Abilea Zanum

68 8 8
                                    

Melodi yang beralun saat ini terdengar sangat indah dengan iringan angin malam. Di ruangan persegi dengan piano di sebelah kanannya ini,duduk seorang gadis berambut panjang dan coklat. Terlihat anggun dengan tatanan make up tipis dan pakaian bermotif sederhana namun elegant.

Jari lentiknya ia gerakan di atas piano sehingga menghasilkan nada nada indah nan enak di telinga.

Seorang gadis bernama Abilea Zanum yang sedang menjejakkan jarinya di atas piano ini, terlihat fokus dengan kegiatannya sekarang. Sebelum datang seorang laki-laki yang masih pantas disebut muda menyapa.

"Ehm," Valdi berdehem.

Lantas Abil menoleh dan berhenti bermain piano. "Eh, kak Valdi,"

"Aku rasa, kamu sudah cukup mahir mainnya. Udah bagus. Latihannya di sambung minggu depan aja. Lagipula ini udah malam,"

"Terima kasih ka.., kalau gitu aku udah boleh pulang?" tanya Abil sopan.

"Iya. Nanti aku aja yang antar."

"Gausah kak. Nanti aku suruh bang Zafran aja yang jemput,"

"Ooh gitu, kalau gitu aku duluan yah masih ada yang lain juga kok," Valdi langsung Permisi dan beranjak dari tempat latihan.

Valdi adalah guru Abil di tempat latihan piano. Dia masih kuliah semester 3. Valdi lah yang setiap seminggu dua kali mengajarkan Abil bermain piano.

Abil pun langsung menenteng tasnya untuk pulang. Sesekali ia memberi sapaan atau sekedar senyuman kepada orang-orang yang dilewatinya di tempat berlatih musik ini. Sebenarnya, disini terdapat bermacam-macam kursus musik, tapi Abil lebih tertarik untuk berlatih piano.

Setelah sampai di depan gerbang, Abil berdiri menunggu jemputan Zafran, kakak laki-lakinya.

Orang-orang mulai keluar dari gerbang. Sudah 1 jam lewat 25 menit Abil menunggu Zafran dan tidak ada tanda-tanda kedatangan kakaknya ini. Nyamuk sudah mengelilingi Abil sedari tadi. Bahkan orang-orang telah pulang dari tempat ini. Kini sepi lah yang mengambil alih keadaan.

Sudah berkali-kali Abil mengirimkan pesan kepada Zafran. Tapi tidak ada balasan sama sekali bahkan dibaca saja tidak. Abil benci kesendirian.

Sampai akhirnya Abil memutuskan untuk berjalan ke halte terdekat. Dia berniat untuk mencari kendaraan di halte. Dia mulai menyusuri jalanan sepi dan gelap.

"Hai cantik," sapa seorang pria yang sudah pantas disebut om yang entah muncul dari mana sampai membuat Abil terpelonjat kaget.

"Mau kemana cantik? Malam-malam gini lebih baik iku gue aja," muncul lagi seorang pria dari belakang Abil dengan seringaian mengerikannya. oh, rupanya mereka sudah merencanakan semua ini.

Satunya lagi muncul dari samping kanan Abil dan langsung mencolek dagu Abil. Lantas Abil langsung menepisnya "nggak usah kurang ajar ya!" ancam Abil dengan suara bergetar.

"Cantik kok galak sih.. Hm," ucap salah satu dari segerombolan preman.
Abil langsung melangkahkan kakinya menjauh dari para preman itu. Berlari secepat mungkin. Tentu saja para preman itu tidak tinggal diam saja. Mereka turut mengejar Abil dengan langkah sempoyongan dan bau alkohol yang menyengat.

"Woy berhenti lo!" teriak salah satu dari gerombolan itu dengan telunjuk terangkat ke arah Abil.

gadis yang sekarang ini tengah berlari di jalanan yang sepi, dengan balutan celana jeans dan sweater tosca tua dan rambut yang dibiarkan terurai, terlihat sedang mengatur napasnya yang tersenggal.

Dengan kekuatan ekstra ia berlari menjauhi gerombolan pria yang bertemakan pakaian jeans dan perhiasan besi yang terlihat amburadul dan kasar. Mata merah yang ditampakkan para preman itu terlihat ganas dengan seringaian yang mengerikan.

Wanita yang bernama Abilea Zanum ini, terlihat tergesa-gesa dengan dahi yang dibasahi oleh cucuran keringat. Entah kakinya yang sudah lemah atau memang para preman itu yang berlari lebih cepat darinya, abil terjatuh sehingga lututnya menyentuh aspal dan menghasilkan cairan merah kental dan berbau pekat.

Tangisnya pun semakin menjadi-jadi. Dengan segenap tenaga yang masih tersisa, abil kembali bangkit dari jatuhnya.Tapi hasilnya nihil. Tetap saja dia kembali jatuh ke tanah.

Ia sudah tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Menelepon seseorang? Ah handphonenya sudah jatuh di tengah usahanya berlari, entah tepatnya jatuh dimana. Dia mulai pasrah. Dia tidak mencoba bangkit kembali. Karena dia sadar sekuat apapun dia berlari pasti para preman itu tetap akan mengejarnya.

Abil kembali memalingkan wajahnya ke belakang untuk melihat para preman tadi.

Oh astaga.

Abil sudah semakin pasrah melihat jarak dia dan preman-preman itu yang dengan cepat menipis. Air matanya tidak dapat ia bendung. Badannya yang bergetar pun menambah hambatan bagi usahanya berdiri. Dia masih berusaha mengikat tali sepatunya yang terlepas tadi.

Tiba-tiba tangan kekar seseorang menyelubungi pundaknya dan membantunya berdiri. Sementara jarak antara dia dan preman-preman itu tinggal berkisar lima meter.

Tangan yang kini sedang menggenggam tangan abil, terasa hangat mengiringi angin dingin malam ini.

Cowok itu terus membawa abil berlari. Abil pun terus mengikuti langkah lebar cowok itu. Sesekali abil menoleh kebelakang untuk melihat gerombolan tadi sebelum badannya ikut berbelok mengikuti cowok itu.

Abil tidak memikirkan siapa yang menolongnya saat ini. Yang utama dia terhindar dulu dari orang-orang menakutkan itu.

***

Jangan lupa vote dan komentarnya yaa.

#Authoryangmasihamatir

DouteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang