IDK: 23

332 18 2
                                    

IDK: Dua Puluh Tiga

   Untuk bisa jalan sama Kak Danish, gue udah membicarakannya sama Andini dari beberapa hari yang lalu. Karena gue pasti ga bakal di izinin sama orang tua gue buat jalan sama Kak Danish. Jadi, Andini menyarankan biar gue bilang sama orang tua gue kalo gue bakal nginep di rumahnya. Kebetulan orang tua Andini sedang tidak di rumah malam ini.

   Jadilah hari ini gue kerumah Andini.

"Ma, Shalsa nginap di rumah Andini ya? Boleh ga?"

"Boleh, tapi satu malam aja, ya. Ke rumah Andini aja, jangan kemana-mana. Kecuali kamu jalannya sama dia."

"Siap bossku. Shalsa pergi ya ma, dahhh,"
Maafin Shalsa, ma. Shalsa udah bohong sama mama, ujarku dalam hati.

"Hati-hati."

   Gue mengambil tas yang berisi beberapa peralatan yang bakal gue pake pas ketemu Kak Danish nanti. Gue ga sabaran buat bisa ketemu Kak Danish, soalnya dalam sebulan ini kita sulit buat ketemu.

***

"An, gimana nih?"

"Gimana apanya? Lo mau ketemu Kak Danish aja ribet amat sih. Kaya sebelumnya ga pernah jalan sama dia aja."

"Gua bakal pakai baju apaan? Pilihin dong, di tas gue ada beberapa baju tuh."

   Andini membongkar isi tas gue, seraya berkata.
"Buset, Shal. Lo mau jalan sama Kak Danish apa mau pindah rumah nih? Banyak banget bawa bajunya."

Gue cuman bisa cengengesan.

"Mending lo pake baju yang santai aja deh, Shal."

"Nah yang ini nih sama celana yang ini," ujar Andini sambil menunjuk sweater berwarna abu-abu dan celana jeans panjang.

"Seriusan pake yang ini?" gue bertanya memastikan.

"Iyalah, lo mau pake dress? Ya kali, lo mau jalan doang bukan mau ke pesta."

"Iya deh iya. Gue ganti baju dulu deh ya, ini udah pukul setengah tujuh. Setengah jam lagi gue mau otw."

"Iya, sana gih."

   Gue ganti baju dengan baju yang di sarankan Andini. Duhhh, kok gue jadi keringat dingin gini yah. Padahal mau jalan doang sama Kak Danish. Gimana kalo mau dilamar? Ehh gue jadi ga kebayang gimana kalo gue beneran dilamar sama Kak Danish.
   Haduhh apaan sih, masa gue mikirin hal begituan.

"Andiniiiiii... Sini dong," teriak gue.

"Pintu kamar gue buka dulu, bego. Nyuruh orang masuk tapi pintunya di kunci."

"Iya iya, ih Andini kasar. Males temenan sama Andini," ujar gue sambil membuka pintu kamar Andini.

"Dasar lo, gue tau lo lagi seneng banget, tapi begonya ga usah di bangetin juga dong." Ucap Andini sambil tertawa.

Gue hanya mendelik sebal.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit, dan gue juga kayanya udah siap.

Kemudian, gue mengirimkan pesan singkat ke Kak Danish.

S. Shalsabilla Devrya: Kak, udah siap siap belum? Aku OTW dari rumah Andini jam 7 ya.

Sudah hampir menunjukkan pukul tujuh, pesan gue belum dibalas.

"An, Kak Danis belum bales nih. Gimana dong?"

"Mungkin dia lagi siap-siap, terus ga cek hp."

"Oh, iya juga sih ya. Mending gue otw sekarang apa ntar aja sampe di bales?"

"Serah lo ajalah, siapa tau aja dia langsung otw, terus ga sempat cek hp."

"Bisa jadi sih. Jadi, mending gue otw langsung aja deh ya? Lima menit lagi kan jam tujuh."

"Iya, lo jangan ngebut ya."

"Oke, dadah, gue pergi dulu ya."

"Iya, hati-hati lo. Gue juga ntar mau keluar kok."

"Sama siapa hayoo?"

"Ada deh, udah sana-sana pergi."

"Ntar, pas pulang gue introgasi. Lo harus cerita sama gue lo jalan sama siapa."

***

   Gue melesat menuju salah satu tempat makan, tempat yang sudah kami rencanakan. Sebelum nonton, Kak Danish ngajak makan terlebih dahulu.

  Saat gue sampai, gue menyapu pandangan ke seluruh ruangan, tapi belum menemukan tanda-tanda kehadiran Kak Danish. Kemudian gue memilih salah satu meja kosong di pojok kanan ruangan.
   Gue mengecek hp, tapi Kak Danish belum membalasnya. Positif thinking aja, mungkin dia lagi di jalan, soalnya jarak rumahnya ke cafe ini lumayan jauh.

I Don't Know - One love,two religionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang