Part 6

448 34 12
                                    

Aku tidak punya kesempatan untuk menolak. Entah apa yang merasuki Satomi sampai berpikir demikian. Memangnya Escalus akan tergretak begitu saja karena penampilan baru pulang bertugasku? Kupikir tidak.

Escalus adalah salah satu kerajaan warewolf, musuh bebuyutan bangsa vampir. Sudah berabad-abad perselisihan terjadi, tetapi sampai sekarang, belum ada titik terang. Mungkin kebencian di antara keduanya sudah terlalu mendarah daging.

Escalus sendiri adalah kerajaan tua yang besar. Terutama semenjak masa kekuasaan rajanya yang sekarangーseingatku namanya Raja William. Kudengar dia memerintah dengan kejam. Ekspansi wilayah terjadi di mana-mana. Bahkan boleh dikatakan, mereka memiliki pasukan warewolf terkuat. Tidak bisa dipungkiri, Raja William juga tidak segan menindas kerajaan sesama warewolf!

Perwakilan dari kerajaan yang kubicarakan ini, dia datang menemui Alex untuk gencatan senjata. Kupikir raja yang kelewat kejam seperti Raja William pun bisa merasa lelah dengan perang. Tentu kesempatan ini tidak bisa disia-siakan! Gencatan senjata dengan Escalus tentulah sesuatu yang diinginkan Nightford.

Kini aku tiba di depan pintu ruang perbincangan gencatan senjata itu berlangsung. Beberapa penjaga berbaris di depan pintunya, membungkuk padaku. Salah satunya masuk ke dalam ruangan, hendak menyampaikan kabar tentang kedatanganku. Tidak lama, dia kembali keluar serta membukakan pintu untukku.

"Yang Mulia Putri [your name] telah tiba!" ucap si penjaga pintu, lantang.

Sesaat setelah aku memasuki ruangan, pandanganku langsung berfokus pada sekumpulan pria yang duduk mengelilingi meja bundar. Satu-satunya meja besar di tengah ruangan itu. Namun, dari sekian banyak pria, perhatianku paling direnggut oleh sesosok pemuda berambut putih dan berwajah malas. Ia tidak berdiri ketika aku tiba, tidak seperti kebanyakan pria di ruangan tersebut. Tatapan sedingin es dari sepasang iris birunya serasa menusukku. Sungguh, aku berusaha mengabaikan aura mencekam yang menyelimutinya.

"Salam, Baginda Raja. Juga para bangsawan terhormat," sapaku sembari membungkuk hormat.

Semua orang membalas salamku. Kecuali dia. Pemuda dengan sorot pandang dingin itu. Sombong sekali!

"Kemarilah, [your name]. Duduk di sampingku," titah Alex. Seorang mentri yang semula mengisi kursi di sebelahnya langsung menyingkir. Membiarkan aku duduk di sana.

Sekarang aku duduk berhadapan dengan pemuda tadi. Ya, jika diperhatikan ... dia sebenarnya memiliki wajah yang lumayan tampan. Jika saja dia mau tersenyum sedikit ketika aku datang!

"Inikah, putrimu itu?" si pemuda di ujung itu, akhirnya berbicara. Dengan aksen yang tidak sopan!

Sombong. Sudah pasti dia sombong!

"Benar," jawab Alex, "dia putri saya satu-satunya."

Aku juga tidak mengerti mengapa Alex malah berbicara formal padanya. Jelas-jelas pemuda itu berbicara lancang!

Tapi, ngomong-ngomong ... bukankah aku dipanggil ke sini karena Raja William ingin menemuiku? Aku penasaran, siapa diantara semua pria ini, Raja William. Tanpa sadar pandanganku berpendar, mencari tanda-tanda sesosok raja Escalus di antara kami.

"[your name]," tegur Alex, melirik ke arahku. Sementara itu aku hanya bisa menyernyit, tidak tahu salah apa. Maka pria itu berdehum sekali.

"Tidakkah ada yang ingin sampaikan pada Raja William?" tanya Alex.

"Raja ... William?"

"Ya. Tentu." Alex menunjuk pemuda dingin tadi dengan lirikan mata. Seketika aku membisu.

Pemuda itu Raja William?! Orang yang paling ditakuti seantero daratan?! Raja terkejam itu?! Fisiknya terlihat seperti pemuda 20 tahunan?!

Aku menoleh kepada raja yang dimaksud. Sekarang aku mengerti mengapa ia bersikap lancang kepada Alex.

"Suatu kehormatan dapat dipertemukan dengan Yang Mulia," tuturku kaku. Entah mengapa, setelah mengetahui bahwa ia adalah Raja William, lidahku terasa kelu.

Raja William menyeringai. Ia menautkan semarinya, dan diletakan di atas meja. Kini aku bisa melihat cincin bertahtakan batu safir di salah satu telunjuknya. Rasanya familiar, seolah aku pernah melihatnya di suatu tempat. Kalau tidak salah ... buku sejarah.

Setahuku itu adalah cincin legendaris yang diturun-temurunkan dari setiap raja Nightford. Seharusnya itu menjadi milik Alex. Namun, saat peperangan sekian abad silam, ayah Alex dipenggal oleh raja Escalus pada masa itu. Dan semua barang bawaan pasukannya dirampas. Termasuk cincin tersebut.

"Kau tidak perlu merasa canggung seperti ayahmu. Santai saja. Aku ke sini bukan untuk berperang, melainkan melakukan perjanjian perdamaian," tutur Raja William, terdengar mencemooh.

"Anda terlalu baik kepada saya," balasku, berusaha tetap tersenyum.

Salah seorang pria yang duduk di sebelahnya berdehum pelan. Sekilas, ia terlihat seumuran dengan Alex. Dia juga memiliki aura mencekam, sama seperti Raja William. Bedanya, ia masih mau tersenyum. Senada dengan rambut, iris matanya berwarna kecoklatan, dan menyiratkan kehampaan meski ekspresinya lembut.

"Izinkan saya memperkenalkan diri. Saya Jefferson. Steven Jefferson, penasihat Raja. Senang bertemu dengan Yang Mulia Putri [your name]," katanya.

Jika kau tanya pendapatku, pria itu jauh lebih pantas disangka raja. Setidaknya, dia lebih tahu etika dibanding Raja William.

Aku mengangguk kepada Tuan Jefferson. Menerima perkenalan dirinya.

Kemudian beliau melanjutkan, "Seperti yang sudah Anda ketahui, maksud kedatangan Raja Kami hari ini, adalah untuk membuat perjanjian perdamaian. Kami bermakdus mengusungnya lewat pernikahan politik. Oleh karena itu pula, kami membawa banyak hadiah untuk Putri."

Seketika aku mengerjap, tidak percaya. "Ma-maaf?"

"Itu benar," sambar Alex. Ia tetap mempertahankan ekspresi tenangnya ketika melirikku.

"Raja William bermaksud menikahimu. Dengan begitu akan ada banyak keuntungan juga bagi kedua negara. Meski, sebagai ayah, tentu saja aku tidak akan memaksamu," jelasnya.

Lantas, aku menyambar, "Tentu saja! Pernikahan, kan, artinya seumur hidup!"

"Kau ada masalah dengan itu?" sela Raja William.

Saat kumenoleh, pemuda itu menyeringai. "Sudah kewajibanmu sebagai putri untuk berguna di saat-saat seperti ini. Atau kau mengharapkan pernikahan yang mengatasnamakan perasaan?" katanya.

Sontak aku membungkam. Mengapa ucapannya sebegitu lancang? Walaupun ia adalah raja, tapi ini, kan, di negara orang!

Alex bahkan berdehumーmeminta perhatian. "Sebagai ayah, permintaan Anda juga cukup sulit untuk saya. Meski sebagai raja, saya juga sangat mengharapkan kesempatan berdamai ini. Jadi, saya mohon waktu, setidaknya untuk putri saya berpikir. Saya kira, satu malam juga sudah cukup. Iya kan, [your name]?"

Alex sempat melirikku. Namun aku malah bergeming. Bingung harus menjawab apa.

Raja William akhirnya menghela napas. Kedua matanya sempat terpejam sejenak, memikirkan sesuatu. Sesaat kemudian, pandangan sedingin es itu kembali menyorot kami.

"Baiklah. 1 malam. Akan kutunggu," katanya.

[branch]

Jika bersedia, buka Part 8

Jika masih bingung, buka Part 7

.
.
.

Beda banget ya, dari versi sebelumnya? :" still, hope you like it!

Revisi: Beast Darlin [bahasa indo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang