Happy reading....
.
.
.
.
.
.
.
.
Namja itu nampak gelisah. Lebih dari 10 menit ia habiskan berjalan mondar-mandir di depan tirai yang menjadi sekat di ruang kesehatan. Langkahnya baru terhenti ketika seorang wanita dengan jas putih juga stetoskop menggantung di lehernya muncul dari balik tirai itu.
Namja itu, Mark, mengikuti sosok itu yang kini duduk di balik meja. Tangannya meraih pulpen lalu menuliskan sesuatu di atas note kosong. Wanita dengan jas putih itu memberikan selembar kertas berisi tulisan tangannya pada Mark."Dia hanya kelelahan. Aku sudah memasang infus padanya." ujar wanita itu menjelaskan. Mark menghembuskan nafas lega mendengar itu.
"Tapi, apa dia memiliki riwayat penyakit tertentu? " lanjutnya bertanya."Ya?" Mark menautkan kedua alis camarnya. "Entahlah. Apa terjadi sesuatu, Saem? "
"Dari gejala yang kulihat, sepertinya dia anemia."
Mark terdiam sejenak. "Apa itu berbahaya? "Wanita itu terkekeh pelan. Merasa aneh dengan sikap Mark yang sedikit agak berlebihan. Seperti pacarnya akan melahirkan saja. "Hahha.. Tentu tidak Mark. Selama dia dalam keadaan tidak lelah yang berlebih dan juga istirahat itu tidak akan membahayakan. "
Mark mengelus dadanya lega. Nafasnya bisa terasa sedikit plong sekarang. Rasa khawatir yang tadi sempat menekan dadanya membuat nafasnya terasa sesak kini meluruh. Setidaknya ia bisa mempercayai ucapan perawat kesehatan itu. "Syukurlah" ucapnya sembari menghela nafas.
"Wae? Kau mengkhawatirkannya? "
Mark mengangkat sebelah alis camarnya lalu mengangguk samar.
"Apa dia kekasihmu? ""Bukan! " teriak Mark cukup keras.
"Ya . Kenapa kau sepanik itu, haha lalu kau menyukainya? "
Mark mengalihkan pandangannya berpikir keras untuk sekedar menjawab pertanyaan yang sudah pasti jawabannya iya itu. Wanita itu kembali tertawa, melepas jas putih kebesarannya sebelum beranjak dan meninggalkan singgasana nya."Anda akan pergi? " tanya Mark.
"Eoh, ada rapat yang menungguku. Setelah dia sadar nanti pastikan dia minum obat yang kusiapkan di meja itu. " tangan wanita itu menunjuk meja yang berada tepat di samping ranjang tempat Haechan berbaring. "Jangan lupa belikan ia makanan, setidaknya agar dia bisa memiliki energi lagi.""Ne.. " Mark membungkuk 90 derajat sebelum wanita itu menghilang di balik pintu.
Mark memainkan jarinya. Entah kenapa rasa bosan belum menghampirinya saat ini. Kantong plastik berisi beberapa bungkus roti itu pun masih bertengger di pergelangan tangannya. Sudah lebih dari 45 menit sejak perawat ruang kesehatan meninggalkannya. Tapi belum ada tanda-tanda jika Haechan kembali ke alam sadarnya.
Sesekali ia melirik namja manis yang masih terbaring diam itu. Berharap jika saja sepasang mata Indah itu telah terbuka."Haechan-ah mian.... " gumam Mark sembari meraih tangan Haechan.
"Eum... Arraseo... " Mark menegakkan tubuhnya begitu mendengar jawaban lirih dari mulut Haechan yang sedari tadi tertutup rapat."Kau sudah sadar?? " Mark membantu Haechan bangun dari pembaringannya. Sedikit membetulkan letak selimut yang nampak berantakan.
"Eung... " haechan mengangguk pelan.Sejenak hening menyergap keduanya. Mark memutuskan untuk membuka air mineral untuk Haechan demi memecah keheningan itu. Tanpa kata Haechan menerimanya, dan nihil seperti nya aksi Mark pun sia-sia untuk mengembalikan suasana hangat di antara mereka.
"Mian.." sekali lagi kata maaf terlontar dari bibir Mark. Namja tampan itu tampak memainkan jari-jarinya di atas pangkuan.
"Wae?" haechan mengerutkan keningnya. Menanti pernyataan selanjutnya dari Mark atas permintaan maaf itu.
"Salahku." ia semakin menunduk. Namun dengan berani diraihnya jemari Haechan. "Jika saja kita tidak bertanding."Haechan terkekeh kecil. Mark seperti seorang namja yang tengah di acuhkan oleh kekasihnya. "Gwaenchana... Jangan mengkhawatirkanku"
Mark mendongak. Menatap Haechan yang kini terduduk di ranjangnya. "Benarkah?""Eum.." haechan menurunkan kedua sudut bibirnya. "Aku memang terlalu lemah untuk bertanding denganmu..hhh.. Jadi well, aku mengaku kalah"
"Ani.. Ini bukan soal kalah atau menang. Tapi kau?"
Haechan mengernyit mengarahkan telunjuknya di dadanya sendiri.
"Ya.. Apa kau benar-benar baik-baik saja??""Yaa!! Kubilang jangan khawatir.. Aku tak apa, hanya lelah.."
Mark menghela nafasnya yang sedari tadi terasa tercekat. "Syukurlah"
Haechan tersenyum, bagaimana ekspresi Mark dan raut wajah khawatirnya ia tahu. Mark... MELIHATNYA.
.
.
.Haechan berjalan pelan menuju ruang kelasnya. Beberapa hari setelah insiden itu ia tak melihat Mark lagi. Kemarin ia bertanya pada Renjun, olimpiade sains antar sekolah se distrik katanya. Sepi? Tentu saja. Ia terbiasa diganggu,dan kini pengganggunya tak memunculkan batang hidungnya.
Jujur ia rindu,merindukan Mark yang beberapa hari lalu mengerjainya lalu terlihat khawatir dan panik saat ia pingsan. Haechan ingin tertawa mengingatnya, bagaimana Renjun bercerita jika Mark linglung saat ia jatuh dan terlihat kebingunan. Andai ia sadar mungkin ia akan tertawa melihat kebodohan si pintar Mark.Haechan menoleh, kursi di sebelahnya berderit. Tak lama suara kepala beradu dengan meja terdengar pelan. Si pengganggu yang di rindukan datang. Haechan menyentuh pelan pundak Mark. Dan seketika namja itu pun bangkit menegakkan tubuhnya menghadap ke arah Haechan. Namja manis itu tersenyum kecil. "Lelah?" tanyanya.
Mark justru menumpukan dagunya di atas sebelah tangan sembari menatap Haechan. "Wae?"
"Bogoshippeo" ucap Mark cepat.
Haechan membulatkan matanya. Tiba-tiba otaknya terasa kosong mendengar ucapan Mark. Kini ia meragukan pendengarannya."A..aku??? Wae" ohh salahkan lidah Haechan yang tiba-tiba terasa kelu hanya untuk membalas pengakuan Mark.
Namun sayang, hanya gelenganlah yang mewakili jawaban itu.
"Hanya saja...merindukanmu."Kelas yang saat ini ramai pun terasa hening bagi Haechan. Suara riuh ramai dan berisik pun tak dapat mengalahkan lirihnya kalimat Mark yang terus terngiang di kepalanya.
"Kau.. Baik??" hanya dua kata itu yang mampu terlontar dari bibir kecil Haechan. Orang sepintar Mark pun akan tahu jika kini lawan bicaranya itu tengah gugup. Mark tersenyum tipis. Terkekeh dengan reaksi Haechan.
Sedetik kemudian ia tertawa keras. Membuat wajah linglung Haechan semakin terlihat mengenaskan. Dicubitnya pipi chubby namja manis yang sama sekali tak merubah ekspresi wajahnya itu. Ia tahu betul Haechan tak mengerti dengan semua sikapnya. Salahkan juga mulut sialnya yang dengan lancarnya mengatakan kata itu. Kata yang tidak seharusnya keluar untuk saat ini. Tapi bukankah ini sudah terlanjur? Sudah terlanjur basah kenapa tidak sekalian menceburkan diri? Toh judulnya basah juga.
Haechan menautkan alisnya tanda tak suka. Tangannya mengepal lalu memukul pelan pundak Mark yang masih tertawa.
"Kau mengerjaiku ya?"
Mark masih tertawa.
"Ya!!" sentak Haechan.Kali ini Mark tersenyum menghentikan tawanya.
"Kau menjahiliku ya??" sungut Haechan sembari memalingkan wajahnya.
Mark semakin tersenyum. Kini ia menyangga kepalanya dengan sebelah tangan."Apa aku tidak terlihat frustasi karena merindukanmu?" intonasi Mark mulai serius.
Haechan menolehkan kepalanya. Kembali menatap Mark.
"Kau tau, semua rumus sains berubah jadi namamu.."Haechan terdiam. Tak sanggup menggerakkan rahangnya.
"Bukankah itu berarti...
Aku merindukanmu...."
.
.
.
To be continued
.
.
.Aaaa 😭😭 mian e yeoreobundeul... Uri readerss karna lama gak apdet... Mian mian jeongmal mian... Ini karna saking sibuknya author dan juga lupak soal update...
Yg berkenan tolong ingatkan author untuk update yakk via chat pribadi 🙏🙏🙏🙏🙏But... Happy reading... Ditunggu next chap.. Dan thankyou udh setia baca ff ini

KAMU SEDANG MEMBACA
Be Love💕 (markhyuck x markchan)
FanfictionDisaat rasa dipaksa menguap oleh realita dan Realita yang memaksanya untuk memendam rasa... "Kurasa sia-sia, karena nyatanya hadirkupun tak dapat menggeser sedikit kuasanya dihatimu" Haechan "Kau berani pergi begitu saja? Setelah mengacaukan hatiku...