6th LINE

273 19 1
                                        

Pertama, Randell ngatur deru nafasnya yang nggak karuan. Itu sangat penting buat nenangin diri sekaligus biar bisa mikir jernih. Kedua, dia mikirin resiko apa yang bakal terjadi kalau dia ngelakuin rencananya itu. Meski dia tahu peluang berhasilnya cuman sekitar 30%. Dan ketiga, dia udah nggak bisa mikirin cara lain lagi selain,

Duaaakk...

Dengan gerakan cepat Randell nendang selangkangan Alex yang berdiri tepat di hadapannya kuat-kuat, lalu nyikut perut dua anak buahnya yang masih patuh megangin lengan Randell dari tadi. Waktu mereka berdua membungkuk kesakitan, Randell langsung buru-buru kabur sambil benerin celananya.

Alex masih mengerang kesakitan. Terkapar lemas diatas tanah. Nggak bisa bangun lagi. Dia cuman bisa nyuruh anak buahnya cepetan nangkep Randell. Mereka berdua langsung ngejar Randell sebelum anak itu makin jauh.

Randell udah nggak kuat lari, nafasnya
kerasa berat. Tapi daripada ketangkep mereka lagi mending dia maksain sekuat yang dia bisa. Sedangkan dua orang yang ngejar Randell makin lama makin deket. Mereka teriak nyuruh Randell berhenti aja sebelum makin nyesel kalo udah ketangkep nanti. Tapi Randell nggak peduli sama ancaman mereka.
Setelah beberapa menit mereka kejar-kejaran, Randell mutusin berhenti karna udah nggak kuat lagi buat lari. Ngos-ngosan nggak karuan. Dia sembunyi dibalik pohon sambil nyari sesuatu.

"Dimana tuh banci?"

"Tadi terakhir gue lihat dia ilang dibalik pohon."

"Yang mana?"

Salah seorang pria tersebut sedang mengingat-ingat pohon mana yang ia lihat tadi. "Yang itu kayaknya,"

"Mana? Ngaco lo, bego!" hardik temannya, merasa dibohongi waktu ngecek dan ternyata nggak ada apa-apa.

Randell masih berdiri dibalik pohon sambil menggenggam batang pohon kuat-kuat.

"Yang itu kayaknya!" seru pria tersebut lebih yakin. Karna begitu banyak pepohonan disekitar sana.

Baaak!

Randell langsung menghantam salah seorang pria kuat-kuat dibagian kepalanya hingga limbung ke tanah. Tapi ketika dia hendak menghantam yang satunya, pria itu berhasil nangkep tangannya dan langsung ngunci tangan Randell ke belakang.

"Banci anjing, sialan!" pria yang tadi limbung ke tanah bangkit dan dengan penuh amarah langsung ninju perut Randell kuat-kuat sampai ia tersengal sesak. Perutnya terasa panas dan perih seketika.

Pria itu meremas kedua pipi Randell dengan satu tangan, lalu meludahi wajah Randell tepat dimulutnya. Randell langsung ngeludahin balik. Terus berontak berusaha lepas, tapi sia-sia. Mereka berdua langsung ngikat tangan dan kaki Randell kali ini. Nyumpal mulut Randell pakai ikat kepala.

Randell meronta berusaha melepaskan diri. Salah seorang pria langsung menjambak rambutnya sambil setengah menariknya supaya mau ikut jalan.

"Eh, tunggu... Mending nggak usah kita bawa balik. Pura-pura aja kalo nggak berhasil nangkep dia. Atau nanti aja bawanya." tawar salah seorang.

"Trus?"

Dia ketawa jahil. "Lo bego banget gitu aja nggak paham, Bro. Ya kita pake aja disini dulu. Ngapain kita bawa buat Alex. Enak banget dia, kita udah susah-susah."

"Bener juga lo!"

Randell berontak sekuat tenaga. Tangannya terikat kuat dibelakang. Susah untuk melepaskan. Tangannya sampai terasa perih karna gesekan ikatan tali tersebut. Tapi dia nggak mau nyerah berusaha lepasin ikatan itu.

Sesaat kemudian ada seseorang yang tampak tergesa-gesa berlari ke arah mereka. Makin lama makin deket. Wajahnya belum tampak jelas, Randell belum bisa ngenalin. Tapi dia yakin siapapun orang itu, dia kesini buat ngecek ada apa disini. Bahkan mungkin bisa nolongin dia.

CROSS THE LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang