Bagian 4

319K 26.9K 1.3K
                                    

Klik tanda ⭐ di bawah ya ❤️

****

"Selamat datang. Atas nama siapa, Sir?"

"Raymond Giano."

"Oh mari saya antar Sir. Meja booking Anda di lantai dua ya."

Monik berjalan di belakang Raymond sambil menundukkan kepalanya. Dia malu sekali masuk ke restoran mahal ini dengan baju kemeja kusut, belum lagi rambutnya yang semrawut. Kalau tau begini, Monik akan memakai pakaian bagus saat pergi kerja tadi pagi.

Gadis itu menatap punggung tegap milik Raymond dari belakang dengan tatapan tajam. Bisa-biasanya pria itu menjebak dia dengan cara yang licik. Monik jadi sangat benci. Tapi, hati seorang psikolog dalam dirinya tak membenarkan itu.

Sebenarnya, Monik juga sedikit kasihan dengan kebiasaan tidur Raymond yang menurutnya sangat menyedihkan. Dia sendiri pun tak bisa membayangkan jika tidurnya kurang dari dua jam. Memikirkannya saja membuat Monik bergidik ngeri, apalagi mengalami langsung.

Tiba-tiba, Raymond berhenti dan menoleh ke belakang sehingga Monik salah tingkah karena ketahuan sedang mengutuk pria itu dalam hati.

"Kenapa berjalan di belakang? Kamu seperti pembantu saya saja," kata Raymond sedikit menohok hati Monik.

Bukan hanya ejekan 'pembantu' sebenarnya, tapi lebih ke arah Raymond yang memanggilnya dengan sebutan 'kamu'!? Padahal sebelumnya, pria itu selalu memanggil Monik dengan kata-kata 'kau' seperti saat dia bicara pada orang asing.

"Memang wajah saya seperti orang pembantu kan Pak? Makanya kenapa ke sini sih? Di sini mahal banget tau!" gerutu Monik kesal.

Sebelum menaiki tangga, karena restoran itu bertingkat 3 lantai, Raymond berhenti dan menunggu Monik sampai sejajar dengan langkahnya.

"Aku ingin kita punya privasi yang baik, Angel. Di sini, kita bisa makan berdua saja di satu ruangan khusus," kata Raymond.

Monik mendengus kesal, "Berhenti memanggil saya dengan nama itu Pak. Saya tidak suka. Lagipula kita tidak butuh privasi karena kesepakatan itu tak penting bagi saya!"

"Oh begitu ya?"

Raymond mengeluarkan bolpoint recorder-nya dan ingin memencet tombol rekaman itu lagi. Namun, Monik segera mencengkram kuat kemeja mahal si Presdir dengan kedua tangan, seperti seorang gadis yang sedang merayu ayahnya untuk memberikan uang jajan. Raymond sampai shock dibuatnya.

"Saya hanya bercanda, hehe." Monik melepaskan cengkraman tangannya dan mengusap-usap bagian kemeja yang agak kusut itu. "Ayo cepat naik, Pak."

Monik menaiki tangga lebih dulu dan mendumel kesal. Dasar rubah licik! Ancamannya selalu saja rekaman. Padahal menurut Monik, kata-kata yang diucapkannya biasa saja. Tapi entahlah, dia sangat malu saat mendengar suaranya sendiri mengucapkan hal seambigu itu.

Sedangkan Raymond hanya terkekeh pelan. Dia lalu mengikuti jejak Monik dan sekarang gantian dia yang berjalan di belakang gadis itu.

Harum semerbak bekas parfum pun menguar dan masuk tanpa permisi ke indera penciuman Raymond. Pria itu menghirup aroma itu dengan rakus dan seketika tersenyum. Wangi lembut inilah yang mampu membuat dia tidur dengan nyaman. Karena itulah Raymond ingin menanyakan apa merk parfum Monik nanti. Dia penasaran dan mau membelinya juga.

Lovesomnia [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang