*selesai makan*
“Nana, buruan lu ambil hp lu trus foto dia diam-diam. Gue gak bisa lihat krn gue balik belakang. Uh, sial banget sih duduk disini” Seru Sovy.
“Iye iye sabar dikit napa.” Aku sambil mengambil hp ku dari saku.Cepret cepret cepret. Aku mengambil banyak foto secara diam-diam. Aku seperti layaknya paparazzi yang mengejar foto selebritis papan atas.
“Eh mana sini gue lihat dong” Sovy berusaha untuk mengambil hp ku. Akhirnya aku memegang hp ditengah-tengah supaya bisa dilihat Silvia dan Sovy.
“Eh dia.. kok gue kayak pernah lihat ya? Kayak gak asing gitu orangnya. Tapi dimana ya?” Tanya Sovy
“Ya mana gue tau Sov. Gue juga kok kayak pernah lihat ya” Balas Silvia
“Iya sama gue juga. Apa cuman perasaan gue aja yah. Setelah dilihat lama-lama kayak gak asing gitu. Atau jangan jangan…” Aku, Silvia dan Sovy mulai mengingat sesuatu.
“Oh iya... dia kan yang kemaren pingsan pas upacara pembukaan PLS. Iya gue ingat gue sempat lihat mukanya karena siswa-siswa semua pada heboh jadi gue penasaran. Lu berdua ikut lihat juga kan?” Sovy akhirnya mengingat momen dimana upacara pembukaan PLS yang seharusnya berlangsung dengan hikmat namun semua buyar ketika ada seorang siswa yang jatuh pingsan dan entah kenapa suasana upacara jadi heboh. Untung saja waktu itu upacara udah mau selesai. Tinggal penghormatan kepada pemimpin upacara. Dan alhasil, akibat kegaduhan tersebut semua calon siswa dihukum berjemur di teriknya matahari sampai pukul sembilan pagi. Padahal seharusnya upacara selesai jam delapan lebih seperempat sesuai dengan jadwal yang telah diberikan.
“Oh iya iya gue ingat. Karena dia kan kita dijemur. Mana panas lagi. Ganteng ganteng kok ngeselin ya” keluh Silvia.
“Bener banget tuh. Gue sampe di ruangan pengennya tidur pulas tapi guru nya udah masuk. Uh, pengen kutonjok dia deh rasanya” Aku seperti mengancam siswa ganteng itu, tapi Silvia dan Sovy malah menertawaiku.
Kami pun banyak bergosip tentang siswa itu sampai tidak terasa bel istirahat sudah berbunyi dari 15 menit yang lalu dan kami baru menyadarinya ketika ditegur oleh Kang Maman sang pemilik kantin bakso terlezat di sekolah kami. Kami pun segera berlari kayak dikejar-kejar anjing ke kelas kami yang letaknya di gedung timur yang cukup jauh dari kantin. Silvia hampir jatuh akibat tidak sanggup berlari lagi. Aku dan Sovy menopangnya kembali dan berlari lagi. Alhasil, kami telat masuk ruang kelas dan lebih parahnya lagi jam pelajaran berikutnya adalah Sejarah. Pelajarannya tidak begitu susah tapi guru nya yang sangat susah diajak kompromi, guru killer. Dialah guru yang pernah masuk di ruanganku waktu PLS kemaren. Lengkap dengan tongkat pusaka kesayangannya yang selalu dibawanya.
“Mampus kita Sil, bakalan dipukul nih pake tongkat sakti Bu Vero” Cemas Sovy
“Waduh gimana nih. Buka pintu gak nih. Lu deh Na yang buka pintu, ntar gue yang masuk membujuk Bu Vero manatau dia bersimpati pada kita” Seru Silvia dengan penuh kecemasan. Suasana kami bertiga pun sangat tegang nan menyeramkan membayangkan tongkat kesayangan Bu Vero mendarat di salah satu anggotan badan kami. Aku tidak terlalu mengenal Bu Vero karena aku baru pertama kali sekolah. Tapi melihat ketakutan Silvia dan Sovy, aku pun larut terbawa suasana yang mencengangkan ini. Akhirnya aku memberanikan diri mengetuk pintu dan membuka pintu kelas.
“Selamat siang bu. Maaf sebelumnya, saya, Selena dan Sovy telat masuk di pelajarannya ibu. Kami bertiga sungguh minta maaf dan menyesali keteledoran kami bu” Silvia dengan penuh percaya diri namun sambil menundukkan kepala mengatakan sepatah kata untuk melelehkan hati Bu Vero. Aku dan Sovy berdiri dibelakang sambil menundukkan kepala juga.
Sialnya, ternyata Bu Vero tidak masuk karena sedang sakit. Beliau menitipkan tugas kelompok kepada ketua kelas kami. Akhirnya, sekelas semua tertawa melihat kelakuan kami. Sidney yang duduk dibagian depan pojok kiri ruangan malah sempatnya ngerekam kita dan live di Instagramnya. Ini anak emang cakadidi nya suka kelewatan banget dah. Masa sih nge-rekam kami dengan keadaan yang kusut gini—kesalku dalam hati. Kami pun langsung duduk di kursi kami. Sejenak kelas kembali hening dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh Bu Vero.
***
12 Juli 2017. Hari pertama PLS.
“Na, kamu baik baik ya di sekolah barumu, jangan buat yang macam-macam. Ntar papa yang jemput kamu yah pas pulang dari PLS nanti. Pagi ini kamu dianter Mas Budi dulu soalnya papa ada urusan di kantor papa ya. Jaga diri ya Na. Papa sayang kamu” Papa men-supportku sambil mencium keningku. Tak ketinggalan mamaku memeluk dari belakang. Aku sangat menyayangi mereka. Sesibuk apapun pekerjaan mereka, aku tetap merasakan kasih sayang yang sangat tulus yang pernah kurasa. Aku tidak pernah memiliki pacar atau cowok atau apalah itu. Rasanya aku belum cukup umur untuk itu. Aku belum terlalu mengerti apa itu cinta. Walaupun banyak cowok yang suka padaku karena aku ini lumayan cantik—memuji diri sendiri. Orangtua ku tidak pernah melarangku pacaran, tapi aku belum menemukan yang cocok aja untukku. Setidaknya sampai saat ini.
Mobil SUV yang terpakir rapi di garasi rumahku sudah menungguku keluar dari rumah. Disopiri oleh Mas Budi, yang adalah sopir pribadi keluargaku yang sangat loyal kepada keluargaku bertahun-tahun bahkan dari aku SD dulu, Mas Budi yang selalu mengantarku. Papa dan Mamaku membawa mobilnya masing-masing sehingga Mas Budi secara otomatis menjadi sopir pribadiku sendiri karena tentunya aku belum diijinkan membawa kendaraan sendiri dijalan raya. Mas Budi pun dengan lincah dan berpengalaman membawa mobil melintasi jalan raya yang mulai padat. Aku berangkat dari sekolah jam setengah 6. Akhirnya aku sampai di sekolah baruku, SMA Global Jaya untuk mengikuti Pengenalan Lingkungan Sekolah. Aku sempat kaget ketika papaku menawariku sekolah di Global Jaya. Aku alumni SMP Binus, tentunya banyak teman SMP ku yang melanjutkan pendidikannya di SMA Binus. Dulu aku berpikir setelah lulus SMP Binus, lanjut SMA binus dan ujung-ujungnya pasti masuk Universitas Binus, ternyata aku salah. Papaku mau agar aku bisa beradaptasi di kondisi manapun. Jangan hanya lingkungan yang itu itu aja. Akhirnya aku menyetujuinya. Awalnya aku cemas karena aku takut tidak memiliki teman disana. Dengan penuh pertimbangan aku mendaftar di sekolah tersebut, dan ternyata aku lolos. Puji Tuhan aku lolos seleksi tes masuk. Urusan teman itu belakangan deh.
***
Kami pun mengerjakan tugas yang diberikan Bu Vero dengan cepat, cermat, dan teliti. Aku, Silvia dan Sovy serta teman sekelompokku yang lain, Ryan dan Juna dengan semangat mengerjakan tugas sejarah yang menurutku membosankan itu. Setelah selesai mengerjakan tugas kelompok, Silvia meraih tas merah mudanya. Aku sudah sangat menebak dengan pasti bahwa dia akan mengeluarkan laptopnya lantas menonton drama korea kesayangannya. Aku pun memasang muka datar pada Silvia.
“Eh gausah masang muka kusut gitu juga kali, Na. Coba deh lu nonton drama yang ini. Ini lebih seru loh. Pemeran cowo nya mirip kayak murid…..” Ceplos si Silvia.
“sssh gausah besar-besar ngomongnya disini. Ntar kalo lu ditanya-tanyain sekelas gimana? Bisa berabe lu kan. Gue dan Sovy juga kena imbasnya kalo ditanya-tanya satu kelas” balasku sambil membisik dan menutup mulut Silvia. Untung saja Silvia langsung mengetahui maksudku. Dia membalikkan badan dan sibuk dengan drama koreanya lagi.
“Eh Na, kirim dong foto dia via line. Gue jadi penasaran nih. Badewey, kita belum tau nih siapa namanya.” Bisik Sovy sambil menjaga kata-katanya agar tidak didengar oleh teman kelas yang lain.
“Iye iye ntar gue send. Bener juga tuh. Siapa ya namanya. Eh tapi gimana caranya tau namanya dia?” Aku pun bertanya.
“Dia kan kemaren jadi peserta PLS juga ntuh, berarti pencarian namanya kita persempit dan fokus hanya pada daftar nama kelas 10” Sovy memberi pendapat.
“Iya ya bener juga. Tapi gimana dapat daftar nama seluruh kelas 10…” Aku menanya sekali lagi.
“Ahha.. Gue tau caranya…” Akhirnya Silvia yang sejak tadi mendengar percakapanku dengan Sovy menjadi tertarik dengan topik murid itu dan meninggalkan drama koreanya.
“Gimana Sil?” Aku dan Sovy serempak bertanya dengan antusias.
*To be Continued*Hai readers... apa kabar nyoo... jangan lupa vote dan comment dibawah jika ada kesalahan atau bisa juga kritik yang membangun. Maklum masih pemula hehe... Stay tune next episode ya.. bye bye 😉👍

KAMU SEDANG MEMBACA
The End of The Rainbow
RomansaPelangi merupakan tanda kemahakuasaan Tuhan yang sangat cantik nan elok. Pelangi selalu muncul ketika hujan mulai reda. Disaat derasnya hujan melanda kota Jakarta, aku selalu teringat akan masa lalu yang selalu kukenang dan kubenci itu. Namun aku ta...