya." timpa Alan cepat. Mereka beradu pandang. Alan dengan tatapan tajamnya, sementara Hellen dengan tatapan terlukanya. Sungguh bukan hal yang mudah membawa perasaan bersalah selama bertahun-tahun. "Kau tahu seperti apa aku ini.—Sekali kau melepasku maka tidak ada namanya kesempatan kedua." lanjutnya dengan penuh penekanan disetiap kata.
"Sekalipun menyiksa dirimu sendiri?" tanya Hellen cepat. Terlalu muak dengan topeng yang Alan tunjukan padanya. Ia tahu, selama ini Alan sama tersiksanya dengan dia.
Alan mendengus, "Jangan terlalu percaya diri." bibirnya menyunggingkan senyum mengejek.
"Lalu kenapa sampai saat ini kau belum menikah?"
"Karena aku tidak ingin."
"Apa maksudmu?"
"Aku tidak akan pernah menikah."
Hellen tercengang. Apa Alan serius?
"Hei, hei, hei... Kita kedatangan gadis cantik." teriakan Hedy mampu mengalihkan perhatian kedua insan yang terlibat perang dingin. Key meyumpah serapahi pria itu karena sudah menarik perhatian semua orang dan kini ia menjadi pusat perhatian.
Tanpa sengaja, manik Key dan Alan beradu. Dengan cepat Key mengalihkan pandangannya. Ia bingung harus berbuat seperti apa.
"Kemarilah Key, tak usah sungkan!" sahut prajurit Gio saat melihat Key terdiam.
"Ayo kita kesana!" ajak Serda Ronald yang berada disampingnya.
Key mengikuti langkah Serda Ronald.
Pada awalnya Key merasa kurang nyaman karena merasa diperhatikan oleh Alan. Tapi seiring berjalannya waktu, Key sudah bisa relax dan menikmati acara hangat malam ini. Tanpa sadar ia juga ikut bernyanyi.
"Oke, Key giliranmu memimpin!" titah Hedy. Key melayangkan tatapan membunuh pada Hedy. Demi Tuhan, jika saja membunuh orang tidak dosa. Maka orang pertama yang ia bunuh adalah pria tengil itu.
"Ayolah Key!"
"Hah? A-aku? Tidak. Tidak. Suaraku jelek." rengek Key.
"Jangan merendah nona! Suaramu sa... ngat... Indah. Seindah wajahmu." Hedy mengerling jahil.
"Kurang asam kau Hedy! Awas kau! Ku cekik nanti!" gerutu Key pelan. Ia berusaha mengontrol wajahnya dengan memasang senyum terpaksa. Padahal dalam hati ingin sekali rasanya mencekik pria itu sekarang juga. Hedy terkekeh geli melihat wajah memerah Key yang menahan kesal.
"Oke baiklah, baiklah..."
Key terdiam sejenak. Pandangannya malah tertuju pada Alan. Dan... Ia baru sadar bahwa ada seorang wanita disamping Alan. Wanita yang beberapa hari lalu menjadi temannya. Hellen.
Bibirnya mulai melantun.
Well you only need the light when it's burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go
Only know you've been high when you're feeling low
Only hate the road when you're missing home
Only know you love her when you let her go
And you let her go...Manik mereka saling terjerat. Tidak ada yang berniat mengalihkan padangan.
Staring at the bottom of your glass
Hoping one day you'll make a dream last
But dreams come slow and they go so fast
You see her when you close your eyes
Maybe one day you'll understand why
Everything you touch surely diesHellen melihat ada yang berbeda dari tatapan Alan pada gadis itu. Seperti.... Tatapan yang Alan berikan padanya dulu. Tatapan yang selalu menyiratkan rasa cinta. Tatapan yang mungkin tak akan pernah ia dapat lagi. Mengingat itu, Hellen menitihkan air mata. Alannya sudah pergi. Hellen sadar saat ini, tatapan Alan padanya sudah tidak menyitarkan 'makna' apapun.
Di sisi lain....
Hedy menyunggingkan senyuman saat melihat Alan terpanah pada Key. Ia tahu, Key behasil 'menghidupkan' Alan kembali. Tapi Hedy juga tahu, Alan tidak memiliki keberanian untuk mengakui perasaannya. Payah memang. Menurutnya, Alan terlalu terpaku pada masalalu. Bagaimana pun ia harus membantu Alan menyadari semuanya.
But you only need the light when it's burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go
Only know you've been high when you're feeling low
Only hate the road when you're missing home
Only know you love her when you let her go
And you let her go...
(*)**********
Waktu telah menunjukan pukul 1 dini hari. Acara selesai 30 menit lalu. Key memilih untuk langsung menuju gereja. Badannya terasa sangat lelah dan ia butuh tidur saat ini juga.
Baru saja mata Key akan terpejam, decitan pintu gereja berhasil membuat kesadarannya kembali. Siapa yang datang ke geraja malam-malam? Serda Ronald kah? Tapi bukankah dia sudah berdoa tadi?
Akhirnya Key memilih untuk tidak menghiraukan kedatangan orang tersebut. Siapa tahu, orang itu memang berniat berdoa disini.
Langkahnya semakin mendekat. Key semakin merapatkan pejamannya. Tiba-tiba hawa panas menerpa wajahnya. Saat ia ingin membuka matanya, suara seseorang terdengar menggelitik indra pendengarannya. "Apa yang sebenarnya aku rasakan?"
Suara itu. Alan. Itu suara milik Alan. Key mengurungkan niatnya untuk membuka matanya. Ia memilih mendengarkan perkataan Alan selanjutnya. Ia juga ingin tahu, apa maksud dari perkataan Alan tadi.
"Bayangmu terus menghantuiku. Ada apa sebenarnya dengan diriku? Terasa kacau, tapi aku tidak tahu apa yang membuatku kacau."
Alan mendengus kasar. Ada kelelahan yang terdengar. "Kenapa juga aku harus kesini?—Dasar bodoh!" Key merasa Alan bangkit. Pria itu berdecak. "Ck... Aku sudah tidak waras!"
Perlahan langkah Alan terdengar semakin menjauh. Dan saat pintu itu berdecit, Key membuka matanya. Apa maksud perkataan Alan tadi? Dan kenapa juga pria itu menghampiri Key?
*******
*Passenger - Let her go
Syungguh aku ngerasa cerita ini tambah ngawur. 😢
Mentok nih nggak ada ide 😂 maapkan daku deh kalau part ini mengecewakan.Kritik dan saran sangat diperlukan shay...
KAMU SEDANG MEMBACA
For You, Kapten. [END]
ChickLitTentang mereka yang bertemu di tanah 'berdarah'. Tentang mereka yang mencintai namun 'Berbeda'. Tentang mereka yang saling terluka dengan keadaan. ® Keyshafara Aghata atau akrab disapa Key adalah seorang penulis berusia 20 tahun yang nekat menyusup...