Pagi menyingsing bertanda kesibukan di hari pertama segera dimulai. Aku bangkit dari posisi tidur saat seseorang mengguncangkan tubuhku. Raven, ialah orang pertama yang aku lihat-seperti biasa ia bangun lebih awal dariku. Mungkin ini terakhir kalinya ia membangunkanku di pagi hari.
"Selamat pagi, Putri Tidur," sapanya tersenyum simpul. "Waktumu tiga puluh menit untuk bersiap-siap dan pergi ke ruang makan untuk sarapan bersama."
Setelahnya Raven mendorong troli penuh tea set ke tepi ranjangku. Selagi itu dia mendumel, "Dasar. Kau harus biasa bangun sendiri mulai sekarang."
Aku mengambil cangkir yang telah diisi Raven. Seketika indra penciumanku dimanja oleh aroma lembut dari seduhan teh [jenis teh favorit] di dalamnya.
"Nanti juga ada maid yang membangunkanku, kok," sahutku menggampangkan, sambil menghirup aroma dari dalam cangkir.
Sang servant menghela napas pasrah. "Ya. Dan aku sudah mengajari maid yang akan mengurusmu nanti. Mereka sudah tahu apa-apa saja yang kau butuhkan," katanya.
"Hm-m ... memang hebat Tuan Servant. Terima kasih," balasku.
Raven mentoyor belakang kepalaku hingga tersuntruk ke depan. Untung saja hidungku tidak tercelup ke dalam cangkir. Memang kurang ajar pengasuhku ini!
"Pokoknya, tugasku di sini sudah selesai. Aku dan rombongan akan kembali ke Nightford setelah sarapan. Setelah itu agendamu diatur oleh Sir Jefferson," jelasnya.
Beberapa maid masuk membawa peralatan seperti pakaian dan perlengkapannya. Mereka berjumlah tiga orang; satu orang memegang nampan berisi pakaian, satu orang memegang nampan berisi sepatu dan aksesoris, satu orang lagi memegang nampan berisi perlengkapan mandi. Mereka membiarkanku memilih aroma apa yang aku suka untuk dipakai mandi, tetapi aku serahkan semuanya pada Raven. Lagipula dia tahu semua yang kubutuhkan, mengapa aku harus repot?
***
Setelah selesai dengan segala rutinitas pagi, aku diantar menuju ruang makan. Raja Leo telah menunggu sembari menyeruput kopi panas. Lucu melihatnya begini, nyaris saja membuatku mengira dia itu manusia normal.
"Selamat pagi, Yang Mulia," sapaku penuh senyuman, meski Raja Leo hanya membalas dengan anggukan kecil.
"Nah, mari isi gelas sang putri," ucap beliau dan seorang pelayan datang mengisi gelas kosongku seperti yang diperintahkan. Perjamuan pengawal hari kami pun dimulai.
***
Tibalah pada saat perpisahan dengan orang-orang yang mengantarku. Raven berdiri di hadapanku untuk terakhir kalinya, membenarkan ikatan pita di pucuk kepalaku. "Jangan lupa bercermin. Kau berada di luar Nightford, jangan bikin malu dengan penampilanmu yang tidak rapi," katanya.
Bibirku mengerucut, bertanda tidak suka dengan kalimat yang baru saja ia lontarkan padaku. "Kau mengejekku, ya? Aku bisa mengurus diriku sendiri, kok."
Kemudian satu sentilan melayang ke keningku. Raven ini benar-benar! Tidakkah ia paham bahwa kami harus menjaga wibawa? Sebenarnya yang tidak tahu situasi dan tempat itu aku atau dia, sih?!
"Kau, kan, kebiasaan. Selalu mengandalkanku untuk berbuat ini-itu. Wajar, kan, kalau aku khawatir?" omel Raven. Ia seperti ibuku saja.
"Iya, iya," aku menghela napas panjang dan Raven terkekeh-kekeh.
Sebuah dehuman menginterupsi kami. Rupanya Satomi tengah berjalan menuju posisi kami berdiri. Mimiknya masih saja serius seperti biasa, dan lagi-lagi wajah itu menyiratkan ketidaksukaannya padaku. Raven membungkukan kepalanya padaku untuk pamit, lalu berlari menuju kereta. Kini bersisa aku dan Satomi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revisi: Beast Darlin [bahasa indo]
FantasyBangsa vampir dan warewolf tidak akan pernah menyatu. Begitulah kata orang-orang, bahkan setelah gencatan senjata. Leo William Ratclift, terkenal dengan sikapnya yang dingin, tegas, dan juga kejam. Meski begitu dia adalah salah satu pemimpin bangsa...