Biru: 7b

24 6 0
                                    

Kutukan yang paling kutakuti hanya satu.
Sumpahmu yang ingin melupakanku.

-- Nash.

□■■■□

Kecewa dan merasa menyesal mungkin bisa saja semua orang rasakan, tapi tidak disaat bersamaan juga. Bagi Nash, hal itu mungkin bukanlah sesuatu mustahil mengingat dirinya yang tengah mengalami.

Sedih? Iya.

Patah hati? Mungkin saja.

Tapi yang jelas, dia merasa tidak berguna. Semua yang dulu dianggapnya akan bisa mengobati-membalas dendam pada Dhani akan sangat menyenangkan. Lewat seseorang yang dulunya dia anggap sebagai umpan semata. Tapi setelah melewati waktu bersama, dia hampir saja melepas dendamnya. Sampai kekerasan hati dan kenangan itu kembali mengusiknya.

Nash benci ketika sadar, tidak ada hal yang lebih berguna dan berarti selain dari sebuah kepercayaan. Selain ketulusan, dan kesempatan. Tapi dia dengan bodohnya malah menyia-nyiakan. Jahat? Memang. Dia memang sangat jahat.

Nash salah mengambil langkah, salah menjerat seseorang, salah memberi rasa, juga salah memberi kepastian. Tapi kini, dia ingin memperbaiki, ingin mengubah, bahkan ingin mengulang semuanya. Tanpa kepalsuan dan tipu daya. Nash menginginkan itu. Andai Biru masih memberinya kesempatan.

Cowok itu menghela nafas sebelum beranjak dari duduknya di dekat pagar pembatas balkon kamar. Melihat sejenak pada rimbunan rumput hijau di bawahnya. Ketenangan itu mulai dia dapat dari sana. Nash masuk ke area kamarnya yang bernuansa abu-abu. Duduk di tepi kasur dengan pandangan fokus pada sebuah bingkai foto yang terbalik di nakas. Dengan pelan diraihnya benda tersebut dan melihat kembali isi dibalik bingkai tersebut setelah hampir 3 tahun tertutup rapat dan hanya menjadi salah satu pengisi relung kamar yang senyap.

"Maaf, aku terlalu emosi dan egois."

Sudah beberapa menit terlewat begitu saja dengan Nash yang masih melihat potretnya bersama Dhani dan Dya, panggilan dari Claudya. Mantannya yang masih tetap mengisi ruang kosong di hatinya.

Jika seorang perempuan diibaratkan dengan move onnya yang selalu menutup diri maka lain halnya dengan seorang laki-laki. Mereka lebih memilih menyibukkan diri daripada berlarut dalam kesedihan meski tak ayal kaum mereka jauh lebih menyedihkan dari seorang hawa.

Dan mungkin itulah yang Nash alami, dengan menyibukkan diri lewat serempangan permainan bersama sahabat-sahabatnya. Sampai pada saat permainan mereka menyerempet pada kaum hawa. Dan Biru adalah korbannya. Korban dari sebuah taruhan juga misi balas dendamnya pada Dhani.

Bukan hanya itu, Kim yang notabenenya adalah sahabat Biru juga ikut andil karena memiliki perasaan padanya. Dan hal itu menjadi batu loncatan sebagai awal penderitaan Biru yang akan berdampak pada Dhani.

Benar saja, saat Biru dalam keadaan apapun Dhani stand by di sampingnya dengan tulus. Dan semua hal yang terjadi setelahnya membuat Nash sadar jika ada rasa benci yang lain, rasa sakit yang lain selain yang pernah dirinya alami dulu ketika kesalah-pahaman itu terjadi. Dia cemburu.

Coba menampik dengan segala hal membuatnya terlihat frustasi, bahkan kehadiran Kim di sisinya juga tidak bisa memberi perubahan berarti. Nash sadar dia telah kalah ketika melihat Biru untuk pertama kalinya setelah hampir setahun menjauh dan dijauhi. Dia rindu pada Birunya.

Birunya?

Senyum miris terpatri dengan congkaknya di wajah putih bersih Nash, cowok itu mendengus dan mengambil jaket hitam sebelum berlalu pergi dengan figura yang tergeletak di atas tempat tidurnya.

Aku ingin kembali.

□■■■□

Ilalang kecil menyambut kehadirannya, putih, kecil, lembut dan menenangkan. Nash suka tempat itu, tempatnya dulu ketika meng-klaim Biru sebagai miliknya. Ingat akan hal dulu membuat cowok berjaket hitam itu tersenyum kecil.

Meski yang dilihatnya kini adalah sosok dulu yang masih mangkir dalam otaknya. Ada kesenangan tersendiri saat ingatannya kembali pada sosok berjaket putih di hadapannya.

Untuk awal dari semua yang baru, akan ada akhir dari yang lalu. Dan Nash siap untuk itu.

Ketika kedua mata memberi arti tanpa kata, kehadirannya seakan memberi arti akan sebuah perpisahan. Dan kesempatan selalu terbuka lebar andai ego tak ikut berperan.

"Maaf untuk pertama kalinya sebagai penyesalan," mulai cowok itu menatap objek di depannya dengan serius, "maaf untuk ingkar janji, maaf untuk kebohongan, maaf untuk penghianatan, dan maaf untuk harapan terakhir."

Ada jeda cukup panjang sampai membuat objek di depan Nash merasa risih karena mereka hanya berdiri dari beberapa waktu lalu. Tanpa melakukan apa pun selain hanya mendengar cowok itu bermonolog yang mana membawa kenangan lalu kembali menyerang.

"Aku bodoh dan pengecut yang bersembunyi lewat topeng ego. Aku sadar telah menoreh luka juga kecewa. Tapi aku hanya manusia yang tidak akan pernah luput dari salah. Jadi...," cowok itu menghela nafas sebelum kembali melanjutkan monolognya, "maaf, karena aku begitu egos ingin kamu beri satu kesempatan lagi."

Objek di depannya masih diam membisu tanpa kata, seakan ingin menghukum Nash dengan semua rasa bersalah cowok itu, "Dya, maaf. Aku hanya ingin tahu semuanya."

Finally, semuanya yang memang berawal buruk akan tetap buruk jika tanpa penanggulangan.

Nash hanya berharap kesempatan terakhir yang dia inginkan bisa membuatnya berpikir jernih dan berani mengambil langkah benar setelahnya.

"Dhani, dia sahabat kita," cewek itu hanya diam saat mata mereka kembali bertemu setelah sekian lama menghilang dari retina, "dia melindungiku karena aku begitu takut saat orang-orang membullyku karena bersamamu. Maaf atas kebohongan yang lalu. Dan Dhani, dia bahkan tidak tahu apa-apa soal masalah kita. Jadi, jangan libatkan dia apalagi seseorang yang bernama Biru itu dalam urusan masa lalumu. Karena ini hanya antara aku dan kamu. Nggak ada kata dia atau pun mereka."

Terpaku dengan jantung meronta dalam dada, Nash kembali tertohok dengan kebenaran itu. Meski sudah diantisipasi ternyata kenyataan selalu punya caranya sendiri untuk menghukum sebuah asumsi semata.

Nash masih diam memikirkan semuanya sampai pada waktu cewek yang dulunya begitu dia sayang pergi dari hadapannya. Meninggalkan kelegaan tanpa dia sadari.

"Aku memang bodoh."

Seharusnya sejak dulu Nash sadar dengan semuanya, sejak Dhani perlahan kembali mendekat. Menawarkan persahabatan seperti dulu dan memancingnya untuk keluar dari sangkar dendam yang terus membuntuti. Tapi dengan egoisnya, Nash malah bermain dengan perasaan pada sosok gadis manis yang terlihat sederhana dalam pandangan pertamanya.

Sabiru.

Gadis kecil yang diam-diam Nash perhatikan dalam setiap kedip matanya yang bening.


****

Konfliknya udah ketemu kan???

Huehehehhehe, tenang, masih ada kejutan lagi...

Stay tune yeee!!!

Biru. End!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang