5. Journal 01 : Roadez

12 0 0
                                    


Ini menceritakan tentang isi journal nya Emelly. Pov Emelly.

_----------------------------------------------------------

Hari itu untuk pertama kali nya aku bertemu Roadez...

Ah, entah kenapa aku merindukan tempat ini. Tempat aku menimba ilmu kurang lebih empat tahun. Ini lah  Warren University. Tiga bulan sudah aku lulus. Kedatangan ku kembali kesini karena semalem Mr. Hanks, salah satu dosen ku dulu menghubungi ku dan meminta untuk bertemu disini.

Aku Sekarang berada di depan sebuah ruang kelas fakultas arkeologi. Aku menunggu Mr. Hanks yang masih ada kelas. Aku duduk di bangku panjang di depan kelas ini. Membaca novel best seller favorit ku. Novel terbaik sepanjang masa menurutku. Forget adalah judul kedua dari Trilogy Don't Forget Me karya Gwen W.

Aku masih fokus membaca novel walau terkadang aku melirik lirik bahwa ada beberapa yang memperhatikan ku terutama kaum adam. Entahlah mereka ada yang sekedar lewat tapi tetap melihatku dengan tatapan memuja, bahkan ada yang terang-terangan menyeringai seperti seekor singa yang begitu bahagia melihat mangsa nya.

Aku sungguh tidak berlebihan. Aku pernah mendapat predikat The Princess of Warren dengan kemenangan suara hampir 70%. Bagiku gelar itu sangat konyol dan aku sungguh tidak peduli dengan itu.
Mengingat aku sama sekali tidak menyukai sesuatu yang berlebihan.

Aku punya rambut panjang hitam, tinggi badan dan berat tubuh ku juga ideal, hidungku mancung, bibir ku pun mempunyai bentuk yang sempurna, tapi yang paling aku banggakan adalah warna kulit ku. Aku punya kulit agak kecoklatan. Ayah ku asli Amerika dan ibu ku adalah orang asia. Kulit coklat ku membuat ku terlihat cantik dan sexy. Setidak nya itu yang dikatakan orang-orang terhadapku.

Segala sesuatu yang indah dari diriku tidak lantas membuatku sombong. Aku tidak pernah memanfaatkan wajah cantikku. Jangan katakan juga aku wanita murahan. Oh no, aku bahkan tak pernah mempunyai hubungan asmara dengan siapapun. Aku selalu menolak tawaran kencan laki-laki di kampus. Dan satu lagi mungkin ini terdengar gila, yah aku masih perawan di usia 22 tahun. Kata Bryan sahabatku, itulah yang membuat aku menjadi mahal.

Aku tidak punya teman perempuan. Maksudku yang benar-benar dekat. Gelar yang aku dapatkan mempengaruhi kehidupan ku di kampus. Ada beberapa yang minder berteman denganku dan tak banyak pula yang iri dan terang-terangan begitu membenci ku.

Bryan Franklin satu-satu nya sahabatku. Dia berbeda dari laki-laki yang pernah ku temui. Dia satu-satu nya laki-laki yang mengatakan kalau aku ini jelek dan sama sekali tidak tertarik denganku. Oh pertama kali mendengarnya aku sangat bahagia.

Apa dia gay? Aku tidak tau, tapi kurasa tidak. Dia tak pernah menceritakan apapun tentang percintaannya. Tapi aku sangat menyukai nya, sebagai seorang sahabat. Kami selalu berbagi masalah kami. Kami saling tolong menolong. Dan yang pasti kami sangat kompak.

Sudahi dulu tentang diriku. Karena sekarang ini aku tengah terkejut ketika tiba-tiba aku sepertinya terkena cipratan air. Oh tidak, ini seperti guyuran. Wajahku, pakaian ku dan yang lebih parah novel ku kotor terkena air. Air apa ini? Kenapa berwarna merah? Okeh bisa ku pastikan ini adalah cairan minuman bersoda.

"Hei, apa yang kau lakukan?" aku membentak seorang laki-laki didepanku yang tengah memegang sebotol minuman merah bersoda itu. Aku berdiri menatap nya geram sekali.  "Apa kau sudah gila menyiramku seperti ini?" oh aku sungguh malu aku jadi pusat perhatian.

Laki-laki itu mendekat kearah ku. Padahal kurasa posisi kami sebelum nya terbilang cukup dekat. Sial, laki-laki itu tampan sekali. Apa dia salah satu mahasiswa disini? Aku tak pernah melihatnya.

"Maaf nona saya tidak bermaksud seperti itu. Saya hanya sedang membuka tutup  botol, lalu tiba-tiba memuncratkan air nya yang kebetulan mengarah ke anda" kata laki-laki itu dengan lembut. Jangan sampai terpesona, batinku berteriak.

"Lihatlah apa yang baru saja kamu lakukan? Baju ku jadi kotor seperti ini".

"Aku sudah bilang aku tidak sengaja nona.

"Lalu bagaimana dengan novel ku?" kataku setengah berteriak.

Kupastikan dia tak menyukai sikap ku yang mungkin menurut dia berlebihan. Sekilas dia memperhatikan cover novel ku dan tersenyum.

"Aku bahkan bisa menggantikannya sepuluh jika kau mau nona". Kata nya dengan datar.

Oh ini sebuah penghinaan.

"Aku juga, aku juga bahkan bisa membeli seratus novel ini. Tapi apa kau tau? Disini ada tanda tangan penulis nya. Aku harus susah payah menunggu berjam-jam berdiri untuk mendapatkan tanda tangan ini. Sepuluh novel dari mu pun tak dapat berharga menggantikan novel ku".

Aku memasang wajah menantangku.
"Kurasa kau mempunyai tata krama yang buruk" lanjut ku.

Kulihat rahang nya mengeras mendengar ucapanku. Apa dia marah? Tentu dia tidak berhak marah. Disini yang menjadi korban adalah aku.

"Kurasa mulut mu tak secantik wajahmu nona". Katanya lalu tersenyum simpul. Itu sindiran yang cukup mengena di hatiku. Aku ingin memaki nya habis-habisan.

"Roadez"

Terdengar sebuah teriakan kencang dari arah jam tiga. Sukses menahan makian ku yang baru ingin ku lontarkan untuk laki-laki tampan yang menyebalkan itu. Aku dan dia serempak menoleh, ku dapati Mrs. Warren yaitu pemilik unversitas ini berjalan menghampiri kami. Apakah Mrs. Warren baru saja memanggil laki-laki ini?

"Apa yang terjadi Roadez?" Tanya Mrs.Warren yang sudah berada di depan ku yang kebingungan melihat penampilan buruk ku.

"Ini hanya salah paham bu, aku tak sengaja memuncratkan minuman ku ke arah nya".

Apa dia bilang? Ibu?

"Kumohon maafkan putra ku" Kata nya yang seperti melindungi anak berumur  lima tahun.

Aku hanya tersenyum getir. Ingin rasa nya aku memaki anak nya ini. Lihat saja tampang nya seperti orang yang tidak merasa bersalah. Tapi apa daya, kurasa kali ini aku harus menerima.

"Bukankah kau Emelly? Yah kau benar Emelly kan?" tanya Mrs.Warren.

Kurasa gelar yang kudapat di kampus ini cukup berpengaruh. Dia mengenal dan mengingat ku dari ribuan mahasiswa seangkatan ku.

"Iyah Mrs.Warren"

"Aku turut menyesal dengan apa yang dilakukan putra ku." kini dia membelai rambutku. Belaian lembut seorang ibu yang sangat aku rindukan. "Apa kau  masih ada keperluan di kampus ini?"

"Iyah, aku ada janji dengan Mr.Hanks" jawabku.

"Baiklah, kalau begitu perkenalkan ini putraku Roadez, dan Roadez ini Emelly".

Oh nama nya Roadez. Nama yang unik.

Roadez mengulurkan tangannya terlebih dulu. Kulihat raut wajah datar nya yang menurutku sangat menyebalkan mengingat kelakuannya tadi.

"Roadez, gelangnya bersinar" Mrs. Warren terkejut melihat pergelangan tangan anaknya bersinar.

Aku tak jadi mengulurkan tanganku karena teriakkan Mrs. Warren. Rasanya aku ingin tertawa, laki-laki macho ini mengenakan sebuah gelang yang bersinar. Kupastikan anak laki-laki pun tak mau memakai gelang.

"Sejak kapan gelang ini bersinar?"

"Aku tak tau bu. Apa ini artinya..."

Roadez kemudian menatapku dengan tatapan yang sulit ku artikan. Ku lihat Mrs. Warren pun sedang nenatapku. Tunggu dulu, ada apa ini? Apa hubungannya gelang yang bersinar itu dengan diriku? Aneh.

"Emelly"

Aku menoleh mencari sumber suara yang memanggil namaku. Itu Mr. Hanks. Terimakasih telah menyelamatkan ku dari situasi aneh ini.

"Maaf, aku harus menemui Mr. Hanks".

Tak ada jawaban apapun dari mereka. Aku memutuskan untuk neninggalkan mereka saja dan segera menghampiri Mr. Hanks. Aku tak tau apa yang kemudian terjadi dengan dua orang itu.

*****

Love in Journal BooksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang