Terik terasa sedang panas-panasnya. Jarum arloji nampak sejajar menunjukkan waktu tengah hari, dan saat ini matahari memang berada tepat di atas kepala. Namun entah kenapa sengatannya tak berhasil membuat sosok manis itu bergeming. Angin berhembus pelan, sedikit membawa hawa sejuk ditengah cuaca panas. Jika divisualisasikan mungkin asap sudah membumbung tinggi dari kepalanya. Memikirkan tawaran seseorang yang kini terus bergulat dengan akal sehat benar-benar membuatnya seperti seorang pebisnis yang mendapat tender besar.
Sangat menggiurkan memang.Sosok itu menompang kepalanya dengan tangan yang bertumpu pada dinding rooftop. Menatap dari kejauhan pemuda yang beberapa menit lalu memberi tawaran padanya. Tanpa berdosa melenggang pergi meninggalkan banyak kecamuk dalam otak kecilnya. Tak lama ia tersentak, objek yang sedari tadi dipandangnya juga ikut menatapnya. Walau jauh matanya masih dapat menangkap mata itu menyipit lengkap dengan senyum kecil ke arahnya. Apa ini? Setelah berbicara seserius beberapa menit tadi ia bisa begitu saja tersenyum tanpa beban. Bukankah ia terlihat seperti orang bodoh jadinya? Memikirkan suatu hal sampai pusing dan orang itu bersikap seolah tadi tak terjadi apapun. Astaga Haechan...
.
.
.
.
.
.
.Haechan duduk sembari mengayunkan kedua kakinya di pinggir lapangan. Hari ini jadwal pelajaran olahraga seperti biasa dan seperti biasa juga dia hanya mengikuti beberapa olahraga ringan. Riuh ramai memenuhi hall tempat olahraga dilakukan. Entah kenapa di setengah jam terakhir pelajaran olahraga kelas mereka yang seharusnya bisa digunakan untuk bersantai justru berubah menjadi sedikit menegangkan karena yang terhormat guru olahraga mereka memanggil kelas sebelah untuk melakukan pertandingan basket. Jujur saja itu membuat Haechan resah, bagaimana tidak kalau yang melawan tim kelasnya adalah tim kelas Jeno. Ingatkan kembali terakhir kali pertemuan mereka, otak Haechan bahkan belum bisa melupakan kalimat-kalimat membimbangkan itu.
Oh.. Dan lihat beberapa kali pandangan mereka berdua bertemu. Juga senyum kecil dari pemuda sipit itu yang ikut meluncur ke arah Haechan.
Tanpa mereka sadari sepasang alis camar mengerut melihat interaksi aneh dua orang yang ia kenal. Sama seperti beberapa waktu lalu saat ia memergokinya di atas rooftop.
"Haechan-ah.." sebuah suara menginterupsi Haechan. Beruntung setidaknya ia tak harus melihat ke arah lapangan. "Heum?"
"Dari tadi aku lihat Jeno selalu memperhatikanmu. Kalian sudah saling kenal ya?" ahhh Huang Renjun memang tidak pernah meleset.
Haechan melirik sebentar sosok yang dimaksud tengah menggiring bola menuju ring. "Tidak. Hanya beberapa kali bertemu."
"Benarkah? Kukira kau sudah mengenalnya." lelaki manis disebelah Haechan itu nampak sibuk menusukkan sedotan yang terus gagal menembus lapisan penutup kotak susu miliknya."Memang dia siapa?" Haechan membuang matanya. Haechan memang tidak terlalu bodoh tapi berpura-pura bodoh adalah keahliannya.
"Kau benar-benar tidak tahu?"Ia menghela nafas, dibuatnya sekeras mungkin. "Renjun-ah, aku murid baru jika kau lupa."
"Ahh.. Benar, aku lupa. Itu, Lee Jeno. Adik tiri Mark Lee."
"Adik tiri?"
Renjun menyingkirkan susu miliknya dan berusaha menjadi guide gosip terbaik untuk Haechan. "Ya. Kalau tidak salah ayah Mark menikah dengan ibu Jeno beberapa tahun lalu. Tapi hubungan mereka tidak terlalu baik."'Karena Jaemin?' dan akhirnya "Kenapa?" pikiran dan mulutnya lagi-lagi tidak sinkron.
"Karena Jaemin.."
Ahhh... Mulut Haechan terbuka sembari mengangguk seolah puas dengan jawaban Renjun. "Jaemin, dia memang pintar. Semua orang kagum padanya, termasuk aku. Tapi sebenarnya dia itu rubah."
"Rubah betina?" Haechan tersenyum geli.
"Ya, ya, betina. Dia memanfaatkan kelebihan seseorang untuk kelebihannya sendiri.""Hah?!" well, sepertinya sebentar lagi Haechan akan mendengar fakta baru. Semakin kesini ia merasa semakin seperti drama saja. Bisa ia tebak jika sebentar lagi mungkin bukan Jaemin yang menjadi rebutan tapi dirinya.
"Jaemin dulu sahabat kecilnya Jeno, kurasa mereka sempat berpacaran juga. Kau lihat, Jeno baguskan dalam bermain basket?" Haechan menatap Jeno. "Orang pasti akan mengagumimu bukan jika kau menjadi kekasihnya?" pertanyaan Renjun membuat Haechan yang belum mengalihkan pandangannya dari Jeno mengangguk.
"Tapi setelah Jeno dan Mark menjadi saudara, rubah betina itu beralih ke Mark. Kau sudah dengarkan Jaemin yang melakukan pertukaran pelajar dan bukan Mark?" lagi-lagi anggukan diterima Renjun. "Dan kau juga sudah dengarkan jika Mark dan Jaemin pacaran?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Be Love💕 (markhyuck x markchan)
Fiksi PenggemarDisaat rasa dipaksa menguap oleh realita dan Realita yang memaksanya untuk memendam rasa... "Kurasa sia-sia, karena nyatanya hadirkupun tak dapat menggeser sedikit kuasanya dihatimu" Haechan "Kau berani pergi begitu saja? Setelah mengacaukan hatiku...