Part 10

216 20 8
                                    

Mendengar jawabanku tersebut, si pemilik rambut keperakan di sebelahku menoleh. "Mengikuti arus, eh?"

Aku mengangguk.

"Lalu jika ayahmu berkata kau harus mati?"

"Jika untuk kebaikan banyak orang, maka akan aku lakukan."

"Benarkah?"

"Sudah tugasku sebagai penerus tahta untuk mengabdi pada rakyat."

"Oooh," Raja Leo mengangguk-angguk,
"Jika memang begitu, baiklah." Kemudian beliau memutar hilsnya, beranjak pergi ke dalam.

"Yang Muliaー?"

"ーSelamat malam, Putri [your name]."

Dia mengabaikanku ... bahkan meninggalkanku begitu saja di sini!? Kupikir julukan Raja Es itu bukanlah iming-iming belaka. Dia memang bersikap sedingin es, bahkan kepada wanita!

***

Besok paginya aku dan Alex menemani Raja William sarapan. Oleh perihal momen spesial itu, maka aku berdandan layaknya seorang putri sungguhan. Gaun panjang hingga menutupi kaki, sepatu berhak lancip, perhiasan berlian, dan  riasan wajah menghiasiku. Tidak lupa, hari ini aku juga menata rambut [hair color and lenght]ku.

Raven yang memilihkan pakaian serta menata rambutku. Jangan heran, karena memang sudah menjadi tugasnya untuk melakukan semua itu. Ialah penjaga yang merangkap sebagai pengasuh—maksudku pelayan pribadi.

Semua orang berkumpul di meja perjamuan istana. Hanya aku wanita di ruangan itu. Atmosfir di sini sangat tenang dengan tidak adanya seorangpun prajurit yang ikut serta, berbeda sekali dengan  kemarin. Perjamuan berjalan sangat damai.

Kemudian, tibalah saat hingga Raja William menagih janji. Tepat seusai kami sarapan, Raja William mendadak bertutur, "Perihal lamaran yang kuajukan. Sepertinya aku harus membatalkannya."

Seketika aku dan Alex menoleh kepadanya. Kami berdua sama-sama terkejut. Bahkan Penasihat Jefferson pun ikut terkejut. Seolah apa yang diucapkan rajanya berada diluar skenario mereka berdua.

"Maksud Anda, Yang Mulia?" tanyaku.

Raja William bersandar di kursi dan mengela napas. Tatapannya terligat sangat dingin dan menusuk, seperti biasanya.

"Mari katakan saja aku sudah tidak tertarik. Kurasa lebig menarik menghancurkan kalian lewat perang menggunakan tentara daripada lewat siasat pernikahan politik," tuturnya.

"Apa maksud Anda, Yang Mulia?" Alex nampak semakin kebingungan. Ia melirikku seakan aku memiliki jawaban. Namun tentu saja, aku sendiri tidak paham ada apa.

Raja William berdiri dari kursinya. Masih mempertahankan tatapan dinginnya kepadaku. "Aku sudah selesai. Kalai begitu ini haribterakhir gencatan senjata kita. Selamat tinggal dan sampai jumpa di medan perang," katanya.

Raja William melenggos pergi dari ruangan diikuti Penasihat Jefferson. Pria yang masih saja nampak kebingungan.

Aku dan Alex yang tersisa di ruangan itu tetap bergeming hingga Raja William benar benar pergi. Nampak jelas bahwa Alex tidak puas dengab apa yang diucapkan Raja William.

"Oh, jadi benar dia mau menipu kita lewat pernikahan politik?!" omel Alex menggebrak meja. Dia berdiri dengan pandangan berapi-api.

"Habis sudah kesabaranku! Jika dia ingin perang, maka itu yang akan dia dapat!"

Sekejap kemudian Alex ikut berbegas pergi meninggalkan ruangan. Berkali-kali kuteriaki, dia tidak mendengarkan. Jadi aku haru mengejarnya. Ia berteriak kepada setiap ksatria yang dia temui untum memenggal kepala Raja William.

Serasa ada petir yang menyambar benak, jantungku berpacu cepat. Ah, ini buruk. Sangat buruk jika kedua raja sampai berkelahi!

Kemudian hari itu pun, menjadi hari terkacau yang pernag kulalui. Dengan pertikaian kedua raja yang membuatku sangat khawatir.

TAMAT

Revisi: Beast Darlin [bahasa indo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang