Biru :6c

32 4 0
                                    

Aku terjebak di tempat ini denganmu,
Setelah setahun menjauh dan dijauhi.
Aku tidak mengerti takdir,
Dia seakan mempermainkan kita.
Yang kini hanya tinggal aku dan kamu.

-- Biru.

Biru tidak tahu harus apa? Mengetahui dia terjebak di ruang OSIS bersama Nash bukanlah keinginannya. Panik jelas cewek itu rasakan. Jujur Biru takut jika harus berurusn lagi dengan seseorang pemilik mata bening yang selalu menatapnya jahil itu. Dulu.

Andai saja Biru memiliki keberanian meski sedikit untuk menjerit mungkin cewek itu akan melakukannya tapi ada masalah lain yang akan dirinya hadapi nanti. Dia tidak mau berurusan dengan BK atau mendapat tatapan mencela lagi dari semua orang, cukup untuk saat ini. Untuk semua hal yang tidak pernah dirinya inginkan.

"Ru," oh, betapa sulitnya bagi Biru saat harus berhadapan dengan Nash, dengan sekuat tenaga cewek itu berbalik, mencoba melawan sesuatu yang seharusnya telah dia buang jauh-jauh hari, kenangannya bersama cowok itu.

Yakin 100% jika keadaan Biru sangat kacau, terlebih mendapat tatapan terluka itu lagi yang seakan menghujamnya dengan ribuan paku runcing. Keringat dingin perlahan merebak di pelipisnya dengan warna putih pucat sebagai hiasan wajah. Tangan gemetar juga pikiran yang mulai merambat kemana-mana, Biru mencoba mencari pegangan dengan tetap mempertahankan keseimbangan kakinya yang gemetar.

"Apa aku terlalu salah sama kamu?" Biru masih tetap diam meski pandangannya tidak lagi terfokus pada Nash membuat cowok itu menghela nafas berat sebelum beranjak mendekat dan berdiri tepat di hadapan Biru. Di mana keadaan cewek itu mulai mengkhawatirkan, "aku minta maaf."

Ruang lingkup terbatas, berada diantara dinding dan tubuh Nash membuat Biru takut. Secara naluriah perasaannyalah yang membuat Biru takut kejadian dulu terulang lagi. Dia sadar betul jika pertahanannya selama ini sia-sia, tidak pernah bisa membuahkan hasil yang ingin dia capai.

Menjauh dan mengabaikan itu menyakitkan, tapi berada di dalam jarak jangkaunya membuat Biru tertekan. Apa yang harus Biru katakan?

Sedangkan Nash masih menunggu cewek itu untuk membuka mulutnya meski hanya kata-kata kasar yang akan dia dengar nanti. Tidak apa-apa menurut Nash asalkan Biru tidak mengabaikannya lagi.

"Aku akan maafkan, asal kamu menjauh," suaranya tegas namun terasa bergetar. Tapi Nash bukan orang yang senang dengan jawaban Biru.

"Biru."

"Menjauh!"

Nash merasakannya, sesak yang menakutkan itu kembali pada diri Biru. Sorot mata penuh kewaspadaan itu menunjukkannya. Nash menahan nafas, berdiri kaku dengan jantung berdegub. Apa yang udah aku lakukan?

Biru menatap nyalang seseorang yang berdiri kaku di depannya dengan nafas memburu, bulir keringat kembali membanjiri pelipisnya. Tangannya terkepal kuat seakan dengan itu Biru bisa mengontrol emosinya yang siap meledak.

Tenang, tenang, tenang, tenang Biru. Kamu pasti bisa! Batinnya menyemangati.

Setelah menarik nafas dan menghembuskannya beberapa kali Biru perlahan mulai tenang. Semburat merah yang muncul perlahan berpendar sedikit demi sedikit. Lalu Nash melihatnya, tatapan datar itu lagi setelah sekian lama terkubur dalam diri Biru.

"Aku sampai di sini."

Jangan! Teriak Nash dalam hati tanpa mampu cowok itu suarakan.

□■■■□

Masih di tempat yang sama saat detik jam menunjuk angkas 10 namun keduanya masih berdiri dengan saling memandang satu sama lain. Nash hanya mampu berdiri kaku dengan jantung berdegub karena seorang Sabiru, seseorang yang sejak awal menarik perhatiannya ketika MOS dulu. Tapi bukan hal itu yang menjadi pikiran Nash, cowok itu lebih fokus pada apa yang terucap oleh Biru dengan nada penuh keputus-asaan itu.

Biru. End!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang