Biru: 8a

28 3 0
                                    

Jangan jauh-jauh melihat.
Jika yang dekat tak tampak.
Jangan suka berasumsi.
Jika kenyataan tak seindah mimpi.

****

Bus pariwisata telah penuh dengan celotehan anak-anak. Segala bentuk kegaduhan mereka perlihatkan sebagai penghibur dikala jalanan macet penuh dengan teriakan klakson mobil-mobil yang juga ingin cepat sampai ke tempat tujuan.

Memang yang namanya liburan selalu identik dengan canda tawa. Lihatlah bagaimana sebagian besar anak laki-laki dalam bus itu mulai bernyanyi tak tentu arah. Berjoget ria. Bermain game, bahkan ada juga yang sudah terbang dalam mimpi.

Pengokohan kali ini memang penuh warna. Penuh dengan energi positif dan manfaat, mungkin bagi sebagian orang. Kecuali bagi Biru. Cewek itu setiap satu menit selalu mengubah posisi duduk dari menyerong ke jendela menjadi duduk tegak lalu berubah lagi seperti sebelumnya. Manfaatnya jelas tidak ada tapi ada gunanya. Dia hanya ingin menghindari kontak mata. Sebenarnya segala bentuk kontak fisik sih.

Menyadari dia terjebak dalam jebakan teman sekelasnya membuat Biru hanya mampu menghela nafas pasrah. Apalagi saat para Guru yang ikut mulai memperhatikan tingkahnya yang cukup aneh. Terlihat bersemangat tapi terkesan enggan. Jadi, dari pada mendapat teguran, cewek itu berjalan lesu kearah satu kursi yang masih kosong di dekat jendela. Duduk menyerong tanpa mau repot-repot menyapa teman sebangkunya.

Nash.

Nama itu masih tetap saja membuntutinya dalam segala hal dan Biru cukup kualahan. Apalagi saat tahu siapa penghuni kursi di sebelahnya. Biru benar-benar seperti terjebak arus yang bahkan coba dia hindari.

Cewek itu melirik sekilas pada barisan belakang tempatnya duduk dan menemukan satu lagi sosok yang benar-benar ingin dia hindari. Biru menghela nafas dan kembali pada posisinya duduk menyerong pada jendela.

Cewek berkaos lengan panjang abu-abu itu lebih membiasakan diri memperhatikan bongkahan pohon yang berdiri berjajar sepanjang jalan. Ingin menikmati dunianya. Tanpa gangguan meski tahu itu tidak akan pernah bisa terlaksana jika sosok di samping dan belakangnya selalu mengganggu dengan perhatian-perhatian kecil mereka.

Biru sudah bosan mendengar nasihat dan tawaran keduanya untuk memakan apa pun sebagai mengganjal perut atau apalah itu istilahnya. Biru tidak menyahut sama sekali dan malah memasang headset, menutup kepalanya dengan handuk biru kecil yang dia ambil dari tas.

Sekarang, mungkin kedua sosok itu mengerti arti dari kata kesempatan dan penyesalan setelah kenal Sabiru. Itu hal sulit dan mustahil.

Jangan salahkan dia, salahkan saja ego dan iri hati mereka. Dan cukup bagi mereka untuk menikmati masa-masa sulit dijauhi dan diabaikan oleh Biru.

Nash tidak bisa melirik sedetik dua detik pada sosok perempuan yang tengah menutup kepalanya itu dengan khawatir. Bagaimana tidak, jika sejak awal berkumpul, cowok itu tahu Biru sama sekali belum memasukkan apa pun pada lambungnya. Tapi melihat penolakan Biru yang lebih memilih mengabaikannya, Nash tahu dia sebaiknya memang harus diam. Menunggu Biru meminta. Tapi itu mustahil.

Nash menengok kearah belakang kursinya dan menghela nafas mendapat gelengan kepala dari Kim. Usahanya dan Kim tidak membuahkan hasil. Padahal jika benar dugaannya, Biru akan luluh dengan semua perhatian dan tingkah lakunya. Tapi ternyata Sabiru telah membangun tembok kokoh agar dia tidak mudah untuk menerobos pertahanan cewek itu lagi.

Biru. End!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang