"Main kemana aja tadi?" sambut Tante Evi dengan senyum merekah sambil bukain pintu pagar.
Ander malah cengengesan, "Seru deh pokoknya, Ma. Oh iya, si Dede ketiduran, jangan dibangunin ya. Kasian, kecapek'an.".
Tante Evi nengok dari celah jendela mobil yang dibuka Ander, "Padahal nanti jam setengah tujuh sore jadwal kontrol si Dede.".
"Makasih A' Harun udah nemenin si Dede jalan-jalan." ujar Tante Evi sekalian nyapa Harun yang kasihan, lagi disandarin bahunya sama si Randell.
"Udah, besok aja. Nanti Ander yang nganter waktu pulang ngampus siangnya." tawar Ander enteng.
"Bisa? Nggak papa?"
Ander mengangguk mantap, "Iya... Sekalian biar bisa jalan bentar abis nganterin si Dede. Kan Ander lagi dihukum sama si Boss."
Tante Evi terkekeh, mulai mengerti.
"Yuk, gotong si Dede!" ajak Harun yang udah nungguin mereka berdua kelar ngoceh dari tadi.
"Loe aja kali, gue kan mau masukin mobil dulu ke garasi. Emang seorang Harun nggak kuat gendong si Dede yang kurus gitu?" cibir Ander mengejek.
"Wah, ngeremehin. Apa gunanya gue ngegym kalo gendong si Dede aja nggak kuat?" kelakar Harun, lalu menggulung lengan kausnya dan memamerkan tonjolan otot bisepnya yang besar dan padat.
"Sok atuh... Urang rek masukkeun mobil heula."
Tante Evi cuman senyum-senyum lihat tingkah mereka, lalu pamit masuk duluan mau siapin makan malam.
"Ahh... Bisa aja dia cari alesan." gumam Harun.
"Cepet keluar, gotong si Dede!"
Harun nendang jok mobil yang didudukin Ander keras-keras. "Goblok!"
Ander malah cekikikan. Sedangkan Harun susah payah mindah kepala Randell dari bahunya ke dadanya, trus pelan-pelan keluar dari mobil sambil angkat badan Randell. Jalan sehati-hati mungkin supaya dia nggak kebangun. Harun ngerasa nggak tega aja kalau Randell sampai kebangun.
"Fiuh, pegel juga ternyata." gumam Harun sambil mijit sekilas pergelangan tangannya. Sorot matanya beralih ke tubuh Randell yang terlentang nyenyak diatas ranjang. Harun merhatiin dia selama beberapa saat.
"Dasar bocah!" gumam Harun, tersenyum sekilas, nyelimutin bed cover ke tubuh Randell, lalu keluar dari kamar tersebut.
Harun setengah ngebanting pintu kamar waktu dia masuk kamarnya. Mendadak emosi meluap-luap yang sudah dia tahan kuat-kuat dari tadi mulai menguar sekarang. Kejadiannya tadi sore, waktu mereka bertiga selesai makan dan lanjut jalan lagi. Ander masih sibuk milih-milih skinny jeans disalah satu distro bareng Randell. Sedangkan Harun nunggu diluar sambil nyari-nyari sinyal buat nelfon Imelda. Dia udah mutusin lagi-lagi mau ngalah aja sebagai cowok dan minta maaf karna udah bikin cewek yang dia sayang itu bete waktu mereka jalan hari rabu lalu. Juga karna Harun udah ketiduran selama 3/4 film yang mereka tonton diputar.
Dan diwaktu yang nggak disangka-sangka. Didekat eskalator arah jam dua, sekitar 70 meter dari tempat Harun berdiri, ada sesosok wanita cantik dengan pakaian agak terbuka turun dari eskalator dengan menenteng kantong belanja yang cukup banyak.
Tepat disampingnya berdiri sesosok pria tinggi, usia sekitar 30an, dengan setelan rapi, tengah menggandeng hangat pinggang wanita cantik itu.Mendadak mata Harun terasa panas. Jantungnya berdegup nggak karuan. Nafasnya memburu penuh emosi. Genggamannya mengepal kuat-kuat. Bergegas Harun berjalan menuju pasangan hangat diujung sorot matanya tersebut. Dia hanya ingin memastikan bahwa wanita yang ada disana adalah orang yang sama, yang sebenarnya sedang berusaha ia hubungi sedari tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CROSS THE LINE
Teen FictionHarun adalah salah seorang pria sagittarius sejati. Ia benci diatur-atur, apalagi dikekang. Ia sering menyalahi aturan. Selalu ingin menghirup segarnya kebebasan, seperti benih dandelion yang takkan pernah khawatir kemana angin membawanya. Begitulah...