Biru: 5f

34 4 0
                                    

Aku tidak pernah bermimpi bertemu denganmu.
Aku juga tidak pernah berharap akan mengenalmu.
Tapi aku tahu di satu waktu, kita memang akan berdekatan.
Karena tali takdir telah mengikat kita dalam jalur yang sama.

--Dhani.

Seharusnya Dhani tidak seperti ini, menghabiskan malamnya dengan cairan itu lagi. Dhani sudah janji pada Biru untuk berhenti. Tapi godaan akan masalahnya membuat Dhani kalah oleh emosi sesaatnya. Meski ada Aldi yang tepat berada di sampingnya, Dhani tetap tidak peduli.

"Aku heran, kenapa kamu lebih memilih hal konyol seperti ini lagi?" Aldi tidak habis pikir setelah hampir 6 bulan berhenti kini Aldi melihat sahabatnya seakan kembali seperti dulu, "apa masalahmu dan Nash memang nggak akan bisa menemui titik temu?"

Dhani mengabaikan pertanyaan sahabatnya, memilih kembali meneguk cairan bening itu dengan sekali teguk. Membuat Aldi hanya mampu menghela nafas. Dhani hanya diam dengan pandangan yang mulai buram, disentuhnya kepalanya yang berdenyut lalu dia menggeleng beberapa kali. Sepertinya dia mulai mabuk.

"Ini bukan hanya soal aku dan Nash, Biru atau pun Kim. Ini hanya masalahku. Nggak ada sangkut pautnya dengan mereka."

Aldi tidak berkomentar lagi setelahnya. Karena dia tahu apa yang di maksud Dhani dengan masalahnya. Mungkin Aldi memang hanya terlihat dekat secara fisik tapi bukan berarti jalan pikiran Dhani yang terkenal rumit dapat dirinya pahami. Cowok berjaket coklat tua itu hanya memperhatikan ketika sebotol tempat cairan haram itu telah habis tertenggak oleh Dhani.

"Aku hanya berharap, besok, Biru nggak akan menghakimimu."

Dan hal itu menjadi perkataan terakhir Aldi sebelum kesadaran Dhani terenggut paksa oleh semua bayangan gelap.

Mungkin sejenak dapat aku lupakan.
Dengan minuman keras yang saat ini kugenggam.
Atau menggoreskan kaca di lenganku.
Apapun kan ku lakukan, ku ingin lupakan.

Namun bila ku mulai sadar, dari sisa mabuk semalam.
Perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan.
Disaat ku telah mengerti, betapa indah dicintai.
Hal yang tak pernah ku dapatkan, sejak aku hidup di jalanan.

"Berisik!"

Dhani terbangun karena suara-suara yang dihasilkan oleh beberapa orang remaja seumurannya. Cowok bersurai coklat acak-acakan itu menyentuh kepalanya yang masih menyisakan pusing. Sepertinya Dhani memang sangat mabuk tadi malam. Setelah duduk lumayan lama hanya untuk meringankan beban kepalanya, Dhani memandang sekeliling laku mendengus saat melihat beberapa orang menatapnya geli. Dhani tidak tahu siapa yang membawanya ke tempat itu yang jelas dia tahu di mana tadi malam dirinya mengungsi.

Pantas ramai! Batinnya.

Dhani berjalan perlahan mendekati sebuah pintu lalu membukanya dan menghilang. Orang-orang yang melihat Dhani hanya angkat bahu melanjutkan aktivitas yang terhenti tadi. Memainkan alat musik juga menyanyikan beberapa lagu.

Aldi menatap sekeliling kamarnya yang hanya diisi oleh teman-teman se-hobby tanpa Dhani. Alis cowok itu bertaut bingung. Apa dia udah bangun? Tunben!

"Dhani mana?"

Salah satu dari temannya menunjuk pintu di mana tadi Dhani menghilang. Aldi hanya mengangguk mengerti dan meletakkan teh hangat yang tadi dirinya buat di dapur, untuk Dhani. Aldi tahu kapasitas kepala Dhani yang akan sangat sakit setelah mengkonsumsi cairan itu. Dan Aldi selalu tahu apa yang dibutuhkan sahabatnya itu. Penawar.

Andai penyakit Dhani juga ada penawarnya? Maka Aldi akan dengan senang hati mencari dan berusaha mendapatkannya. Tapi hal itu hanya menjadi angan semu. Dhani itu seperti robot lost control. Tidak bisa dijinakkan.

Biru. End!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang